Sosok Abdurrahman
Wahid atau Gus Dur tak asing dengan gagasan toleransi antarumat beragama.
Bagi Indonesia dan dunia, sosok Presiden keempat RI itu nomor wahid bila
berbicara soal toleransi.
Merawat
toleransi bagi Gus Dur
merupakan proses penting untuk menciptakan keharmonisan hubungan antarumat
beragama. Toleransi itu tidak hanya untuk menciptakan, tetapi juga merawat. Gus Dur
sadar betul bahwa keharmonisan harus dijaga karena akan sulit memulihkan bila
sudah retak.
Oleh karena
itu, setiap bangsa, termasuk Indonesia, setidaknya perlu memiliki kemampuan
pemulihan hubungan.
"Kegagalan
dalam hal ini (memulihkan hubungan) dapat mengakibatkan ujung traumatik yang
mengerikan: terpecah-belahnya kita sebagai bangsa," tulis Gus Dur
dalam judul 'Islam dan Hubungan Antarumat Beragama' dalam harian Kompas,
Senin 14 Desember 1992.
Pandangan Gus Dur
ini tentu tak lepas dari keberagaman umat beragama di Indonesia. Bahkan,
Indonesia juga ragam akan keyakinan, kelompok, ras, dan etnis. Sebuah negeri di
mana semua tumbuh dengan tanpa rasa takut. (Baca: Jokowi: Gus Dur Pasti "Geregetan" sama Kelompok yang Memaksakan
Kehendak)
Negeri ini
tak didirikan atas dasar kelompok tertentu, tetapi keragaman. Akan tetapi, di
Indonesia pula, menurut Gus Dur, keharmonisan akan rapuh sendiri bila ada benturan
kepentingan. Dia menggambarkan akan muncul sikap saling menyalahkan.
Di titik
ini, sebuah bangsa memerlukan kemampuan pemulihan atas keretakan tersebut.
Lantas, bagaimana pandangan Gus Dur soal pemulihan keretakan hubungan?
Secara
gamblang, Gus Dur
dalam tulisannya mengatakan bahwa masalah pokok dalam hal hubungan antarumat
beragama adalah pengembangan rasa saling pengertian yang tulus dan
berkelanjutan.
Menurut dia,
bangsa akan kukuh bila umat agama-agama yang berbeda dapat saling mengerti satu
sama lain, bukan hanya sekadar saling menghormati.
"Yang
diperlukan adalah rasa saling memiliki (sense of belonging), bukannya
hanya saling bertenggang rasa satu terhadap yang lain," tulis Gus Dur.
(Baca: Gusdurian Kecewa Gus Dur Tak Ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional)
Pemikiran Gus Dur
tentu bisa menjadi rujukan Indonesia saat ini, di mana kita tengah berada di
antara hiruk pikuk toleransi antarumat beragama. Keriuhan yang kerap kali
membuat kita kerap melupakan rasa saling memiliki satu sama lain. Bahkan, untuk
tenggang rasa pun tampak sulit tercipta.
No comments:
Post a Comment