BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Semua bangsa berusaha keras untuk melestarikan warisan pemikiran dan
nilai-nilai kebudayaannya. Tak terkecuali umat islam, mereka sangat
memperhatikan kelestarian risalah Muhammad yang memuliakan semua umat manusia.
Itu disebabkan risalah Muhammad bukan sekedar risalah ilmu dan pembaharuan yang
hanya mendapat perhatian sepanjang akal menerimanya. Tetapi, di atas itu semua,
ia merupakan agama yang melekat pada akal dan terpatri dalam hati.
Orang yang membaca Al-Qr’an Al-Karim akan melihat bahwa ayat-ayat
makkiyah mengandung karakteristik yang tidak ada dalam ayat-ayat madaniyyah,
baik dalam irama maupun maknanya begitupun sebaliknya; sekalipun yang kedua ini
didasarkan pada yang pertama dalam hukum-hukum dan perundang-undangannya.
Abdul Qasim Al-Hasan bin Muhammad bin Habib An-Naisaburi menyebutkan
dalam kitabnya At-Tanbih ‘Ala Fadhli ‘Ulum Al-Qur’an “Di antara
ilmu-ilmu Al-Qur’an yang paling utama adalah ilmu tentang nuzulul Al-Qur’an dan
wilayahnya, urutan turunnya di makkah dan madinah, tentang hukumnya yang
diturunkan di makkah tetapi mengandung hukum madani dan sebaliknya, serupa
dengan yang diturunkan di makkah, tetapi pada dasarnya termasuk madani dan
sebaliknya. Juga tentang yang diturunkan di Juhfah, Baitul Maqdis, Tha’if
atau Hudaibiyah. Demikian juga tentang yang diturunkan di waktu maalm, di waktu
siang, diturunkan secara bersama-sama. Atau ayat–ayat Madaniyyah dalam
surat-surat Makkiyyah dan sebaliknya. Itu semua adaa 25 macam. Orang yang tidak
mengetahuinya dan tidak dapat membeda-bedakannya, ia tidak berhak berbicara
tentang Al-Qur’an. ”
Bagitu pentingnya arti pengelompokan yang diutarakan Al-Qosim tentang
permasalahan tentang ilmu Al-Qur’an yang terdapat dalam bukunya yang berjudul
Dirasah fi ‘ulum Al-Qur’an. Pada umumnya, para pakar ‘ulum Al-Qur’an membahas
permasalahan ini dalam suatu maudhu’ yang lazim disebut makkiyyah dan
madaniyyah. Bila tidak menguasainya, banyak faedah yang tidak dapat dipetik,
dan yang hendak mengetahui Al-Qur’an tanpa memahami ayat-ayat makkiyah dan apa
itu ayat-ayat madaniyyah, bisa-bisa terjebak ke dalam kesalahan yang
fatal.
B. Rumusan masalah
1.
Apa
Pengertian Makkiyah dan Madaniyah ?
2.
Bagaimana
Sejarah Perkembangan Makkiyah dan Madaniyah ?
3.
Bagaimana
Perkembangan Makkiyah dan Madaniyah ?
4.
Sebutkan
Beberapa Contoh dari Ayat Makkiyah dan Madaniyah ?
5.
Apa
Fungsi Memahami Ilmu Makkiyah dan Madaniyah ?
6.
Apa
Saja Ayat yang Diturunkan di Luar Kota Makah dan Madinah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Makkiyah dan
Madaniyah
Para sarjana muslim mengemukakan empat perspektif dalam mendefinisikan
terminologi makkiyah dan madaniyah. Keempat perspektif itu adalah :
1.
Masa
turun
(zaman an-nuzul)
2.
Tempat
turun
(makan an-nuzul)
3.
Objek pembicaraan
(mukhathab)
4.
Tema pemmbicaraan (maudu’)
1. Dari perspektif masa turun, mereka mendefinisikan kedua terminologi di atas sebagai berikut :
اَلْمَكِيُ : مَا
نَزَلَ قَبْلَ اْلهِجْرَةِ وَاِنْ كَانَ بِغَيْرِ مَكَةَ.
وَ المدَنِيُ :
مَا نَزَلَ بَعْدَ الِهجْرَةِ وَاِنْ كَانَ بِغَيْرِ مَدِيْنَةَ.
فَمَا نَزَلَ
بَعْدَ الهِجْرَةِ وَلَوْ بِمَكَةَ أَوْ عَرَفَةَ مَدَنِيُ.
Artinya :
“Makkiyyah ialah ayat-ayat yang turun sebelum
rasulullah hijrah ke madinah, kendatipun bukan turun di mekah, sedangkan
madaniyyah adalah ayat-ayat yang turun sesudah rasulullah hijrah ke madinah, kendatipun
bukan turun di madinah. Ayat-ayat yang turun setelah peristiwa hijrah disebut
madaniyyah walaupun turun di mekah atau di arafah.”
Dengan demikian, surat an-nisa’ [4]: 58 termasuk kategori madaniyyah kendatipun
diturunkan di mekah, yaitu pada peristiwa terbukanya kota mekah (fath makkah).
Begitu pula, surat al-maidah [5]: 3 termasuk kategori madaniyyah kendatipun
tidak diturunkan di madinah karena ayat itu diturunkan pada peristiwa haji
wada’.
2. Dari perspektif tempat turun, mereka mendefinisikan kedua terminologi di atas sebagai berikut :
مَا نَزَلَ
: بِمَكَةَ وَمَا جَا وَرَهَا كَمِنَى وَ عَرَفَةَ وَحُدَيْبِيَةَ.
وَالمدَنِيُ :
مَا نَزَلَ بِالمدِيْنَةِ وَمَا جَا وَرَهَا كَأُحُدٍ وَقُبَاءَ وَسُلْعَ.
Artinya :
“Makkiyah adalah ayat-ayat
yang turun di mekah dan sekitarnya seperti mina, arafah, dan hudaibiyyah,
sedangkan madaniyyah adalah ayat-ayat yang turun di madinah dan sekitarnya,
seperti Uhud, Quba’ dan Sul’a”
Terdapat celah kelemahan
dari pendefnisian di atas sebab terdapat ayat-ayat tertentu, yang tidak di
turunkan di Makkah dan di Madinah dan sekitarnya.
Misalnya surat At-Taubah [9]: 42 diturunkan di Tabuk, surat Az-Zukhruf [43]: 45 diturunkan
di tengah perjalanan antara Makkah dan Madinah. Kedua ayat tersebut, jika melihat
definisi kedua, tidak dapat dikategorikan ke dalam Makkiyyah dan Madaniyyah.
3. Dari objek pembicaraan, mereka mendefinisikan kedua terminologi di atas sebagai berikut :
اَلْمَكِيُ :
مَاكَانَ خِطَابًا لِأَهْلِ مَكَةَ . وَالمدَنِيُ : مَاكَانَ خِطَابًا لِأَهْلِ
المدِيْنَةِ.
Artinya :
“Makkiyah adalah ayat-ayat
yang menjadi khitab bagi orang-orang Makkah. Sedangkan Madaniyyah adalah ayat-ayat
yang menjadi khitab bagi orang-orang Madinah”
Pendefinisian diatas dirumuskan
para sarjana muslim berdasarkan asumsi bahwa kebanyakan ayat al-qur’an dimulai
dengan ungkapan “ya ayyuhan naas” yang menjadi kriteria Makkiyah, dan
ungkapan “ya ayyuha al-ladziina” yang menjadi kriteria Madaniyyah.
Namun, tidak selamanya asumsi ini benar. Surat Al-Baqarah [2], misalnya,
termasuk kategori Madaniyyah, padahal di dalamnya terdapat salah satu ayat,
yaitu ayat 21 dan ayat 168, yang dimulai dengan ungkapan “ya ayyuhan naas”.
Lagi pula, banyak ayat al-quran yang tidak dimulai dengan 2 ungkapan di atas.
4. Dari tema pembicaraan, mereka akan mendefinisikan kedua terminologi lebih terinci.
Kendatipun mengunggulkan pendefinisian Makkiyyah dan Madaniyyah dari perspektif masa turun, subhi shahih melihat
komponen-komponen serupa dalam tiga pendefinisian. Pada ketiga versi itu
terkandung komponen masa tempat dan orang. Bukti lebih lanjut dari tesis
shahih di atas bisa dilihat dalam kasus surat Al-Mumtahanah [60]. Bila dilihat
dari perspektif tempat turun, surat ini termasuk Madaniyyah karena diturunkan
sesudah peristiwa hijrah. Akan tetapi, dalam perspektif objek pembicaraan,
surat itu termasuk Makkiyah karena menjadi khitab bagi orang-orang mekah. Oleh karena itu,
para sarjana muslim memasukkan surat itu kedalam “ma nuzila bi al Madinah wa
hukmuhu Makki ” (ayat-ayat yang di turunkan di Madinah, sedangkan hukumnya
termasuk ayat-ayat yang diturunkan di Mekah).
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa Makkiyyah
adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan kepada Rasulullah SWT sebelum hijrah
ke Madinah, walaupun ayat tersebut turun di sekitar / bukan di kota Makkah,
yang pembicaraannya lebih ditujukan untuk penduduk Makkah.
Sedangkan Madaniyyah adalah ayat-ayat Al-Qur’an
yang diturunkan di Madinah dan sekitarnya walaupun turunnya di Makkah, dan pembicaraannya
lebih ditujukan untuk penduduk Madinah.
B. Sejarah Perkembangan
Maakkiyah dan Madaniyyah
Dikalangan ulama terdapat beberapa pendapat tentang dasar atau kriteria
yang dipakai untuk menentukan Makkiyyah dan Madaniyyah suatu surat atau ayat.
Sebagian ulama menetapkan lokasi turunnya ayat-ayat atau surat sebagai
dasar penentuan Makkiyyah dan Madaniyyah, sehingga mereka membuat definisi
Makkiyyah dan Madaniyyah sebagai berikut:
Yang diartikan sebagi
berikut: “Makiyah ialah yang diturunkan dimakkah sekalipun turunnya sesudah
hijrah, madaniyah ialah yang diturunkan di madinah”
Agak sulit memang melacak dan mengidentifikasi secara pasti ayat-ayat
Makkiyyah dan Madaniyyah karena urutan tata tertib ayat tidak mengikuti
kronologi waktu turunnya ayat tetapi berdasarkan petunjuk nabi. Lagi pula pada
mushaf usmani yang menjadi acuan sejak semula disusun mengikuti petunjuk nabi.
Koleksi mushaf para sahabat
yang diantaranya ada yang ditulis berdasarkan turunnya ayat, semuanya sudah
dibakar setelah tim penyusun al-Quran yang dibentuk Usman bin Affan
menyelesaikan tugasnya. Jadi pembakaran mushaf tersebut bisa juga berarti
sebagai kerugian intelektual, karena dengan demikian menjadi sulit melacak
kronologi ayat berdasarkan waktu turunnya.
C. Perbedaan Makkiyah dan
Madaniyyah
1. Ciri-ciri khusus surat makkiyah
a. Mengandung
ayat sajdah (Al-A’raf : 206, A-Nahl :
149, An-Nahl : 50, Al-Isra’ : 107, Al-Isra’ : 108, Al-isra’ : 109, Maryam : 85,
Al-Furqan : 60.)
b. Terdapat lafal
kalla sebagian besar ayatnya (Al-Humazah : 4)
كلا لينبذن فى الحطمة
c. Terdapat
seruan dengan ya ayyuhannasu contonhya dalam surat Yunus : 57,
يايهاالناس قدجاءتكم موعظة من ربكم وشفاءلما فى الصدور
وهدى ورحمة للمؤمنين
d. Mengandung
kisah nabi-nabi dan umat-umat yang telah lalu, kecuali surat Al-Baqarah (surat
Al-A’raaf : kisah Nabi Adam dengan iblis, kisah Nabi Nuh dan kaumnya, kisah
Nabi Shalih dan kaumnya, kisah Nabi Syu’aib dan kaumnya, kisah Nabi Musa dan
Firaun).
e. Terdapat kisah
adam dan iblis.
Contohnya dalam surat Al-A’raf : 11 yang artinya
: “sesungguhnya kami telah menciptakan kamu (adam), lalu kami bentuk tubuhmu,
kemudian kami katakana kepada malaikat : bersujudlah kamu kepada adam. Maka merekapun bersujud
kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud.”
f. Setiap suratnya terdapat Sujud Tilawah, sebagian
ayat-ayatnya.
g. Semua atau sebagian suratnya diawali huruf
tahajji seperti Qaf (ق (, Nun ( ن ), Kha Mim ( حم
) contonya (ص)
dalam surat Shaad : 1
h. Ayat-ayatnya dimulai dengan huruf
terpotong-potong (al-ahraf al-muqatha’ah atau fawaatihussuwar),
seperti “الم (surat
Ar-Rum :1), الر (surat
Hud :1),هم “, kecuali Q.S
Al-Baqoroh dan Ali ‘Imron.
2. Ciri-ciri surat makkiyah yang aghlaniyah (umum)
a. Ayat-ayatnya
pendek, surat-suratnya pendek (An-Nass 6 ayat, Al-Ikhlas 4 ayat, Al-Falaq 5 ayat, Al-Lahab 5 ayat), nada perkataannya keras dan agak bersajak (surat Al-Ashr).
والعصر.
ان الانسن لفى خسر.
الا الذين ءامنوا وعملواالصلحت وتواصوا بالحق وتواصوا
بالصبر.
b. Mengandung
seruan pokok-pokok iman kepada Allah, hari akhir dan menggambarkan keadaan surga dan neraka.
c. Menyeru
manusia berperagai mulia dan berjalan lempang di atas jalan kebajikan (An-Nahl, = akhlak-akhlak
baik)
d. Mendebat
orang-orang musyrik dan menerangkan kesalahan-kesalahan pendirian mereka (surat Al-Kahfi ayat
102-108)
e. Banyak
terdapat lafadz sumpah. (surat Al-Anbiyaa’ : 57)
وتا الله لاكيدن اصتمكم بعد ان تولوا مدبرين
3. Ciri-ciri khusus surat madaniyyah
a.
Di dalamnya ada izin berperang atau ada
penerangan tentang hal perang dan penjelasan tentang hukum-hukumnya. (QS. Al-Ahzab = tentang
perang ahzab / khandaq).
b.
Di dalamnya terdapat penjelasan bagi
hukuman-hukuman tindak pidana, fara’id, hak-hak perdata, peraturan-peraturan
yang bersangkut paut dengan bidang keperdataan, kemasyarakatan dan kenegaraan. (QS. An-Nur = tentang
hukum-hukum sekitar masalah zina, li’an, adab-adab pergaulan di luar dan di
dalam rumah tangga. QS. Al-Ahzab = tentang hukum zihar, faraid)
c.
Di dalamnya tersebut tentang orang-orang munafik (surat An-Nur ayat 47-53
tentang perbedaan sikap orang-orang munafik dengan sikap orang-orang muslim
dalam bertakhim kepada Rasul)
d.
Di dalamnya didebat para ahli kitab dan mereka
diajak tidak berlebih-lebihan dalam beragama, seperti terdapat dalam surat
Al-Baqarah, An-Nisa’, Ali Imran, At-Taubah dan lain-lain.
4. Ciri-ciri surat madaniyyah yang aghlaniyah (umum)
a.
Suratnya panjang-panjang, sebagian ayatnya pun
panjang serta jelas menerangkan hukum (QS. Al-Baqarah surat dan ayatnya panjang, dan didalamnya terdapat hukum
haji dan umrah, hukum qishas, hukum merubah kitab-kitab Allah, hukum haid,
iddah, hukum bersumpah, hukum arak dan judi)
b.
Menjelaskan keterangan-keterangan dan dalil-dalil
yang menunjukkan kepada hakikat-hakikat keagamaan.
D.
Beberapa
Contoh Ayat Makkiyah dan Madaniyah
Diantaranya :
1
|
Al-‘Alaq
|
47
|
An-Naml
|
2
|
Al-Qolam
|
48
|
Al-Qoshash
|
3
|
Al-Muzzammil
|
49
|
Al-Isro’
|
4
|
Al-Muddatstsir
|
50
|
Yunus
|
5
|
Al-Fatihah
|
51
|
Hud
|
6
|
Al-Lahab
|
52
|
Yusuf
|
7
|
At-Takwir
|
53
|
Al-Hir
|
8
|
Al-A’la
|
54
|
Al-An’am
|
9
|
Al-Lail
|
55
|
Ash-Shaffat
|
10
|
Al-Fajr
|
56
|
Luqman
|
11
|
Ad-Dhuha
|
57
|
Saba’
|
12
|
Al-Insyiroh
|
58
|
Az-Zumar
|
13
|
Al-Ashr
|
59
|
Ghofir
|
14
|
Al-Adiyat
|
60
|
Fushshilat
|
15
|
Al-Kautsar
|
61
|
Asy-Syura
|
16
|
At-takatsur
|
62
|
Az-Zukhruf
|
17
|
Al-Ma’un
|
63
|
Ad-Dukhan
|
18
|
Al-Kafirun
|
64
|
Al-Jatsiah
|
19
|
Al-Fiil
|
65
|
Al-Ahqof
|
20
|
Al-Falaq
|
66
|
Al-Adzariyat
|
21
|
An-Nas
|
67
|
Al-Ghosiyah
|
22
|
Al-Ikhlas
|
68
|
Al-Kahfi
|
23
|
An-Najm
|
69
|
An-Nahl
|
24
|
‘Abasa
|
70
|
Nuh
|
25
|
Al-Qodar
|
71
|
Ibrahim
|
26
|
Asy-Syams
|
72
|
Al-Anbiya’
|
27
|
Al-Buruj
|
73
|
Al-Mu’minun
|
28
|
At-Tiin
|
74
|
As-Sajadah
|
29
|
Al-Quroisy
|
75
|
At-Thur
|
30
|
Al-Qori’ah
|
76
|
Al-Mulk
|
31
|
Al-Qiyamah
|
77
|
Al-Haqqoh
|
32
|
Al-Humazah
|
78
|
Al-Ma’arij
|
33
|
Al-Mursalat
|
79
|
An-Naba’
|
34
|
Qaf
|
80
|
An-Nazi’at
|
35
|
At-Thoriq
|
81
|
Al-Balad
|
36
|
Al-Qomar
|
82
|
Al-Infithor
|
37
|
Shad
|
83
|
Al-Insyiqoq
|
38
|
Al-A’rof
|
84
|
Ar-Rum
|
39
|
Jinn
|
85
|
Al-Ankabut
|
40
|
Yasin
|
86
|
Al-Muthoffifin
|
41
|
Al-Furqon
|
87
|
Al-Zalzalah
|
42
|
Fathir
|
88
|
Ar-Rod
|
43
|
Maryam
|
89
|
Ar-Rohman
|
44
|
Thoha
|
90
|
Al-Insan
|
45
|
Al-Waqiah
|
91
|
Al-Bayyinah
|
46
|
Asy-Syu’ara
|
|
|
Diantaranya :
1
|
Al-Baqoroh
|
13
|
Ali-Imron
|
2
|
Al-Anfal
|
14
|
Al-Ahzab
|
3
|
Al-Mumtahanah
|
15
|
Al-Hujurat
|
4
|
An-Nisa’
|
16
|
At-Tahrim
|
5
|
Al-Hadid
|
17
|
At-Taghabun
|
6
|
Al-Qital
|
18
|
As-Shaf
|
7
|
At-Tholaq
|
19
|
Al-Jumuah
|
8
|
Al-Hasr
|
20
|
Al-Fath
|
9
|
An-Nur
|
21
|
Al-Maidah
|
10
|
Al-Hajj
|
22
|
At-Taubah
|
11
|
Al-Munafiqun
|
23
|
An-Nashr
|
12
|
Al-Mujadilah
|
|
|
E.
Fungsi
Memahami Ilmu Makkiyah dan Madaniyah
An-Naisaburi dalam kitabnya At-Tanbih ‘ala Fadhl Ulum Al-Quran,
memandang subjek makkiyah dan madaniyyah sebagai ilmu Al-Quran yang paling
utama. Sementara itu , Manna’ Al-Qaththan mencoba lebih jauh lagi dalam
mendeskripsikan urgensi mengetahui makkiyah dan madaniyyah sebagai berikut.
1.
Membantu
dalam menafsirkan Al-qur’an
Pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa di seputar turunnya Al-Qur’an
tentu sangat membantu dalam memahami dan menafsirkan ayat-ayat Al-Quran,
kendatipun ada teori yang mengatakan bahwa yang harus menjadi patokan adalah
keumuman redaksi ayat dan bukan kehususan sebabin. Dengan mengetahui kronologis
Al-Quran pula, seorang mufassir dapat memecahkan makna kontradiktif dalam dua
ayat yang berbeda, yaitu dengan pemecahan konsep nasikh-mansukh yang
hanya bisa diketahui melalui kronologi Al-Quran.
2.
Pedoman
bagi langkah-langkah dakwah
Setiap kondisi tentu saja memerlukan ungkapan-ungkapan yang relevan.
Ungkapan-ungkapan dan intonasi berbeda yang digunakan ayat-ayat makkiyah dan
ayat-ayat madaniyyah memberikan informasi metodologi bagi cara-cara
menyampaikan dakwah agar relevan dengan orang yang diserunya. Oleh karena itu,
dakwah Islam berhasil mengetuk hati dan menyembuhkan segala penyakit rohani
orang-orang yang diserunya. Di samping itu, setiap langkah-langkah dakwah
memiliki objek kajian dan metode-metode tertentu, seiring dengan perbedaan
kondisi sosio-kultural manusia. Periodisasi makkiyah dan madaniyyah telah
memberikan contoh untuk itu.
3.
Memberi
informasi tentang sirah kenabian
Penahapan turunnya wahyu seiring dengan perjalanan dakwah nabi, baik di
mekah atau di madinah, dimulai sejak diturunkannya wahyu pertama sampai
diturunkannya wahyu terakhir. Al-Quran adalah rujukan otentik bagi perjalanan
dakwah nabi itu. Informasinya tidak bisa diragukan lagi.
Mengetahui sejarah hidup nabi melalui ayat-ayat Al-Quran, sebab turunnya
wahyu kepada Rasulullah sejalan dengan sejarah dakwah dan segala peristiwa yang
menyertainya, baik pada periode makkah maupun periode madinah, sejak turun
iqra’ sampai ayat yang terakhir diturunkan. Al-Quran adalah sumber pokok bagi
hidup Rasulullah. Pola hidup beliau harus sesuai dengan Al-Quran dan Al-Quran
pun memberikan kata putus terhadap perbedaan riwayat yang mereka riwayatkan.
Selain itu juga pengetahuan
tentang makkiyah dan madaniyah banyak membawa hikmah dan faedah serta kagunaan
yang bermacam-macam, antara lain sebagai berikut:
1. Mudah diketahui mana ayat-ayat yang turun lebih
dahulu dan mana ayat yang turun belakangan dari kitab suci Al-Quran
2. Mudah diketahui mana ayat-ayat Al-Quran yang
hukum bacaannya telah dinaskh (dihapus dan diganti) dan mana ayat-ayat yang
menasakhkannya, khususnya bila ada dua ayat yang menerangkan hukum sesuatu
masalah, tetapi ketetapan hukumnya bertentangan yang satu dari yang lain.
3. Mengetahui dan mengerti sejarah pensyariatan
hukum-hukum Islam (Taarikhut Tasyri’) yang amat bijaksana dalam menetapkan
peraturan-peraturan.
4. Mengetahui hikmah disyariatkannya suatu hukum.
5. Mengetahui perbedaan dan tahap-tahap dakwah
Islamiah.
6. Mengetahui perbedaan ushlub-ushlub (bentuk-bentuk
bahasa) Al-Quran yang dalam surat-surat makkiyah berbeda dengan yang ada dalam
surat madaniyah.
F.
Ayat-ayat
Al-qur’an Diturunkan Di Luar Kota Makkah dan Madinah
1. Ayat yang di bawa dari makkah ke madinah
Contohnya ialah surat Al-A’la. HR.
Al-Bukhari dari Al-Bara’ bin Azib yang mengatakan, “orang yang pertama kali
datang kepada kami di kalangan sahabat Nabi adalah Mush’ab bin Umair dan Ibnu
Ummi Maktum keduanya membacakan Al-Quran kepada kami. Sesudah itu datanglah
Ammar, Bilal dan Sa’ad. Kemudian datang pula Umar Bin Khattab sebagai orang
yang kedua puluh. Baru setelah itu datanglah Nabi. Aku melihat penduduk Madinah
bergembira setelah aku membaca sabbihismarabbikal a’la dari antara surat
yang semisal dengannya.”
Pengertian ini cocok dengan Al-quran yang dibawa oleh golongan muhajirin,
lalu mereka ajarkan kepada kaum anshar.
2. Ayat yang di bawa dari madinah ke makkah
Contohnya dari awal surat Baqarah, yaitu
ketika Rasulullah SAW memerintahkan kepada Abu Bakar untuk pergi haji pada
tahun ke Sembilan. Ketika awal surat Baqarah turun, Rasulullah memerintahkan
kepada Ali bin Abi Thalib untuk membawa surat tersebut kepada Abu Bakar, agar
ia sampaikan kepada kaum musyrikin, maka Abu Bakar pun membacakannya kepada
mereka dan mengumumkan bahwa tahun ini tidak ada oseorang musyrik pun yang
boleh berhaji.
3. Ayat yang turun di waktu dalam perjalanan
Mayoritas ayat-ayat dan surat-surat
Al-Quran turun pada saat Nabi dalam keadaan menetap. Akan tetapi, karena
kehidupan Rasulullah tidak pernah lepas dari jihad dan peperangan di jalan
Allah, maka wahyu pun turun juga dalam perjalanan tersebut. Imam As-Suyuthi
menyebutkan awal surat Al-Anfal yang turun di Badar setelah selesai perang, sebagaimana
yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Sa’ad bin Abi Waqqash.
Sedangkan ayatnya adalah sebagai berikut
والذين يكنزون الذهب والفضة ولا ينفقونها فى سبيل الله
Diriwayatkan Ahmad dari
Tsauban, bahwa ayat tersebut turun ketika Rasulullah dalam salah satu
perjalanan.
Juga awal surat Al-Hajj.
At-Tirmidzi dan Al-Haakim meriwayatkan dari Imran bin Hushain yang menyatakan
“ketika turun kepada Nabi ayat ‘wahai manusia, bertakwalah kepada tuhanmu,
sesungguhnya goncangan Hari Kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar
… sampai dengan .. tetapi adzab Allah sangat kerasnya’ beliau sedang
berada dalam perjalanan.”
Begitu juga surat Al-Fath.
Al-Hakim dan yang lain meriwayatkan, dari Al-Miswar bin Makhramah dan Marwan
bin Al-Hakam, keduanya berkata “surat Al-Fath dari awal sampai akhir turun di
antara kota makkah dan madinah berkaitan dengan masalah perdamaian Hudaibiyah.”
Sebagian dari ayat Al-Quran
tidak hanya turun di kota makkah dan sekitarnya dan tidak pula di madinah dan
sekitarnya, seperti firman Allah dalam surat At-Taubah ayat 42 dan pada surat
Az-Zukhruf ayat 45. Yang kedua ayat tersebut tidak turun di kota makkah dan
sekitarnya dan tidak pula di kota madinah dan sekitarnya.
Menurut Ibnu Katsir bahwa
surat At-Taubah ayat 42 turun di tabuk, dan surat Az-Zukhruf ayat 45 diturunkan
di abitul maqdis pada malam Isra’.
4. Ayat yang turun di Kota Arofah pada haji wada’
Surat Al-Baqarah ayat : 281
وَاتَقُوا يَوْمًا تُرْجَعُوْنَ فِيْهِ اِلَى اللهِ ثُم
تُوَفى َكُلُ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ
“Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada
waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. kemudian masing-masing diri
diberi Balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang
mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).”
5. Ayat yang turun di Kota Mina pada haji wada’
حرمت عليكم الميتة والدم و لحم الخنزير وما أهل لغير
الله به والمنخنقة والموقوذة والمتردية والنطيحة وما أ كل السبع إلاماذكيتم وماذبح
على النصب وأن تستقسموا بالأزلم ذالكم فسق اليوم يئس الذين كفروا من دينكم
فلا تخشوهم واشون اليم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتى ورضيت لكم الإسلم دينا
فمن اضطر فى مخمصة غير متجانف لإثم فإن الله غفوررحيم
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan)
yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang
jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu
menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan
(diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak
panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa
untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan
takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan
telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama
bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa,
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
BAB III
SIMPULAN
A.
Simpulan
Makkiyyah adalah ayat-ayat
Al-Qur’an yang diturunkan kepada Rasulullah SWT sebelum hijrah ke Madinah,
walaupun ayat tersebut turun di sekitar / bukan di kota Makkah, yang
pembicaraannya lebih ditujukan untuk penduduk Makkah. Sedangkan Madaniyyah adalah ayat-ayat Al-Qur’an
yang diturunkan di Madinah dan sekitarnya walaupun turunnya di Makkah, dan
pembicaraannya lebih ditujukan untuk penduduk Madinah.
Agak sulit memang melacak dan mengidentifikasi secara pasti ayat-ayat
Makkiyyah dan Madaniyyah karena urutan tata tertib ayat tidak mengikuti
kronologi waktu turunnya ayat tetapi berdasarkan petunjuk nabi. Lagi pula pada
mushaf usmani yang menjadi acuan sejak semula disusun mengikuti petunjuk nabi.
Koleksi mushaf para sahabat yang diantaranya ada yang ditulis berdasarkan
turunnya ayat, semuanya sudah dibakar setelah tim penyusun al-Quran yang
dibentuk Usman bin Affan menyelesaikan tugasnya. Jadi pembakaran mushaf
tersebut bisa juga berarti sebagai kerugian intelektual, karena dengan demikian
menjadi sulit melacak kronologi ayat berdasarkan waktu turunnya.
Sedangkan untuk membedakan
antara ayat makkiyah dan ayat madaniyah terdapat Ciri-ciri
khusus surat makkiyah, Ciri-ciri surat makkiyah yang aghlaniyah (umum), Ciri-ciri khusus surat madaniyyah, Ciri-ciri
surat madaniyyah yang aghlaniyah (umum).
Begitupun juga dengan contoh
suratnya, diantaranya: surat Makkiyah (Al-Alaq, At-Tin, Al-Balad, Al-Qoriah,
Al-Adiyat, dan lain sebagainya), sedangkan surat Madaniyah (An-Nash,
Al-Baqoroh, Al-Anfal, Ali-Imron, dan lain sebagainya).
Manna’ Al-Qaththan mencoba lebih jauh lagi dalam mendeskripsikan urgensi
mengetahui makkiyah dan madaniyyah adalah untun Membantu dalam menafsirkan
Al-qur’an, Pedoman bagi langkah-langkah dakwah, Memberi informasi tentang sirah
kenabian, Mudah diketahui mana ayat-ayat yang turun lebih dahulu dan mana ayat
yang turun belakangan dari kitab suci Al-Quran dan Mudah diketahui mana
ayat-ayat Al-Quran yang hukum bacaannya telah dinaskh (dihapus dan diganti) dan
mana ayat-ayat yang menasakhkannya, khususnya bila ada dua ayat yang
menerangkan hukum sesuatu masalah, tetapi ketetapan hukumnya bertentangan yang
satu dari yang lain.
Adapun ayat-ayat yang turun tidak di kota makkah dan tidak pula di kota
madinah adalah Ayat yang di bawa dari makkah ke madinah, ayat yang di bawa dari
madinah ke makkah, Ayat yang turun di waktu dalam perjalanan, Ayat yang turun
di Kota Arofah pada haji wada’, Ayat yang turun di Kota Mina pada haji wada’.
B.
Saran
Alhamdulillah, penulisan
makalah ini terselesaikan dan tersusun secara sistematik. Tetapi penulis
menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, karena
mengingat keterbatasan pengetahuan dari penulis. Maka dari itu penulis mohon
kritik dan saran dari berbagai pihak.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah bin
Abdul Aziz Ali Sa’ud, Al Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta, Yayasan
Penyelenggara Penerjemah Pentafsir Al Qur’an.
Al-Qaththan, Syeikh Manna, Pengantar Studi Ilmu Al-Quran, Jakarta,
Pustaka Al-Kautsar, 2006.
Anwar Rosihon,
Ulum al-Qur’an, Bandung, Pustaka Setia, 2008.
Hasbi
ash-Shiddieqy, Tengku Muhammad,Ilmu-Ilmu Ulumul Quran, Semarang, Pustaka Rizki Putra, 2009.
Shihab, Quraish, Sejarah & Ulum Al-Quran, Bandung, Pustaka Firdaus, 1997.
Rakhmat, Jalaluddin, ‘Ulum Al-Quran, Bandung, 1431 H.
http//www.jihadad.blogspot.com/p/mengenal-surat-makkiyah-dan.html.Diakses pada tanggal
05-04-2015 pada pukul 18:30.
Rosihon Anwar,
Ulum al-Qur’an,
bandung, Pustaka Setia, 2008, hal:102-104.
Quraish Shihab, Sejarah & Ulum Al-Quran, bandung, Pustaka Firdaus, 1997, hal: 64.
Tengku
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Ulumul Quran, Semarang, Pustaka Rizki Putra, 2009, hal: 72.
Jalaluddin
Rakhmat. ‘Ulum Al-Quran, Bandung: 1431 H, hal: 49.
Ibid, hal: 73.
Ibid, hal: 73-74.
Quraish
Shihab, Sejarah& Ulum Al-Quran, Bandung, Pustaka Firdaus, 1997, hal : 65-67
Rosihon Anwar,
Ulum al-Qur’an,
bandung, Pustaka Setia, 2008, hal: 115-116
http//www.jihadad.blogspot.com/p/mengenal-surat-makkiyah-dan.html. Diakses pada tanggal
05-04-2015 pada pukul 18:30
Syeikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu
Al-Quran, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 2006, hlm: 67-71.
Jalaluddin
Rakhmat. ‘Ulum Al-Quran, Bandung: 1431 H, hal. 58
Abdullah bin Abdul Aziz Ali Sa’ud, Al Qur’an
dan Terjemahnya, Jakarta, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Pentafsir Al
Qur’an, 1971, hal : 70
Jalaluddin
Rakhmat, Op Cit, hal. 59.
Abdullah bin Abdul Aziz Ali Sa’ud, Op Cit, hal
: 157