Cara dan langkah Mengembangkan
Kecerdasan Spiritual Anak Sejak Dini
Anak-anak
dilahirkan dengan kecerdasan spiritual yang tinggi, tetapi perlakuan orangtua
dan lingkungan yang menyebabkan mereka kehilangan potensi spiritual tersebut.
Padahal pengembangan kecerdasan spiritual sejak dini akan memberi dasar bagi
terbentuknya kecerdasan intelektual dan emosional pada usia selanjutnya.
Krisis
akhlak yang menimpa Indonesia berawal dari lemahnya penanaman nilai terhadap
anak pada usia dini. Pembentukan akhlak terkait erat dengan kecerdasan emosi,
sementara itu kecerdasan itu tidak akan berarti tanpa ditopang oleh kecerdasan
spiritual. Prasekolah atau usia balita adalah awal yang paling tepat untuk
menanamkan nilai-nilai kepada anak.
Namun, yang
terjadi sebaliknya. Anak lebih banyak dipaksa untuk mengekplorasi bentuk
kecerdasan yang lain, khususnya kecerdasan intelektual, sehingga anak sejak
awal sudah ditekankan untuk selalu bersaing untuk menjadi yang terbaik,
sehingga menyebakan tercerabutnya kepekaan anak.
Sementara
itu lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat kurang memberikan dukungan
terhadap penumbuhan kecerdasan spiritual pada anak. Di lingkungan keluarga anak
lebih banyak berinteraksi dengan sesuatu yang justru menyebabkan semakin
jauhnya kepekaan anak, bahkan yang lebih parah lagi apabila proses dehumanisasi
itu terjadi justru di tengah lingkungan keluarga. Keluarga sebagai tempat
pendidikan yang utama malahan kering dari aspek pedagogis.
Kecerdasan
Spiritual yang sebelumnya dikenalkan oleh Donah Zohar dan Ian Marshal pada awal
tahun 2000 sebenarnya kecerdasan spiritual sudah dikenal sejak peradaban Islam
ada di muka bumi ini.
Menurut Dr
Seto Mulyadi, M.Si, kecerdasan spiritual adalah bagaimana manusia dapat
berhubungan dengan Sang Pencipta (Ummi, edisi 4 2002). Dengan kata lain
kecerdasan spiritual adalah kemampuan menusia untuk mengenali potensi fitrah
dalam dirinya serta kemampuan seseorang mengenali tuhannya yang telah
menciptakannya, sehingga di manapun berada merasa dalam pengawasan Tuhannya.
Saat ini, kita kesulitan mencari sosok manusia seperti yang pernah ditemui
Umar Bin Khattab dimasa pemerintahannya. Ketika itu Umar meminta kepada seorang
anak untuk menjual seekor kambing kepada Umar. Tetapi apa yang terjadi,
walaupun sang pemilik kambing itu tidak mengetahui, pemuda tadi berkeberatan untuk
menjual salah satu kambingnya. Dan yang menarik adalah dialaog antara Umar
dengan pemuda tersebut ketika Umar terus mendesak bahwa sang majikan tidak
melihatnya. Apa kata sang remaja? Dimana Allah? Sebuah jawaban yang
menggetarkan hati Umar. Remaja seperti ini sangat sulit kita temukan dimasa
kini. Sosok remaja dimasa Umar bukanlah sosok yang hadir begitu saja di tengah
kita, tetapi memerlukan proses pembentukan. Dan usia dinilah usia emas untuk
pembentukan akhlak tersebut. Orangtua dan lembaga pendidikan adalah tempat yang
dapat menciptakan terciptanya anak yang memiliki kecerdasan spiritual
tinggi yang akan memberi dasar bagi terciptanya generasi yang memiliki akhlak
yang mulia.
Dr Arief
Rachman menggambarkan bahwa kecerdasan spiritual adalah pertama, kecerdasan
yang meyakini Tuhan sebagai Penguasa, Penentu, Pelindung, Pemaaf dan kita
percaya atas Kehadiran-Nya. Selain itu harus ada pula kemampuan untuk bekerja
keras, kemampuan untuk mencari ridho Allah, kemampuan untuk melakukan ibadah
secara disiplin, kesabaran, tahan dengan ujian dan kemampuan untuk menerima
segala keputusan yang telah ditetapkan Allah.
Cerdas
tidaknya anak pada sisi spiritual tergantung orangtua dan keluarga sebagai
tempat belajar pertama, sekolah dan lingkungan sebagai tempat belajar kedua.
Apabila lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah kurang memperhatikan aspek
spiritual maka dengan sendirinya sulit kita temukan anak yang memiliki
kecerdasan spirtual. Tingkatan spiritual pada diri seseorang dapat berbeda-beda
tergantung bagaimana pendekatan yang digunakan kepada anak.
PERTAMA tingkatan
spiritual yang hidup. Untuk mendapatkan tingkatan kecerdasan spiritual ini anak
harus diajarkan mengenal Tuhannya, mengenal penciptanya melalui ciptaan-Nya.
Hal-hal yang membuat anak terpesona kita bingkai dengan koridor mengenal Allah
sebagai pencipta. Apabila anak sejak dini dikenalkan kepada Sang Penciptannya,
maka secara perlahan kematangan spiritual akan tertanam pada diri anak.
KEDUA, tingkatan
spiritual yang sehat. Untuk mendapatakan tingkatan kecerdasan spiritual ini
orangtua harus mengajarkan anak untuk melakukan komunikasi yang baik dengan
pencipta, yaitu dengan melatih mengerjakan ibadah-ibadah wajib sejak usia dini,
membiasakan diri untuk selalu mengingat nama-Nya dalam setiap kejadian yang
ditemuinya. Misalnya kebiasaan mengucapkan bismillah ketiak akan beraktifitas,
mengucapkan Insya Allah ketika sedang berjanji dengan orang lain.
KETIGA, tingkatan
bahagia secara spiritual. Untuk mendapatkan ini anak sejak dini dilatih untuk
mengerjakan ibadah-ibadah sunnah sebagai tambahan, merutinkan membaca Al
Qur’an, sholat malam dan lain sebagainya.
KEEMPAT, damai
secara spiritual, bentuk kecerdasan tingkatan ini dapat dilatih dengan
mengajarkan kepada anak bahwa bentuk kecintaan yang ada di dunia ini tidak
melebihi terhadap bentuk kecintaannya terhadap Allah sebagai Penciptannya.
Kelima, arif secara spiritual. Pada tingkatan ini seseorang
akan membingkai segala aktivitasnya adalah sebagai bagian dari ibadah
kepada Allah, sehingga segalanya memiliki makna.
Berdasarkan
penelitian, anak yang memiliki kecerdasan spiritualnya tinggi rasa ingin
tahunya semakin besar, sehingga memiliki dorongan untuk selalu belajar serta
memiliki kreativitas yang tinggi pula. Kecerdasan spiritual dapat ditumbuhkan
pada anak dengan cara membersihkan hatinya lebih dahulu. Dengan hati yang
bersih maka aktivitas yang lainnya akan menjadi lebih mudah. Sementara itu
untuk mengotimalkan kecerdasan spiritual pada anak dapat dilakukan dengan cara:
Pertama, memberikan bantuan kepada anak
untuk merumuskan tujuan hidupnya, baik tujuan hidup jangka pendek maupun tujuan
hidup jangka panjang.
Kedua, sesering mungkin orangtua
menceritakan kisah-kisah yang agung, kisah yang menarik dan mengesankan,
seperti kisah para Rasul, atau pahlawan lainnya.
Ketiga, mendiskusikan segala persoalan
dengan perespektif ruhaniyah.
Keempat, sering melibatkan anak dalam
ritual kegaamaan, seperti dilatih sejak kecil untuk sholat berjamaah bagi anak
laki- laki, selalu membaca doa dan yang terpenting adalah pemaknaan
dari kegiatan tersebut.
Kelima, membawa anak kepada orang yang
menderita, kematian. Mengunjungi orang yang menderita akan membuat anak peka
terhadap sesama sehingga mendorong anak untuk berbuat baik terhadap orang lain.
Orang-orang
yang mempunyai kecerdasan spiritual tinggi akan meninggalkan bekas di hati
orang lain, sebab orang yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi akan
menjaga amanah yang diberikan kepadanya. Orang yang cerdas secara spiritual
tidak akan melakukan korupsi, penggelapan uang rakyat dan sebagainya, sebab
dimanapun dia berada, orang yang cerdas secara spiritual akan merasa selalu
diawasi sang pencipta, Allah SWT. Lalu yang menjadi pertanyaan apabila sebuah
negeri tingkat korupsinya tinggi bagaimana tingkat kecerdasan spiritual
pengelolanya? (Banjarmasin Post)
No comments:
Post a Comment