Wednesday, 5 April 2017

MANAJEMEN – FUNGSI PENGGERAKAN (ACTUITING)



MANAJEMEN – FUNGSI PENGGERAKAN
(ACTUITING)

A.    Pengertian Penggerakan
Didalam bahasa Inggris, ada lima istilah yang artinya hampir sama tetapi maknanya berbeda untuk pengeritan “menggerakan orang lain”, seperti dijelaskan berikut ini. (Husein Umar, 2000 : 77)
  1. Directing, yakni menggerakan orang lain dengan memberikan berbagai pengarahan,
  2. Actuiting, yakni menggerakan orang lain dalam artian umum,
  3. Leading, yakni menggerakan orang lain dengan cara menempatkan diri dimuka orang-orang yang digerakan, membawa mereka ke suatu tujuan tertentu serta memberikan contoh-contoh,
  4. Commanding, yakni menggerakan orang lain disertai unsur paksaan,
  5. Motivating, yakni menggerakan orang lain dengan terlebih dahulu memberikan alasan-alasan mengapa hal itu harus dikerjakan.
Dari lima pengertian pengarahan diatas, maka dapat dikatakan bahwa pengarahan merupakan aspek hubungan manusiawi dalam kepemimpinan yang mengikat para bawahan untuk bersedia mengerti dan menyumbangkan tenaganya secara efektif serta efisien untuk mencapai tujuan.
Dalam manajemen, pengarahan ini bersifat sangat kompleks karena disamping menyangkut manusia, juga menyangkut berbagai tingkah laku dari manusia-manusia itu sendiri. Manusia dengan berbagai tingkah lakunya yang berbeda-beda, memiliki pandangan serta pola hidup yang berbeda-beda pula. Oleh karena itu, pengarahan yang dilakukan oleh pimpinan harus berpegang pada tiga prinsip, yaitu :
1)      Prinsip Mengarah Kepada Tujuan,
2)      Prinsip Keharmonisan Dengan Tujuan, dan
3)      Prinsip Kesatuan Komando.
Selain tiga prinsip diatas, hal yang tidak kalah pentingnya adalah ketika dalam menggerakan orang-orang dalam suatu organisasi, perlu diingat prinsip-prinsip lain sebagai berikut : a) efisien, b) komunikasi, c) jawaban terhadap pertanyaan 5W+1H, dan d) penghargaan/insentif.
Jadi, pengarahan atau directing adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuatu dengan perencanaan manajerial dan usaha-usaha organisasi. Demikian pula actuating, yaitu menggerakan orang-orang agar mau bekerja dengan sendirinya atau penuh kesadaran secara bersama-sama untuk mencapai tujuan yang dikehendaki secara efektif. Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah kepemimpinan (leadership).
Namun demikian, untuk menggerakan orang-orang agar mau bekerja bukanlah perkara yang mudah. Manajer harus memiliki kemampuan dan seni untuk menggerakan mereka. Kemampuan dan seni inilah yang disebut kepemimpinan (leadership).
  1. B.     Tujuan dan Fungsi Penggerakan
Fungsi penggerakan dalam suatu organisasi adalah usaha atau tindakan dari pimpinan dalam rangka menimbulkan kemauam dan membuat bawahan tahu pekerjaannya sehingga dengan sadar menjalankan tugasnya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
Tindakan penggerakan ini oleh para ahli adakalanya diperinci lebih lanjut ke dalam tiga tahap tindakan sebagai berikut :
  1. Memberikan semangat, motivasi, inspirasi atau dorongan sehingga timbul kesadaran dan kemauan para petugas untuk bekerja dengan baik. Tindakan ini juga disebut motivating.
  2. Pemberian bimbingan lewat contoh-contoh tindakan atau teladan. Tindakan ini juga disebut leading, yang meliputi beberapa tindakan seperti : pengambilan keputusan, mengadakan komunikasi agar ada bahasa yang sama antara pimpinan dan bawahan, memilih orang-orang yang menjadi anggota kelompok, dan memperbaiki sikap, pengetahuan, dan keterampilan bawahan.
  3. Pengarahan (directing atau commanding) yang dilakukan dengan memberikan petunjuk-petunjuk yang benar, jelas dan tegas. Segala saran-saran dan perintah atau instruksi kepada bawahan dalam pelaksanaan tugas harus diberikan dengan jelas dan tegas agar terlaksana dengan baik terarah kepada tujuan yang telah ditetapkan.
Adapun fungsi pokok penggerakan didalam manajemen adalah sebagai berikut :
–          Mempengaruhi orang-orang supaya bersedia menjadi pengikut.
–          Menaklukkan daya tolak orang-orang
–          Membuat seseorang atau orang-orang suka mengerjakan tugas dengan lebih baik.
–          Mendapatkan, memelihara dan memupuk kesetiaan pada pimpinan, tugas dan organisasi tempat mereka bekerja.
–          Menanamkan, memelihara dan memupuk rasa tanggung jawab seorang atau orang-orang terhadap Tuhan-nya, negara dan masyarakat.
Jadi, pengarahan merupakan fungsi manajemen yang sangat penting. Sebab masing-masing orang yang bekerja didalam suatu organisasi mempunyai kepentingan yang berbeda-beda. Supaya kepentingan yang berbeda-beda tersebut tidak saling bertabrakan satu sama lain, maka pimpinan perusahaan harus dapat mengarahkannya untuk mencapai tujuan perusahaan.
Seorang karyawan dapat mempunyai prestasi kerja yang baik, apabila mempunyai motivasi. Makadari itu, tugas pimpinan perusahaan adalah memotivasi karyawannya agar mereka menggunakan seluruh potensi yang ada dalam dirinya untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya. Supaya manajer atau pimpinan perusahaan dapat memberikan pengaraha yang baik, pertama-tama ia harus mempunyai kemampuan untuk memimpin perusahaan dan harus pandai mengadakan komunikasi secara vertical.
Karena itu, pengarahan harus dilihat dari segi proses dan implementasinya. Dimana proses implementasi program agar dapat dijalankan oleh seluruh pihak dalam organisasi serta proses memotivasi agar semua pihak tersebut dapat menjalankan tanggungjawabnya dengan penuh kesadaran dan produktifitas yang tinggi.
Kegiatan dalam fungsi pengarahan dan implementasi mengandung tiga fungsi utama, yaitu :
–          Mengimplementasikan proses kepemimpinan, pembimbingan, dan pemberian motivasi kepada tenaga kerja agar dapat bekerja secara efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan.
–          Memberikan tugas dan penjelasan rutin mengenai pekerjaan.
–          Menjelaskan kebijakan yang ditetapkan.
Jadi fungsi penggerakan merupakan bagian dari proses kelompok atau organisasi yang tak dapat dipisahkan. Adapun istilah yang dapat dikelompokkan ke dalam fungsi penggerakan ini adalah directing, commanding, leading, dan coordinating, yang dalam bahasaArabnya disebut “tahai’atul afrad, directing, staffing “at-taujih”, “isdaarul awamir, commanding dan ‘at-tansieq, coordinating”.
  1. C.    Macam-Macam Penggerakan
Pada umumnya, pimpinan menginginkan pengarahan kepada bawahan dengan maksud agar mereka bersedia untuk bekerja sebaik mungkin, dan diharapkan tindak menyimpang dari prinsip-prinsip dimuka.
Adapun macam-macam pengarahan yang dilakukan dapat berupa :
  1. 1.      Orientasi
Orientasi merupakan cara pengarahan dengan memberikan informasi yang perlu agar supaya kegiatan dapat dilakukan dengan baik. Pada umumnya, orientasi ini diberikan kepada pegawai baru dengan tujuan untuk mengadakan pengenalan dan memberikan pengertian tentang berbagai masalah yang dihadapinya. Pegawai lama yang pernah menjalani orientasi tidak selalu ingat atau paham tentang masalah-masalah yang pernah dihadapinya. Dengan demikian, orientasi ini perlu juga diberikan kepada pegawai-pegawai lama agar mereka tetap memahami akan peranannya.
  1. 2.      Perintah
Perintah merupakan permintaan dari pimpinan kepada orang yang berada dibawahnya untuk melakukan atau mengulang suatu kegiatan tertentu pada keadaan tertentu. Jadi, perintah itu berasal dari atasan, dan ditunjukan kepada para bawahan; atau dapat dikatakan bahwa aus perintah ini mengalir dari atas ke bawah. Perintah tidak dapat diberikan kepada orang lain yang memiliki kedudukan sejajar atau orang lain yang berada dibagian lain.
  1. 3.      Delegasi Wewenang
Pendelegasian wewenang bersifat lebih umum jika dibandingkan dengan pemberian perintah. Dalam pendelegasian wewenang ini pimpinan melimpahkan sebagian dari wewenang yang dimilikinya kepada bawahan.
Kaitannya dengan macam-macam penggerakan yang merupakan proses penggerakan adala memberikan perintah, petunjuk, pedoman dan nasehat serta keterampilan dalam berkomunikasi. Penggerakan merupakan inti daripada manajemen yaitu menggerakan untuk mencapai hasil, sedang inti dari penggerakan adalah leading, harus menentukan prinsip-prinsip efisiensi, komunikasi yang baik dan prinsip menjawab pertanyaan :
  • Who (siapa)
  • Why (mengapa)
  • How (bagaimana)
  • What (apa)
  • When (kapan)
  • Where (dimana)
Pertanyaan-pertanyaan itulah yang menjadi motivator pendorong untuk bergerak dan mampu menggerakan suatu organisasi.
  1. D.    Teori – Teori Motivasi Penggerakan
Kemampuan seorang manajer untuk memotivasi dan mempengaruhi, mengarahkan dan berkomunikasi akan menentukan efektifitas manajer. Dan ini bukan satu-satunya factor yang mempengaruhi tingkat prestasi seseorang. Manajer yang dapat melihat motivasi sebagai suatu system akan mampu meramalkan perilaku dari bawahannya.
Pengertian dan pandangan motivasi dalam organisasi motivasi seperti yang telah disebutkan diatas, akan mempengaruhi, mengarahkan dan berkomunikasi dengan bawahannya, yang selanjutnya akan menentukan efektifitas manajer. Ada dua factor yang mempengaruhi tingkat prestasi seseorang, yaitu kemampuan individu dan pemahaman tentang perilaku untuk mencapai prestasi yang maksimal disebut prestasi peranan. Dimana antara motivasi, kemampuan dan presepsi peranan merupakan satu kesatuan yang saling berinteraksi.
Model Tradisional
Tidak lepas dari teori manajemen ilmiah yang dikemukakan oleh Frederic Winslow Taylor. Model ini mengisyaratkan bagaimana manajer menentukan pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan dengan system pengupahan intensif untuk memacu para pekerja agar memberikan produktivitas yang tinggi.
Model Hubungan Manusiawi
Elton Mayo dan para peneliti hubungan manusiawi lainnya menetukan bahwa kontrak-kontrak sosial karyawan pada pekerjaannya adalah penting, kebosanan dan tugas yang rutin merupakan pengurang dari motivasi. Untuk itu para karyawan perlu dimotivasi melalui pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sosial dan membuat mereka berguna dan penting dalam organisasi.
Model Sumber Daya Manusia
McGregor Maslow. Argyris dan Lkert mengkritik model hubungan manusiawi bahwa seorang bawahan tidak hanya dimotivasi dengan memberikan uang atau keinginan untuk mencapai kepuasan, tapi juga kebutuhan untuk berprestasi dan memperoleh pekerjaan yang berarti dalam arti lebih menyukai pemenuhan kepuasan dari suatu prestasi kerja yang baik, diberi tanggungjawab yang lebih besar untuk pembuatan keputusan dan pelaksanaan tugas.
Teori-Teori Motivasi
Untuk dapat memahami tentang motivasi dalam manajemen ini, akan dikemukakan beberapa teori tentang motivasi, antara lain : (1) Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan); (2) Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi); (3) Teori Clyton Alderfer (Teori ERG); (4) Teori Herzberg (Teori Dua Faktor); (5) Teori Keadilan; (6) Teori Penetapan Tujuan; (7) Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan); (8) Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku; dan (9) Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi. (Dikutip dari berbagai sumber Winardi, 2001:69-93; Sondang P. Siagian, 286-294; Indriyo Gitosudarmo dan Agus Mulyono, 183-190, Fred Luthan, 140-167)
Dari berbagai teori motivasi sebagaimana tersebut diatas, maka secara sederhana dapat dikelompokan menjadi 3(tiga) tema besar, yaitu Teori Kepuasan (Content Theory), Teori Proses (Process Theory), dan Teori Perilaku (Reinforcement Theory).
  1. 1.      Teori Motivasi Kepuasan
Teori ini berdasarkan pada factor-faktor kebutuhan dan kepuasan individu yang membuat mereka melakukan aktivitasnya, jadi mengacu kepada diri seseorang. Teori ini mencoba mencari tahu kebutuhan apa yang dapat memuaskkan dan mendorong semangat kerja seseorang. Semakin tinggi standar kebutuhan dan kepuasan yang diinginkan, akan semakin giat pula seseorang bekerja.
Teori ini menekankan arti pentingnya pemahaman factor-faktor yang ada didalam individu yang menyebabkan mereka bertingkah laku tertentu. Kebutuhan tertentu yang mereka rasakan akan menetukan tindakan yang mereka lakukan, yaitu para individu akan bertindak untuk memuaskan kebutuhan mereka.
Termasuk dalam teori kepuasan ini ada 4 (empat) teori penting yang perlu diperhatikan, yaitu :
  • Teori Motivasi Taylor
Menurut teori ini, motivasi bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan biologis, yaitu mempertahankan kelangsungan hidup saja.
  • Teori Kebutuhan Berprestasi dari McClelland (McClelland’s Achievement Motivation Theory)
Teori McClelland atau biasa disebut sebagai Teori Kebutuhan Berprestasi dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Achievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi.
Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi (2001: 69-93), merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan. Hal ini dikatakan :
“Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atai mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuatu kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai perfprma puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.”
Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga cirri umum, yaitu : (1) sebuah prefensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; (2) menyukai situasi-situasi dimana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena factor-faktor lain seperti kemujuran; (3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka.
McClelland dalam teorinya menyatakan bahwa banyak kebutuhan diperoleh dari kebudayaan. Terdapat 3 kebutuhan dari teori ini, yaitu :
  1. Kebutuhan akan prestasi (need for achievement, n-ach)
  2. 2.      Kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation, n-aff)
  3. Kebutuhan akan kekuasaan (need for power, n-pow)
Menurut Achievement Motivation Theory, seseorang akan memiliki motivasi yang tinggi dalam melakukan suatu aktivitas apabila kativitas tersebut menuntut tantangan intelektual dengan tingkat kesukaran yang dapat diatasi melalui usaha keras. Demikian juga halnya motivasi mahasiswa dalam meningkatkan aktivitas belajarnya. Apabila mahasiswa mempersepsikan bahwa ia tidak memiliki kemapuan untuk belajar dengan baik, maka hal ini menjadi factor penghambat bagi dirinya untuk termotivasi.
Menurut Exectancy Theory of Motivation, seseorang akan termotivasi perilakunya apabila ia mempunyai keyakian bahwa ia akan mampu melakukan tugas dan keberhasilannya menyelesaikan tugas tersebut memberikan suatu yang bermakna bagi dirinya.
Karena itu, menurut Edwards dan Atkinson, maka seorang mahasiswa akan terdorong meningkatkan belajarnya apabila ia memiliki keyakinan bahwa ia mampu melaksanakan kegaitan pembelajaran dnegan baik, dan ia melihat bahwa keberhasilan dalam prestasi akademiknya memberikan arti atau makna penting bagi dirinya, entah itu makna yang berkaitan dengan materi, sosial, maupun psikologis.
Dari teori ini dapat disimpulakn bahwa apabila kebutuhan seseorang sangat mendesak, maka kebutuhan itu akan memotivasi seseorang untuk berusaha keras memenuhinya.
  • Teori Dua-Faktor dari Herzberg (Herzberg Two-Factor Theory)
Dua factor ini dinamakan factor yang membuat orang tidak puas dan factor yang membuat orang merasa puas (dissatifiers-satisfiers) atau factor yangmembuat orang merasa sehat dan factor yang memotivasi orang (hygiene-motivation) atau ekstrinsik dan intrinsic (extrinsic-intrinsic).
Teori ini diuji dengan melibatkan sekelompok orang yang terdiri dari 200 orang akuntan dan ahli mesin.
  1. 2.      Teori Motivasi Proses
Teori ini adalah merupakan teori yang digunakan untuk menjawab pertanyaan bagaimana menguatkan (energize) mengarahkan (direct), memelihara (maintain) dan mengentikan (stop) perilaku individu. Dalam teori proses ini terdapat 4 teori penting, yaitu :
  1. a.      Teori Harapan (Expectancy Theory)
Teori harapan dipelopori oleh Victor H. Vroom, dalam bukuny yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.
Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseoeang menginginkan sesuatau dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.
Dikalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya manusia teori harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannya itu.
Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukan bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehnya.
  1. b.      Teori Keadilan
Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan yang dapat terjadi, yaitu :
  • Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau
  • Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggungjawabnya.
Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat hal sebagai pembanding, yaitu :
  1. Harapannya tentang jumlah imnalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaaan dan pengalamannya;
  2. Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaannya relative sama dengan yang bersangkutan sendiri;
  3. Imbalan yang diterima oleh pegawai lain diorganisasi lain dikawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis;
  4. Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang merupakan hak para pegawai.
Pemeliharaan hubungan dengan pegawai dalam kaitan ini berarti bahwa para pejabat dan petugas dibagian kepegawaian harus selalu waspada jangan sampai persepsi ketidak adilan timbul apalagi meluas dikalangan para pegawai.
Apabila sampai terjadi maka akan timbul berbagai dampak negative bagi organisasi, seperti ketidak puasan, tingkat kemangkiran yang tinggi, sering terjadinya kecelakaan dalam penyelesaian tugas, seringnya para pegawai berbuat kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan masing-masing, pemogokan atau bahkan perpindahan pegawai ke organisasi yang lain.
  1. c.       Teori Edwin Locke tentang Penetapan Tujuan (Edwin Lock’s Goal Setting Theory)
Teori penetapan tujuan (goal setting theory) dicetuskan oleh Edwin Locke. Ia mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni : (a) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian; (b) tujuan-tujuan mengatur upaya; (c) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan (d) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan.
  1. d.      Teori Disonans Kognitif (Cognitive Dissonance Theory)
Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas dimuka dapat digolongkan sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan pada kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan berarti sifatnya sangat subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh persepsi tersebut.
Padahal dalam kehidupan organisasional disadari dan diakui bahwa kehendak seseorang ditentukan pula oleh berbagai konsekuensi eksternal dari perilaku dan tindakannya. Artinya, dari berbagai factor diluar diri seseorang turut berperan sebagai penentu dan pengubah perilaku.
Dalam hal ini berlakulah apa yang dikenal dengan “hukup pengaruh” yang menyatakan bahwa manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai konsekuensi yang menguntungkan dirinya dan menggelakkan perilaku yang mengakibatkan perilaku yang mengakibatkan timbul konsekuensi yang merugikan.
Contoh yang sangat sederhana ialah seorang juru ketik yang mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik dalam waktu singkat. Juru ketik tersebut mendapat pujian dari atasannya. Pujian tersebut berakibat pada kenaikan gaji ayng dipercepat. Karena juru ketik tersebut menyenangi konsekuensi perilakunya itu, ia lalu terdorong bukan hanya bekerja lebih tekun dan lebih teliti, akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan keterampilannya, misalnya denganbelajar menggunakan computer sehingga kemampuannya semakin bertambah, yang pada gilirannya diharapkan mempunyai konsekuensi positif lagi dikemudian hari.
Contoh sebaliknya ialah seorang pegawai yang datang terlambat berulangkali mendapatkan teguran dari atasannya, mungkin disertai ancaman akan dikenakan sanksi indisipliner. Teguran dan kemungkinan dikenakan sanksi sebagai konsekuensi negative perilaku pegawai tersebut berakibat pada modifikasi perilakunya, yaitu datang tepat pada waktunya ditempat tugas. Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk modifikasi perilaku tetapi memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan “gaya” yang manusiawi pula.
  1. 3.      Teori Perilaku (reinforcement theory)
Teori perilaku biasa disebut dengan nama Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG”). Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG”. Akronim “ERG” dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu :
E = Existence (kebutuhan akan eksistensi),
R = Relatedness (kebutuhan untuk berhubungan dengan pihak lain), dan
G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan)
Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting. Pertama, secara konseptual dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan hirarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; “Relatedness” senada dengan hirarki, kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung makna sama dengan “self actualization”
Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasanny secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa :
  1. Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya;
  2. Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan;
  3. Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang lebih mendasar.
Tampaknya pandangan ini, hemat penulis, didasarkan kepada sifat pragmatism oleh manusia. Artinya, karena menyadari keterbatasannya seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya.
Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi yang sempurna, dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, para ilmuwan terus menerus berusaha mencari dan menemukan system motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung berbagai kelebihan model-model tersebut menjadi satu model. Tampaknya terdapat kesepakatan dikalangan para pakar bahwa model tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori yang mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang individu.
Menurut model ini, motivasi seorang individu sangat dipengauhi oleh berbagai factor, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada factor internal adalah : (a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri; (b) harga diri; (c) harapan pribadi; (d) kebutuhan; (e) keinginan; (f) kepuasan kerja; (g) prestasi kerja yang dihasilkan.
Sedangkan factor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah : (a) jenis dan sifat pekerjaan; (b) kelompok kerja dimana seseorang bergabung; (c) organisasi tempat bekerja; (d) situasi lingkungan pada umumnya; (e)_ system imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.

No comments:

Post a Comment

7 KERANCUAN DALAM BERPIKIR

Menurut Jalaluddin Rakhmat (200 5 ) ada 7 kerancuan dalam berpikir : Fallacy of dramatic instance (kecenderungan untuk melak...