Abdul
Wahid berasumsi bahwa seluruh visi, tindakan, dan gerakan yang
dilakukan Gus Dur bertolak dari pemahaman keagamaan dan
spiritualitasnya. Jika melihat biografi kehidupan Gus Dur, tampaklah
bahwa benih spiritualitas yang tumbuh dan menjadi landasan orientasi
visi hidupnya amatlah jelas. Dibesarkan di lingkungan keluarga berbasis
pesantren, Gus Dur mendapatkan teladan pelayanan kepada umat dari
lingkungan terdekatnya yang berangkat dari semangat penghayatan
keagamaan.
Teladan
yang inspirasinya pada tingkat dasar mengacu pada pribadi Muhammad
Rasulullah ini melahirkan bentuk pemahaman spiritualitas dengan semangat
dakwah transformatif. Prof. Abd. A’la membandingkan dengan model spiritualitas yang dihayati oleh Rabiah
al-Adawiyah meski berujung pada bentuk ekspresi yang berbeda.
Menurut
penelitian Abdul Wahid dalam karya yang semula merupakan disertasi di
UIN Sunan Ampel Surabaya ini, terungkap bahwa sosok Gus Dur
mempertunjukkan empat bentuk pendidikan spiritual, yakni spiritual
humanis, spiritual inklusif-kosmopolit, spiritual dinamis-progresif, dan
spiritual mistikal trans-eksistensial.
Spiritualitas
Gus Dur tiba pada pemahaman bahwa agama sejatinya hadir untuk misi
kemanusiaan. Dalam pemahaman ini, pelayanan kepada sesama adalah hal
yang sangat penting, termasuk pada kelompok marginal. Tidak heran jika
Gus Dur sering hadir di pihak yang lemah, seperti saat membela Inul
Daratista atau bahkan menemui Soeharto saat dalam posisi terpojok
setelah lengser.
Lebih
dari sekadar berorientasi kemanusiaan, spiritualitas Gus Dur menembus
batas-batas agama sehingga juga bercorak inklusif-kosmopolit. Dalam
pemahaman Gus Dur, Islam adalah agama universal sehingga kehadirannya
melampaui batas-batas perbedaan manusia. Dengan cara ini, spiritualitas
menjelma sebagai cahaya yang mengayomi dan anti-kekerasan.
Penghayatan
personal yang bersifat mistik sebagai bentuk spiritualitas pada sosok
Gus Dur juga mendorong sikap dinamis-progresif. Ada yang menyatakan
bahwa keberanian dan kepercayaan diri Gus Dur saat mengambil tindakan
yang terbilang kontroversial di antaranya terbangun atas pengalaman
spiritual yang bersifat mistik setelah ia sering mendatangi makam para
wali.
Dalam
rentang perjalanan hidupnya, berbagai bentuk penghayatan pendidikan
spiritual itu disampaikan Gus Dur dengan beberapa strategi. Menurut
penelitian Abdul Wahid, ada tiga strategi yang digunakan Gus Dur, yakni
strategi selebritasi, strategi kontroversi, dan strategi imitasi.
Pertama,
Gus Dur tampil sebagai selebriti di media sehingga ia memiliki ruang
leluasa untuk menyampaikan visi dan perjuangannya. Kedua, Gus Dur sering
melemparkan pernyataan atau menampilkan sikap kontroversial. Menurut
Wahid, langkah ini diambil untuk memberi terapi kejut sekaligus
mendorong masyarakat untuk berefleksi secara lebih mendalam atas hal-hal
yang sebelumnya dianggap rutin dan biasa.
Ketiga,
Gus Dur tampil memberi contoh, aksi nyata, dan keteladanan atas
penghayatan spiritual yang diyakininya. Ia memberi contoh kesederhanaan,
ketulusan, dan sikap kemanusiaannya yang mendalam.
Menurut
Abdul Wahid, teladan spiritual Gus Dur, yang oleh Majalah Timepernah
disebut sebagai The Spiritual Leader, meneguhkan pesan penting bagi
pengembangan pendidikan spiritual yang humanis. Wujudnya berupa
pendidikan keagamaan yang terbuka, berbasis moral, berakar di
masyarakat, dan menghargai kebijaksanaan loka.
Pengaruh
dan apresiasi terhadap Gus Dur yang sangat kuat di kalangan santri pada
khususnya menunjukkan bahwa corak spiritualitas ala Gus Dur bukanlah
pandangan pinggiran. Gambaran yang lebih utuh tentang
bagaimana spiritualitas Gus Dur ini dapat berkontribusi lebih nyata bagi
bangsa ini.
(Gus Dur: Mengarungi Jagat Spiritual Sang Guru Bangsa. Penulis: Dr. Abdul Wahid Hasan)
(Gus Dur: Mengarungi Jagat Spiritual Sang Guru Bangsa. Penulis: Dr. Abdul Wahid Hasan)
No comments:
Post a Comment