Tuesday, 28 March 2017

PENGERTIAN PENDIDIKAN AKHLAK ISLAMI



PENGERTIAN PENDIDIKAN AKHLAK ISLAMI

A. Pendahuluan

Kehadiran Agama Islam yang di bawa nabi Muhammad diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Di dalamnya terdapat berbagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia itu menyikapi hidup dan kehidupan ini secara lebih bermakna dalam arti yang seluas-luasnya.
Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, yang berkaitan dengan tingkah laku manusia, nampak amat ideal dan agung. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai akal fikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis, berorientasi pada kualitas, egaliter, kemitraan, anti feodalistik, mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan sikap-sikp positif lainnya.[i]
Umat Islam dalam praktenya menampilkan keadaan yang berbeda dari cita-cita ideal tersebut. Ibadah yang dilakukan umat Islam, seperti shalat, puasa, zakat, haji hanya berhenti sebatas membayar kewajiban dan menjadi lambang keshalehan. Buah dari ibadah yang berdimensi kepedulian sosial sudah kurang nampak. Di kalangan masyarakat telah terjadi kesalahan dalam memahami simbol-simbol keagamaan itu. Agama lebih dihayati sebagai penyelamatan individu dan bukan sebagai keberkahan sosial secara bersama. Seolah Tuhan tidak hadir dlam problema sosial, kendati nama-Nya semakin rajin di sebut di mana-mana. Pesan spiritualitas agama menjadi mandeg, terkristal dalam kumpulan mitos dan ungkapan simbolis  tanpa makna. Agama tidak muncul di dalam satu kesadaran kritis terhadap situasi aktual.
Sekarang, sudah saatnya kita mengembangkan indikasi keberagamaan yang berbeda selama ini. Meningkatnya jumlah orang mengunjungi rumah-rumah  ibadah, berduyun-duyunnya orang pergi haji, dan sering menculnya tokoh-tokoh dalam acara sosial agama, sebenarnya barulah indikasi permukaan saja dalam masyarakat. Indikasi semacam ini tidak menerangkan tentang perilaku keagamaan yang sesungguhnya.Nilai-nilai keagamaan menjadi pertimbangan  utama dalam berpikir maupun bertindak oleh individu maupun sosial.
Jika ada suatu penyimpangan akhlak seperti masalah pelacuran, maka hal demikian di nilai sebagai perbuatan haram yang harus di berantas. Padahal dengan diberantasnya masalah tersebut belum tentu dapat mengatasi masalah, terkait dengan keimanan yang tipis, kurangnya pengetahuan, keterampilan dan sempitnya lapangan kerja.[ii]
Dari permasalahan ini saya mencoba mendeskripsikan secara umum mengenai Pendidikan Akhlak Islami, yang membahas bagaimana mengendalikan kehendak nafsu manusia yang sering menghanyutkan manusia kepada hal-hal yang negative dan merugikan, bagaimana suatu akhlak manusia itu benar-benar menjadi akhlakul karimah. Ini dilakukan agar akhlak Mahasiswa dan kaum muda yang saat ini akhlaknya hancur dapat diluruskan kembali.
Kehancuran akhlak yang dihadapi oleh Islam seperti kehancuran akhlak bangsa romawi dan Persia, tidak memberi jaminan untuk melakukan perbuatan yang manusiawi, kecuali petunjuk agamanya. Dalam agama yang dapat dijadikan sarana untuk memperbaiki akhlak manusia, antara lain anjuran untuk selalu bertobat, bersabar, bersyukur, bertawakal, mencintai orang lain, mengasihani dan menolongnya. Anjuran-anjuran itu, sering didapatkan dalam ayat-ayat qur’an, sebagai nasihat bagi orang-orang yang sering melakukan perbuatan buruk. Ini terbukti bahwa akhlak buruk dapat didik menjadi baik, kecuali tingkatan akhlak yang sangat berbahaya terhadap masyarakat pada umumnya. Tidak terdapat tanda-tanda kesadaran bagi pelakunya, kecuali hanya kekhawatiran menimbulkan pengorbanan yang lebih hebat lagi. Orang yang melakukannya disebut al-jahiluddhollulpaasikusyarir.[iii]
Dengan bekal ilmu akhlak, orang dapat mengetahui batas mana yang baik dan batas mana yang buruk. juga dapat menempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya. Orang yang berakhlak dapat memperoleh irsyad, taufik, dan hidayah sehingga dapat behagia di dunia dan di akhirat. Kebahagiaan hidup oleh setiap orang selalu didambakan kehadirannya di dalam lubuk hati. Hidup bahagia merupakan hidup sejahtera dan mendapat ridha Allah dan selalu disenangi oleh sesama makhluk.
Walaupun demikian, untuk mendapatkan kebahagiaan, kesejahteraan dan ridha Allah tidak mudah. Manusia harus dapat memilah mana  yang buruk dan mana yang baik. Membedakan keduanya berarti dapat menilai. Apabila orang dapat berpegang pada kebaikan dan membuang keburukan, inilah jalan kelurusan. Lebih lanjut seseorang dapat memilih yang baik dan kemudian meninggalkan tindakan yang buruk. Orang yang sudah mencapai pemilihan terhadap kebaikan, diupayakan ada proses keyakinan dan menjadikan dirinya kontinuitas (terus menerus) dalam tindakan untuk membiasakan diri pada kebaikan, akhirnya dapat menumbuhkan kegemaran.[iv]
Kesempurnaan akhlak manusia dapat di capai melalui dua jalan. Pertama, melalui kurnia Tuhan yang mencipta manusia dengan fitrahnya yang sempurna, akhlak yang baik,  nafsu syahwat yang tunduk kepada akal dan Agama. Manusia tersebut dapat memperoleh ilmu tanpa belajar dan terdidik tanpa melalui proses pendidikan. Manusia yang tergolong ke dalam kelompok ini adalah para Nabi dan Rasul Allah. Kedua, akhlak melalui cara  berjuang secara bersungguh-sungguh (muja’hadah) dan latihan (riya’dah) yaitu membiasakan diri melakukan akhlak-akhlak mulia. Ini yang dapat dilakukan oleh manusia biasa dengan belajar dan latihan.
Akhlak mulia juga dapat dipupuk melalui proses melawan hawa nafsu. Seseorang memiliki akhlak mulia selagi dia berjaya melawan dan dapat menundukkan hawa nafsunya. Menundukkan hawa nafsu bukan bermakna membunuhnya tetapi hanya mengawal dan mendidiknya agar mengikuti panduan akal dan agama. Menundukkan hawa nafsu merupakan satu pekerjaan yang sangat sukar. Sebab hawa nafsu ini sendiri merupakan sebahagian dari diri kita dan keberadaannya tetap diperlukan. Disinilah letak kesukaran menundukkannya. Rasulullah menyifatkan hawa nafsu sebagai musuh yang paling besar.[v]
 Pendidikan akhlak yang islami sangat dibutuhkan dan diperlukan di zaman sekarang ini. Karena kebudayaan yang baik dari suatu bangsa tidak menjamin memiliki akhlak dan perilaku yang baik bagi bangsa tersebut. Pendidikan akhlak islami ini dibahas mengenai pengertian dari pendidikan akhlak, akhlak yang baik dan buruk, ukuran dari akhlak yang baik dan buruk, kehendak nafsu, juga di bahas bagaimana membimbing nafsu ke jalan yang baik, serta aliran-aliran yan membahas mengenai akhlak yang baik dan buruk dan pendapat kaum sekuler dan para ulama Islam mengenai akhlak.
b. Pengartian Akhlak
            Kata akhlak berasal dari bahasa arab, jamak dari khuluqun yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabi’at.[viii] Menurut pengertian sehari-hari umumnya akhlak itu disamakan dengan budi pekerti, kesusilaan, sopan santun. Khalq merupakan gambaran sifat batin manusia, akhlak merupakan gambaran bentuk lahir manusia, seperti raut wajah dan body. Dalam bahasa yunani pengertian khalq ini di pakai kata ethicos atau ethos, artinya adab kebiasaan, perasaan batin, kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan. Ethicos kemudian berubah menjadi ethika.[ix]
Sekalipun pengertian akhlak itu berbeda aasal katanya, tapi tidak berjauhan maksudnya, bahkan berdekatan artinya satu dengan yang lain.
Menutur istilah (terminology) para ahli berbeda pendapat tentang definisi akhlak tergantung cara pendang masing-masing. Berbaga perbedaan para ahli itu adalah sebagai berikut:
1.   Farid Ma’ruf mendefinisi akhlak sebagai kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu.
2.   M Abdullah Diroz, mendefinisikan akhlak sebagai suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekutan berkombinasi membawa kecendrungan pada pemilihan pihak yang benar (akhlak baik) atau pihak yang jahat (akhlak rendah).3
3.   Ibn Miskawaih (w.1030 M) mendefinisikan akhlak sebagai suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia, yang berbuat dengan mudah, tanpa melalui proses pemikiran atau pertimbangan (kebiasaan sehari-hari).[x]
4.   Al-Ghazali (w.1111 M) memberikan pengertian tentang bentuk ilmu akhlak itu sebagai ilmu untuk menuju jalan ke akhirat yang dapat di sebut sebagai ilmu sifat hati dan ilmu rahasia hubungan keagamaan yang kemudian menjadi pedoman untuk akhlak-akhlaknya orang-orang baik. Ghazali lebih manitikberatkan masalh akhlak itu untuk pedoman orang-orang suluk dan harus disesuaikan dengan ajaran-ajaran syari’at Islam seperti yang digariskan oleh fuqaha, sehingga ilmu tersebut lebih popular dikalangan umat Islam menjadi ilmu tasawuf.[xi]
c. Pengertian Islam
Islam berasal dari kata salam yang berarti pasrah, damai, selamat. Selain digunakan sebagai nama agama Islam juga digunakan dalam pengertian teknis yakni Islam, Iman, Ihsan, ketiganya merupakan aspek fundamental agama. Dalam  istilah Islam  mengandung pengertian yang sama dengan ibadah yang mencakup segala macam perbuatan lebajikan, rukun Islam, dan ketundukan terhadap syari’at.[xii]
 Pendidikan Islam diartikan sebagai latihan mental, moral dan fisik yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung jawab dalam masyarakat selaku hamba Allah. Pendidikan Islam berarti juga menumbuhkan personalitas (kepribadian) dan menanamkan tanggung jawab. Sebagai landasan firman Allah: Ali Imran ayat 19.
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ(19)
Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.(Qs. ali- Imran: 19).
Oleh karena itu jika berpredikat muslim benar-benar menjadi penganut agama yang baik ia harus mentaati ajaran Islam dan menjaga agar rahmat Allah tetap berada pada dirinya. Ia harus mampu memahami, menghayati, dan mengamalkan ajarannya yang di dorong oleh iman sesuai dengan akidah islamiah. Untuk tujuan itulah manusia harus di didik melalui proses pendidikan Islam. Berdasarkan pandangan di atas, maka pendidikan Islam merupakan sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam karena nilai-nilai Islam telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadian.
Oleh karena Islam mempedomaniseluruh aspek kehidupan manusia muslim baik duniawi maupun ukhrawi. Di tinjau dari aspek pengamalannya, pendidikan Islam berwatak akomodatif kepada tunututan kemajuan zaman yang ruang lingkupnya berada di dalam kerangka acuan norma-norma kehidupan Islam. Hal demikian nampak jelas bahwa pendidikan Islam dikembangkan secara utuh dan menyeluruh. Ilmu pendidikan Islam merupakan sistem dan proses kependidikan yang berdasarkan Islam untuk mencapai produk atau tujuannya, baik studi maupun praktis.
            Jadi pendidikan akhlak islami merupakan suatu proses mendidik, memelihara, membentuk, dan memberikan latihan mengenai akhlak dan kecerdasan berfikir baik yang bersifat formal maupun informal yang didasarkan pada ajaran-ajaran Islam. Pada sistem pendidikan Islam ini khsus memberikan pendidikan tentang akhlak dan moral yang seharusnya dimiliki oleh seorang muslim agar dapat mencerminkan kepribadian seorang muslim
C. Pembahasan.
1. Akhlak Baik Dan Buruk
Dalam ensiklopedi diperoleh pengertian baik dan buruk ini adalah sebagai berikut:
a.   Baik (khair, bahasa arab/good, bahasa inggris).
1.      Sesuatu yang telah mencapai kesempurnaan (Al-Munjid, hlm. 198).
2.      Sesuatu yang menimbulkan rasa keharuan dalam kepuasaan, kesenangan, persesuaian (Webster’s new twentiet century dictionary, hlm. 789).
3.      Sesuatu yang mempunyai nilai kebenaran atau nilai yang diharapkan, yang memberikan kepuasaan. (the advanced learner’s dictionary, hlm. 430).
4.      Sesuatu yang sesuai dengan keinginan. (webster’s world university dictionary, hlm. 401).
5.      Sesuatu hal dikatakan baik, bila ia mendatangkan rahmat, memberikan perasaan senang atau bahagia. Jadi sesuatu yang dikatakan baik bila ia dihargai secara positif. (Ensiklopedia Islam, I, hlm.362).
b.   Buruk (syarr, bahasa arab/bad, bahasa inggris).
1.      Tidak baik, tidak seperti yang seharusnya, tak sempurna dalam kualitas, di bawah standard, kurang dalam nilai, tak mencukupi. (New twentieth century dictionary of English language, hlm.238).
2.      Keji, jahat, tidak bermoral, tidak menyenangkan, tidak dapat disetujui, tidak dapat diterima. (The advanced learner’s of current English, hlm.63).
3.      Segala yang tercela, lawan baik, lawan pantas, lawan bagus. Perbuatan buruk berarti yang bertentangan dengan norma-norma masyarakat yang berlaku (Ensiklopedia Indonesia, I, hlm.557).
Dari beberapa pengertian di atas bahwa dikatakan baik apabila ia memberikan kesenangan, kepuasan, kenikmatan, yang di nilai positif oleh orang yang menginginkannya. Dikatakan buruk apa yang di nilai sebaliknya. Di sini nyata sekali betapa relatifnya pengertian itu, karena tergantung pada penghargaan manusia masing-masing. Jadi nilai baik atau buruk menurut pengertian di atas bersifat subyektif, karena tergantung pada individu yang menilainya.[xiii]
Pengertian baik menurut Ethic ialah sesuatu yang berharga untuk sesuatu tujuan, apabila yang merugikan, menyebabkan tidak tercapainya tujuan di nilai buruk. Baik bagi seseoang belum tentu baik bagi orang lain. Sasuatu itu baik bagi seseorang apabila sesuai dan berguna untuk tujuannya. Hal yang sama adalah buruk bagi orang lain, karena hal tersebut tidak berguna bagi tujuannya. Masing-masing orang mempunyai tujuan yang berbeda-beda, ada yang bertentangan, sehingga yang berharga untuk seseorang berbeda dengan yang berharga untuk orang atau golongan lainnya.
Secara obyektif, walaupun tujuan orang dan golongan di dunia ini berbeda-beda, sesungguhnya pada akhirnya semuanya mempunyai tujuan yang sama, sebagai tujuan akhir tiap-tiap sesuatu, bukan saja manusia bahkan binatang pun mempunyai tujuan. Tujuan akhir dari semuanya itu sama, yaitu ingin baik dan ingin bahagia. Tak ada seorangpun yang tidak ingin baik baik bahagia, karenaini fitrah manusia.
Tujuan dari masing sesuatu, walaupun berbeda-beda, semuanya bermuara kepada satu tujuan yaitu baik dan bahagia, tujuan akhirnya sama.[xiv] Penilaian orang terhadap sesuatu perbuatan adalah relative, disebabkan adanya perbedaan agama, kepercayaan, cara berfikir, pendidikan, kehidupan sehari-hari, dan ideologi. Umpanya tentang perjudian, mencuri, merampok. Semua orang akan sepakat bahwa perbuatan tersebut adalah tidak baik. Namun apabila bertanya kepada masing-masing anggota masyarakat tentang perbuatan tersebut, ternyata reksi mereka terhadapnya adalah tidak sama. Penilaian dan reaksi terhadap perjudian, lokalisasi kemaksiatan, antara orang yang taat beragama dengan orang yang kurang taat beragama, jelas berbeda. Dalam kalangan ulama Islam sendiri terdapat perbedaan antara menetapkan baik dan buruk
Persoalan dengan apa orang menentukan baik dan buruk ini, tidak hanya diperdebatkan oleh kalangan-kalangan yang berfaham sekulerisme. Problema tersebut tidak terkecuali juga pernah menjadi bahan perdebatan di kalangan ulama-ulama, hal ini karena adanya perbedaan-perbedaan persepsi dalam mengartikan baik dan buruk dari kalangan ulama-ulama Islam tersebut.
Al-Ghazali berpendapat bahwa sumber-sumber akhlak baik adalah:
1.   Kitab suci al-Qur’an.
2.   Sunnah Nabi.
3.   Akal fikiran.
Pendapat Al-Ghazali ini sesuai dengan sebuah hadist Nabi yang menyebutkan, bahwa sewaktu Nabi mengutus Mu’az bin Jabal ke negri Yaman untuk menjadi qadhi (hakim Islam), ketika itu Mu’az di tanya oleh Nabi:
-         Dengan apakah engkau menjalankan hokum,
-         Dengan kitab Allah, jawabnya.
-         Kalau engkau tidak mendapatkan (dalam kitab Allah)?
-         Dengan sunnah Rasul, jawabnya lagi,
-         Kalau engkau juga tidak mendapatkan keterangan dalam sunnah Rasul?
-         Saya menggunakan akal saya dan saya tidak berputus asa.
Abul A’la Maududi berpendapat bahwa sumber nilai-nilai akhlak Islam itu terdiri dari:
1.      Bimbingan Tuhan, sebagai sumber pokok. Bimbingan Tuhan adalah Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad saw.
2.      Pengalaman, ratio dan intuisi manusia, sebagai sumber tambahan atau sumber pembantu.[xv]
Ada dua penggolongan akhlak secara garis besar yaitu akhlak mahmudah (fadhilah) dan akhlak mazmumah (qabihah). Di samping istilah tersebut Imam Al-Ghazali menggunakan istilah “munjiyat” untuk akhlak Mahmudah dan “muhlihat” untuk yang mazmumah. Di kalangan ahli tasawuf dikenal sistem pembinaan mental, dengan istilah : Takhalli, tahalli, dan tajalli.
Takhalli adalah mengosongkan atau membersihkan jiwa dari sifat-sifat tercela, karena sifat itulah yang dapat mengotori jiwa manusia. Tahalli adalah mengisi jiwa dengan sifat-sifat yang terpuji (mahmudah).
Jadi dalam rangka pembinaan mental, pensucian jiwa hingga dapat berada dekat dengan Tuhan, maka pertama kali yang dilakukan adalah pembersihan jiwa dari sifat-sifat yang tercela, setelah itu, jiwa yang bersih diisilah dengan sifat-sifat yang terpuji, hingga akhirnya sampailah pada tingkat yang berikutnya yang disebut dengan “tajalli” yaitu tersingkapnya tabir sehingga diperoleh pancaran Nur Ilahi. Akhlak mahmudah ialah segalan macam sikap dan tingkah laku yang baik. Akhalak mazmumah ialah segala macam sikap dan tingkah laku yang tercela. Akhlak mahmudah dilahirkan oleh sifat-sifat mahmudah yang terpendam dalam jiwa manusia, demikian pula akhlak mazmumah dilahirkan oleh sifat-sifat mazmumah. Oleh karena itu sikap dan tingkah laku yang lahir adalah merupakan cermin atau gambaran dari sifat batin.[xvi]
Adapun sifat-sifat mahmudah ialah:
a.       Al amanah (setia, jujur, dapat dipercaya)
b.      Al sidqu (benar, jujur)
c.       Al adl (adil)
d.      Al afwu (pemaaf)
e.       Al alifah (disenangi)
f.        Al wafa’ (menepati janji)
g.       Al haya’ (malu)
h.       Al wafa’ (menepati janji)
i.         Ar rifku (lemah lembut)
j.        Annisatun (bermuka manis)
Adapun sifat-sifat mazmumah ialah :
1)      Ananiah (egoistis)
2)      Al bagyu (melacur)
3)      Al buhtan (dusta)
4)      Al khianah (khianat)
5)      Az zulmu (aniaya)
6)      Al gibah (mengumpat)
7)      Al hasd (dengki)
8)      Al kufran (mengingkari nikmat)
9)      Ar riya’ (ingin dipuji)
10)  Al namumah (adu domba)
Selain dari akhlak mahmudah dan mazmumah di atas masih banyak lagi akhlak-akhlak mahmudah dan mazmumah yang lainnya.
2. Ukuran Akhlak Baik Dan Buruk
Ukuran ialah standar perhitungan dalam bentuk panjang-lebar, tinggi-rendah, besar-kecil, tua-muda, isi dan berat. Dalam sesuatu benda ada ukurannya, berapa besarnya? Berapa beratnya? Berapa tingginya? Berapa luasnya? Berapa dalamnya? Sebagai salah satu pertanyaan yang mengandung hakikat, bahwa sesuatu benda yang ada ukurannya.
Mempersoalkan baik dan buruk pada perbuatan manusia maka ukuran karakternya selalu dinamis dan sulit dipecahkan. Namun karakter baik dan buruk perbuatan manusia  dapat diukur menurut fitrah manusia. Kenyataan yang ada di dalam kehidupan, bahwa ada beda pendapat (berselisih) dalam melihat baik dan buruk. Sekarang seseorang melihat baik dan buruk, tapi pada suatu saat dia melihatnya itu baik dan sebaliknya.
Dalam melihat ukuran akhlak baik dan buruk dapat dilihat dari beberapa sudut pandang yaitu:
a. Pengaruh adat kebiasaan
Manusia dapat terpengaruh oleh adapt istiadat golongan dan bangsanya. Mereka melakukan sesuatu perbuatan dan menjauhi perbuatan lainnya. Kekuatan  memberi hukum kepada sesuatu belum tumbuh begitu rupa, sehingga ia mengikuti kebanyakan perbuatan yang mereka lakukan.
Adat istiadat menganggap baik bila mengikutinya dan menanam perasaan kepada mereka  bahwa adat istiadat itu membawa kesucian. Apabila seorang dari mereka menyalahi adat istiadat, sangat dicela dan dianggap ke luar dari golongan bangsa. Ada beberapa alasan mengapa adat istiadat dilakukan dan larangan-larangan disingkirkan, karena:
1. Pendapat umum, memuji pengikut adat istiadat dan mengejek orang-orang yang menyalahinya. Adat istiadat bangsa dalam berpakaian, bercakap-cakap, dan bertandang amatlah kokoh. Orang-orang menganggap baik bagi pengikutnya dan menganggap buruk bagi orang yang menyalahinya. Demikian sebab-sebabnya segolongan bangsa menertawakan adat istiadat bangsa lain yang menyalahi adat istiadat mereka.
2.   Apa yang diriwayatkan secara turun-temurun dari hikayat-hikayat dan khufarat-khufarat yang menganggap bahwa syetan dan jin membalas dendam kepada orang-orang yang menyalahi perintah-perintah adat istiadat dan malaikat memberi pahala bagi yang mengikutinya.
3.   Beberapa upacara, keramaian, pertemuan yang menggerakkan perasaan dan mendorong bagi para hadirin untuk mengikuti maksud dan tujuan upacara itu, seperti mengikuti adat-istiadat kematian, pengantin, ziarah kubur dan upacara lainnya.
Pada suatu waktu orang-orang berpendapat bahwa baik itu apa yang sesuai dengan adat-istiadat dan buruk itu apa yang menyalahinya. Di luar adat-istiadat, orang-orang merdeka melakukan apa yang mereka kehendaki. Bahkan pada masa ini pun banyak orang-orang umum yang berpendapat serupa itu. Mereka berbuat apa yang mereka perbuat, karena sesuai dengan adat-istiadat golongan mereka dan mereka menjauhi apa yang mereka jauhi karena golongan mereka tidak melakukannya. Maka ukuran baik dan buruk menurut pandangan mereka adalah adat-istiadat golongannya. Orang-orang kampung, bila dari keluarganya sakit, tidak mengundang dokter untuk mengobatinya. Bila seorang dari keluarga mereka meninggal dunia, terpaksa mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk melakukan peringatan, karena jika ia tidak melakukan demikian itu di cela oleh lingkungannya, sebab menyalahi adat-istiadat mereka.
Dalam peyelidikan adat-istiadat tidak dapat digunakan sebagai ukuran dan pertimbangan, karena sebagian dari perintah-perintahnya tidak masuk akal dan setengah merugikannya. Banyak perbuatan-perbuatan yang salah, tetapi lain bangsa yang menyatakan kebaikannya; seperti mengubur anak perempuannya hidup-hidup dilakukan oleh sebagian bangsa arab pada zaman jahilliyah. Mereka menganggap perbuatan itu tidak tercela dan tidak salah.
Berpegang adat-istiadat itu meskipun tidak benar, ada juga faedahnya. Ada juga orang-orang yang tidak mau melanggar adat-istiadat yang baik, banyak pula orang-orang yang tidak mau mencuri, minum-minuman keras karena mengikuti adat-istiadat, takut dari lingkungan mengecam dan mencemoohkannya.[xvii]  
b. Kebahagiaan (Hedonism)
Kebanyakan filosofi berpendapat bahwa tujuan akhir dari hidup dan kehidupan manusia ialah untuk mencapai kebahagiaan. Perbuatan manusia dapat dikatakan baik bila ia mendatangkan kebahagiaan, kenikmatan dan kelezatan. Para pengikut aliran hedonisme membagi kebahagiaan menjadi dua ialah:
1.   Kebahagiaan diri (Egoistic Hedonism)
      Pendapat ini mengatakan bahwa manusia itu hendaknya mencari sebanyak mungkin kebahagiaan untuk dirinya dan mengorientasikan segala usahanya kearah kebahagiaan. Dalam hal ini bila seseorang bimbang diantara dua perbuatan, ditinggalkan atau diperbuat, maka hendaknya ia memperhitungkan banyak sedikitnya kebahagiaan (kenikmatan) dan kepedihan yang ditimbulkannya untuk dirinya. Kalau besar kenikmatannya, maka ia baik dan bila besar kepedihannya, maka ia buruk.
2.   Kebahagiaan bersama (Universalistic Hedonism)  
      Paham ini menghendaki agar manusia mencari kebahagiaan yang sebesar-besarnya untuk sesama manusia, bahkan untuk segala makhluk yang berperasaan. Untuk memberikan nilai terhadap suatu perbuatan bahwa ia baik atau buruk, yang perlu diperhatikan adalah kesenangan dan kepedihan yang diakibatkan oleh perbuatan itu. Dalam hal ini bukan untuk diri sendiri tetapi untuk seluruh makhluk, ikut merasakan kenikmatan dari akibat perbuatan itu.
Karena kesenangan yang dikehendaki oleh pengikut paham ini bukan kenikmatan bagi orang yang melakukannya, tetapi kenikmatan semua orang yang ada hubungannya dengan perbuatan itu, maka sipembuat harus mempertimbangkan jangan sampai berat sebelah kepada dirinya. Kebahagiaan bersama harus menjadi pokok pandangan setiap orang. Suatu perbuatan bernilai keutamaan bila menghasilkan kebahagiaan kepada manusia. Dia adalah utama, meskipun menghasilkan kepedihan kepada sebagian kecil orang atau kepada sipembuat sendiri.
Setelah meninjau secara seksama tentang tolak ukur perbuatan manusia dengan kebahagiaan, ada beberapa kelemahan yang terdapat di dalamnya:
a.       Nilai yang diberikan bersifat lokal dan temporal. Artinya suatu perbuatan memberi manfaat bagi suatu bangsa, tetapi merugikan bagi bangsa lain, menyenangkan pada hari ini tetapi menyedihkan pada hari esok.
b.      Nilai yang diberikan bersifat subyektif, yakni tergantung pada masing-masing orang yang membutuhkannya. Jika sesuai keinginan, mendatangkan kebahagiaan baginya, belum tentu bagi orang lain.
c.       Paham ini hanya memandang hasil dari suatu perbuatan, tanpa melihat pada niat dan cara sipembuat dalam menjalankan perbuatannya. Hal ini tidak dibenarkan dalam ajaran akhlak.
d.      Pendapat yang mengatakan bahwa tujuan hidup itu hanya mencari kelezatan dan menjauhi kepedihan merendahkan martabat manusia dan tidak pantas kecuali bagi jenis perbuatan dan akibatnya.

c. Intuisi (Intuition)
Intuisi merupakan kekuatan batin yang dapat mengenal sesuatu yang baik atau buruk dengan sekilas pandang tanpa melihat buah dan akibatnya. Paham ini berpendapat bahwa tiap manusia itu mempunyai kekuatan batin sebagai suatu instrument yang dapat membedakan baik dan buruk. Kekuatan ini dapat berbeda antara seorang dengan yang lainnya karena perbedaan masa dan meliu. Tetapi tetap berakar dalam tubuh tiap individu.
Apabila ia melihat suatu perbuatan, ia mendapat semacam ilham yang memberi tahu nilai perbuatan itu lalu menetapkan hukum baik dan buruknya, sebagaimana di beri mata untuk melihat dan telinga untuk mendengar. Melihat sekilas pandang dapat menetapkan putih atau hitamnya sesuatu. Mendengar suara dapat menyatakan bahwa ia merdu atau tidak. Demikian pula bila melihat suatu perbuatan dapat menetapkan baik buruknya.
d. Evolusi (Evolution)
Mereka yang mengikuti paham ini mengatakan bahwa segala sesutau yang ada di alam ini mengalami evolusi, yaitu berkembang dari apa adanya menuju kepada kesempurnaannya. Pendapat seperti ini bukan hanya berlaku pada benda-benda yang nampak, seperti binatang, manusia dan tumbuh-tumbuhan, tetapi juga berlaku pada benda yang tak dapat di lihat oleh panca indera, sepeti akhlak dan moral.
Pendapat bahwa nilai akhlak harus ikut berkembang sesuai perkembangan sosial dan budaya ini menyesatkan orang. Adanya pendapat (nilai) baru yang menjadi panutan pada masa itu, meupakan pendapat (nilai) yang dipaksakan oleh orang yang berkuasa pada saat itu, karenanya tidak merupakan nilai yang universal dan hanya di pandang baik oleh seseorang atau sekelompok orang.[xviii]  
3. Kehendak Nafsu
Nafsu ialah  organ rohani yang besar pengaruhnya dan yang paling banyak diantara anggota rohani yang mengeluarkan instruksi kepada anggota jasmani untuk berbuat atau bertindak.[xix]
Adapun tujuan hidup menurut buku-buku ghazali yaitu mencontoh kehidupan ahli-ahli suluk (thariqat) yang sedang menuju kepada Allah. Jalan yang merintanginya yaitu harta, maksiat, taqlid, dan senang kemegahan. Harta menurut Al-Ghazali harus di cari  menurut kebutuhan. Seseorang perlu menghapus sifat-sifat kemegahan yang ada pada dirinya dengan jalan pergi merantau ke luar daerah. Taqlid harus diikuti dengan jalan meninggalkan fanatisme kepada mazhab, maksiat dapat di kikis dengan tobat, penyesalan, semangat yang kuat untuk tidak kembali pada dosa itu dan harus ke luar dari kekejaman.
Al-Ghazali dalam beberapa pendapatnya lebih menitik-beratkan kepada seseorang untuk terus-menerus melakukan perbuatan yang terpuji dan menghindari perbuatan dosa. Harus terbiasa dengan cara menerima makanan untuk keperluan tubuhnya, dan juga terbiasa menerima pengetahuan. Jika hal itu tidak dibiasakan maka hal itu tidak terlaksana.
Al-Ghazali memandang bahwa dosa adalah sebagai berikut, “Dosa selagi dianggap besar oleh seseorang maka hal itu menjadi kecil dalam pandangan Allah. Tetapi setiap dianggap kecil dosa itu maka di depan Allah menjadi besar”. Masalahnya bahwa yang membesarkan dosa itu karena hatinya berusaha ingin menjauhi dosa itu bahkan membencinya, larinya dari dosa itu berhasil menghalangi dosa itu untuk tidak dikerjakan. Jika menganggap dosa itu kecil karena berasal dari kecondongan hati orang tersebut untuk melakukan dosa itu. Iman harus dijadikan pedoman besar di dalam hati, sebab hati itu di tuntut untuk mengerjakan ketaatan, dan harus selalu menjaga diri untuk tidak kuasai oleh kejelekan.
Ghazali juga menekankan pentingnya sikap hati untuk menuju kebaikan yang tidak selamanya ditentukan dengan sikap bersujud ke bumi, tetapi yang penting adalah sikap merendahkan diri yang terletak di dalam hati. Seorang yang merasa kasihan kepada anak yatim dengan jalan mengusap-usap rambut kepalanya serta menciumnya itu adalah menunjukkan satu sikap kasih saying yang terdapat dalam hati orang tersebut.[xx]

4. Nafsu Yang Terbimbing
يَاأَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ(27)ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً(28)فَادْخُلِي فِي عِبَادِي(29)وَادْخُلِي جَنَّتِي(30)
Hai nafsu (jiwa) yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku. (Qs.al-Fajr:27-30)
Tiada perbuatan yang lebih dahsyat dan tidak bermoral dari memperkosa seorang bayi yang tidak tahu apa-apa pun. Kejadian sadis benar-benar berlaku saat ini, ia banyak dilakukan dikalangan muda. Malah jumlahnya dikatakan terus meningkat dengan didahului negara yang mempunyai bilangan pembawa dan penyakit HIV/AIDS terbesar di dunia.
Afrika Selatan mencatatkan kasus perkosaan tertinggi di dunia yaitu pada jumlah 58 anak-anak sehari dan setiap 26 menit bagi wanita dewasa. Tidak dapat digambarkan bagaimana tersiksanya seorang perempuan yang diperkosa secara beramai oleh enam orang lelaki berumur antara 24 sampai 26 tahun.
Kejadian itu terjadi di Cape Town, Afrika Selatan. Pakar ahli perilaku kesehatan, Hospital Universiti Kebangsaan Malaysia, Dr. Khalib Abdul Latiff menjelaskan masalah ini dari perspektif psikologi tingkah laku manusia. Ia mengatakan, "Keinginan nafsu atau meningkatnya libido adalah satu proses fisiologi bagi manusia dewasa dan remaja normal, lelaki dan wanita. Ia terbimbing apabila seseorang itu mempunyai nilai-nilai kemanusiaan yang didukung oleh nilai-nilai alklakul karimah.''  Sebaliknya, orang yang mempunyai akhlak rendah langsung tiada nilai, apabila terangsang terdorong kepada nilai binatang yang melampaui. Menurutnya, sulit untuk menentukan ciri-ciri pemerkosa apakah lagi yang mempunyai keinginan seksual terhadap wanita dan anak-anak.
Beliau juga menjelaskan bahwa tidak semua pemerkosa yang melibatkan kasus penganiayaan adalah fidofilia. Fidofilia merupakan sejenis gangguan psikologikal yaitu seksualnya lebih menyukai anak-anak yang belum mencapai usia baligh. Bagaimanapun sebagai panduan, ciri-ciri manusia seperti berikut mesti diawasi walaupun ia tidak boleh dianggap orang yang suka memperkosa:
v     Pendiam dan selalu mengasingkan diri.
v     Perilaku yang tidak stabil, cara hidupnya tidak dapat di baca dan tidak mempunyai satu cara hidup yang rutin.
v     Tidak aktif berorganisasi, bergaul maupun bersosial. Waktunya banyak dihabiskan dengan diri sendiri dan mungkin hanyut dalam kesenangan.
v     Dia tidak mempunyai aktivitas umum yang khusus atau hobi seperti memancing, bermain golf, bertemu rekan-rekan.
v     Melakukan kerja yang tidak melibatkan aktivitas fisik kecuali petugas yang bekerja di dalam bidang pengurusan, bidang akademik yang banyak menggunakan mental.
v     Kerja relaks-relaks dan suka memerhatikan orang. Mereka seperti ini banyak mengikuti perasaan.
v     Aktivitas yang dilakukan selalu tidak positif seperti merokok, termenung, mendengar radio dan menonton televisi. Melainkan jika mereka rajin membaca bahan-bahan bacaan yang serius dan baik.
            Mereka yang tidak mempunyai nilai-nilai kemanusiaan agama dan moral. Dia tidak jahat tetapi kepalanya ligat mencari peluang dan ruang. Biasanya, orang ini tidak mempunyai aktivitas tetap yang bisa menyibukkan dirinya dengan suatu perbuatan untuk dijadikan tumpuan. Dr. Khalib berkata, manusia yang lebih banyak dipengaruhi nilai binatang, keadaannya menjadi sudah tidak waras dan tidak terkendali, tidak mengenal siapa dan tidak ingat apa lagi yang dilakukan. Baginya nafsu yang sedang bergejolak harus dipuaskan dengan cara apapun juga sekalipun ejakulasi berlaku secara sempurna.[xxi]
Pemerkosa berusaha untuk menyembunyikan kesalahannya dengan cara membunuh mangsanya atau melarikan diri sejauh mungkin. Masalah muncul jika nilai mangsa sudah tidak ada lagi di dalam dirinya dan jika mangsa meronta, menjerit, melawan, usaha dilakukan agar si mangsa tidak sadarkan diri. Beliau berpendapat, dalam kebanyakan kasus yang sulit, mangsa di jerat, dipukul, di cekik atau diberikan pukulan kuat sebelum keinginan nafsunya dipenuhi. Tindakan ini dilakukan dalam keadaan yang setenang mungkin, artinya si mangsa perlu berada di dalam keadaan menyerah walaupun sudah tidak bernafas lagi. Selain itu, ia perlu diselesaikan dengan waktu yang cepat sewaktu perbuatan seksualnya masih memuncak.
            Bilangan jenis ini tidak banyak namun akibat yang di bawa olehnya sangat serius. Akibat yang dapat terjadi yaitu sakitnya di saluran kencing, cedera pada kemaluan dan hilang perawan, setelah itu terjangkit HIV/AIDS, Hepatitis B, cedera fisik. Kemudian yang paling parah adalah kehamilan, trauma mental dan usaha untuk  kematian.
Terdapat juga jenis manusia abnormal yang  mempunyai hormon seks berlebihan membawa ke arah keinginan seks yang tidak puas-puas. Ini terdapat pada manusia yang secara psikiatriknya terbukti memiliki penyakit keinginan dan kesenangan seks sangat melampaui batas. Mereka ini mempunyai birokrasi baik dan tidak melakukan tanpa kesadaran, sehingga menyebabkan kejahatan. Tetapi mereka melibatkan diri dalam kegiatan perdagangan yang berkaitan dengan obat-obatan terlarang.
Ditanya sarannya menangani kejahatan yang serius dan melampaui batas sehingga mengakibatkan kematian, kesengsaraan biologi dan mental. Langkah terbaik adalah dengan cara mengatasi kejahatan seksual dengan cara:
ئ     Memantapkan ilmu dan nilai agama, akhlak dan budi pekerti yang baik, multidisiplin, secara nasional dari tingkat pusat sampai daerah dan terpantau. Pelaksanaan di kalangan masyarakat harus diselenggarakan sebaik-baiknya untuk membina manusia agar nafsunya terbimbing dengan nilai-nilai akhlak murni. Lebih penting, ia dikontrol sendiri oleh hati dan perasaannya.
ئ     Menyediakan perkumpulan fisik, media sosial, politik, ekonomi, teknologi, budaya, adat yang kondusif untuk membina kehidupan positif ke arah kemakmuran keluarga, negara, agama, budaya dan bangsa.
Menurutnya, jika dua pendekatan ini dilakukan dengan benar, dalam jangka panjang, lahir satu generasi masyarakat yang kuat bekerja, bermoral dan patuh kepada ajaran agama.[xxii] Allah mengisyaratkan agar manusia tidak menurutkan hawa nafsu, firmannya:
فَلَا يَصُدَّنَّكَ عَنْهَا مَنْ لَا يُؤْمِنُ بِهَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَتَرْدَى(16)
Maka sekali-kali janganlah kamu dipalingkan daripadanya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu jadi binasa". (Qs. Taahaa:16).
بَلِ اتَّبَعَ الَّذِينَ ظَلَمُوا أَهْوَاءَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ فَمَنْ يَهْدِي مَنْ أَضَلَّ اللَّهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ(29)
Tetapi orang-orang yang zalim, mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan; maka siapakah yang akan menunjuki orang yang telah disesatkan Allah? Dan tiadalah bagi mereka seorang penolongpun.(Qs. ar-Ruum:29)
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى(40)
Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, (Qs.an-Naazi’at:40).
5. Berbagai Aliran Tentang Baik Dan Buruk
a.   Aliran Hedonisme
Aliran hedonisme berpendapat bahwa norma baik dan buruk adalah kebahagiaan  karenanya suatu perbuatan apabila dapat mendatangkan kebahagiaan maka perbuatan itu baik dan sebaliknya perbuatan itu buruk apabila mendatangkan pendertitaan. Menurut aliran ini, setiap manusia selalu menginginkan kebahagiaan, yang merupakan tujuan akhir dari hidup manusia. Oleh karenanya jalan yang mengantarkan kearahnya dipandang sebagai keutamaan (perbuatan nulia/baik).[xxiii]
Perbuatan yang baik adalah perbuatan yang menghasilkan hedone kenikmatan atau kelezatan. Semua manusia ingin mencapai kelezatan karena fitrah manusia dan segala jalan menuju kelezatan, yang sebabnya tidak mengakibatkan penderitaan.
Klasifikasi kelezatan adalahsebagai berikut:
1.   Lezat yang timbul dari perasaan yang patut dan urgent sekali.
2.   Lezat yang timbul dari perasaan yang patut tetapi belum urgent benar.
3.   Lezat yang timbul dari perasaan yang tidak patut dan urgent benar.
            Kelezatan ialah ketentraman jiwa yang berarti keseimbangan badan. Hedonisme ada yang berpola spiritualistis, materialistis sensualistis, individual dan social.[xxiv]
Aliran hedonisme mengajarkan agar manusia mencari kelezatan, karena pada dasarnya tiap-tiap perbuatan ini tidak sunyi dari kelezatan tetapi aliran ini justru menyatakan hendak manusia mencari sebesar-besar kelezatan. Apabila ia di suruh memilih di antara beberapa perbuatan wajib ia memilih yang paling besar kelezatannya. Paham ini mengisyaratkan manusia mencari kelezatan yang sebesar-besarnya bagi dirinya. Setiap perbuatan harus diarahkan kepada kelezatan. Maka apabila terjadi keraguan dalam memilih sesuatu perbuatannya, harus diperhitungkan banyak sedikitnya kelezatan dan kepedihannya. Sesuatu itu baik apabila diri seseorang yang melakukan perbuatan mengarah kepada tujuan.[xxv]
b. Aliran Idealisme
            Aliran idealisme dipelopori oleh Imanuel Kant (1724-1804) seseorang yang berkebangsaan Jerman. Pokok-pokok pandangan etika idealisme adalah:
1.   Wujud yang paling dalam dari kenyataan (hakikat) ialah kerohanian. Seseorang berbuat baik pada prinsipnya bukan karena dianjurkan orang lain melainkan atas dasar kemauan sendiri dan rasa kewajiban. Sekalipun di ancam dan di cela orang lain, perbuatan baik itu dilakukan juga, karena adanya rasa kewajiban yang bersemi dalam rohani manusia.
2.   Faktor yang paling penting mempengaruhi manusia adalah “kemauan” yang melahirkan tindakan kongkrit dan menjadi pokok di sini adalah “kemauan baik”.
3.   Dari kemauan yang baik itulah dihubungkan dengan sesuatu hal yang menyempurnakannya yaitu “rasa kewajiban”.
Menurut aliran ini “kemauan” merupakan faktor terpenting dari wujudnya tindakan-tindakan yang nyata. Oleh karena itu “kemauan yang baik” menjadi dasar pokok dalam etika idealisme. Menurut Kant, untuk dapat terealisasinya tindakan dari kemauan yang baik, kemauan perlu dihubungkan dengan suatu hal yang baik. Kemauan perlu disempurnakan melalui perasaan kewajiban. Jadi, ada kemauan yang baik, disertai dengan perasaan kewajiban menjalankan sesuatu tindakan, maka terwujudlah tindakan yang baik.[xxvi]
Perbuatan manusia harus berdasarkan prinsip kerohanian yang tinggi, bukan berdasarkan pada Causalita Verband yang dhahir. Perbuatan yang baik berdasarkan atas kemauan sendiri, rasa wajib, bukan karena anjuran orang atau menginginkan pujian orang. Jadi faktor yang mempengaruhi perbuatan manusia adalah kemauan, rasa kewajiban dan tujuan.[xxvii]
c. Aliran Naturalisme
            Manusia dapat berbahagia apabila menurutkan panggilan fitrah dhahir dan bathin atau natura kejadian manusia dan inilah yang dikatakan perbuatan yang baik. Jadi, kebahagiaan itu diperoleh di kala manusia melakukan sesuatu yang sesuai dengan naturnya serta melangsungkan kehidupannya.[xxviii]
Ukuran baik dan buruknya perbuatan manusia menurut aliran naturalisme adalah perbuatan yang sesuai dengan fitrah manusia. Baik mengenai fitrah lahir maupun fitrah batin. Aliran ini menganggap bahwa kebahagiaan yang menjadi tujuan dari setiap manusia di dapat dengan jalan memenuhi panggilan panggilan nature atau kejadian manusia itu sendiri. Itulah sebabnya, aliran ini dinamakan naturalisme. Aliran ini berpendirian bahwa segala sesuatu dalam dunia ini menuju kepada tujuan yang satu, tetapi dapat dicapainya secara otomatis tanpa pertimbangan atau perasaan. Hewan menuju kepada tujuan itu dengan naluri kehewanannya, manusia menuju tujuan itu dengan akal pikirannya.[xxix]
d. Aliran Theologi
Aliran ini berpendapat bahwa yang menjadi ukuran baik dan buruknya perbuatan manusia, adalah didasarkan atas ajaran Tuhan. Perbuatan itu diperintahkan atau dilarang oleh-Nya. Segala perbuatan yang diperintahkan Tuhan itulah yang baik dan segala perbuatan yang dilarang Tuhan itulah perbuatan yang buruk. Ajaran-ajaran tersebut sudah dijelaskan dalam kitab suci. Dengan perkataan teologis saja nampaknya masih samaran karena di dunia ini terdapat bermacam-macam agama yang mempunyai kitab suci sendiri-sendiri, antara satu dengan yang lainnya tidak sama, bahkan ada yang bertentangan. Masing-masing penganut agama sadar kepada ajaran Tuhannya.[xxx]
            Perbuatan yang baik adalah perbuatan yang sesuai dengan instruksi Tuhan dan perbuatan yang tidak baik adalah yang berlawanan dengan perintah Tuhan. Masing-masing agama mempunyai kategori baik dan buruk sendiri-sendiri dan dapat pula aliran-aliran sesuatu agama berlainan dalam ukuran baik dan burk. Perbedaan itu disebabkan berlainan pendapat dalam menginterpretasi dalil-dalil agama. Dosa berlaku dalam amal dan bukan di dalam fitrah kejadian manusia, demikian menurut Islam. Menurut Kristen, dosa berlaku di dalam amal dan di dalam fitrah kejadian manusia sebagai dosa waris.[xxxi]
E .Aliran Vitalisme
            Perbuatan baik menurut aliran ini ialah orang yang kuat, dapat memaksakan dan menekankan kehendaknya agar berlaku dan di taati oleh orang-orang yang lemah. Manusia hendaknya memiliki daya hidup (vitalita) yang dapat menguasai dunia dan keselamatan manusia tergantung atas daya hidupnya.[xxxii]
f. Aliran Utilitarisme
Faham ini adalah agar manusia dapat mencari kebahagiaan sebesar-besarnya untuk sesama manusia atau makhluk yang memiliki perasaan. Kelezatan menurut paham ini, bukan kelezatan yang melakukan perbuatan itu saja, sebagaimana dikatakan oleh pengikut Epicurus, tetapi kelezatan semua orang yang ada hubungannya dengan perbuatan itu. Wajib bagi sipembuat, di kala menghitung buah perbuatannya, jangan sampai berat sebelah, harus menjadikan sama antara kebaikan dirinya dan kebaikan orang lain.
Kebahagiaan bersama bagi semua orang harus menjadi pokok pandangan tiap-tiap orang, bukan kebahagiaan dia sendiri. Kebahagiaan terhitung menjadi keutamaan karena membuahkan kelezatan bagi manusia lebih banyak dari buah kepedihan. Dia adalah utama, meskipun memperpedih sebagian orang-orang dan meskpun memperpedih yang melakukan perbuatan it sendiri. Demikian pula kerendahan menjadi kerendahan karena karena kepedihannya bagi manusia lebih berat dari kelezatannya.
Sifat benar menjadi utama karena ia menambah kebahagiaan masyarakat dan mempertinggi keadaannya. Demikianlah karena di dalam hidup kita menghajatkan kepada seorang dokter yang memberi petunjuk mengenai cara menjaga kesehatan kita, para insinyur yang dapat kita percayai perkataannya untuk membangun jembatanjembatan, ahli-ahli kimia buat menerangkan sifat-sifat benda, guru-guru yang mencerdaskan otak pelajar-pelajar dengan apa yang berguna bagi mereka. Kalau tidak ada sifat benar tidak hak bagi kita untuk mempercayai kata-kata mereka dan kita mengambil manfaat dar buah fikiran mereka.Yang baik adalah yang manfaat hasilnya dan yang buruk adalah yang tidak manfaat. Manfaat adalah kebahagiaan untuk jumlah manusia yang sebesar mungkin. Sebagai tujuan adalah mencapai kesenangan hidup sebanyak mungkin dari segi jumlah ataupun nilai.[xxxiii]

D. Kesimpulan

1.      Pendidikan menurut bahasa adalah mendidik, melatih, memelihara, dan membimbing. Sedangkan pendidikan menurut istilah adalah Pendidikan kita artikan sebagai latihan mental, moral dan fisik yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung jawab dalam masyarakat selaku hamba Allah, maka pendidikan berarti menumbuhkan personalitas (kepribadian) serta menanamkan tanggung jawab.
2.      Akhlak menurut bahasa berasal dari bahasa arab yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabi’at. menurut pengertian sehari-hari umumnya akhlak itu disamakan dengan budi pekerti, kesusilaan, sopan santun. Sedangkan akhalak menurut istilah adalah “kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu”. Atau akhlak adalah “suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekutan dan kehendak mana berkombinasi membawa kecendrungan pada pemilihan pihak yang benar(dalam hal akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal pihak yang  jahat.
3.      Islam berasal dari kata salam yang berarti pasrah, damai, selamat. Ajaran agama Islam diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw antara th 610-632 M. Selain digunakan sebagai nama agama Islam juga digunakan dalam pengertian teknis bersama dua istilah lainnya yakni Islam, Iman, Ihsan. Sedangkan Islam menurut istilah adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia.
4.      Pendidikan Akhlak Islami merupakan suatu proses mendidik, memelihara, membentuk, dan memberikan latihan mengenai akhlak dan kecerdasan berfikir baik yang bersifat formal maupun informal yang didasarkan pada ajaran-ajaran Islam. Dan pada system pendidikan Islam ini khsus memberikan pendidikan tentang akhlak dan moral yang bagaimana yang seharusnya dimiliki oleh seorang muslim agar dapat mencerminkan kepribadian seorang muslim.
5.      Sesuatu yang dikatakan baik apabila ia memberikan kesenangan, kepuasan, kenikmatan, sesuai dengan yang diharapkan. Atau dengan kata lain sesuatu yang dinilai positif oleh orang yang menginginkannya. Sedang buruk apa yang dinilai tidak menyenangkan dan tidak memberikan kepuasan karena tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, sehingga ini dinilai negative oleh orang lain.
6.      Para ulama Islam berbeda pendapat mengenai pengertian baik dan buruk. Ulama-ulama ahli sunnah tentang hal ini berpendirian : “Yang disebut baik adalah apa yang dijadikan baik oleh agama, dan yang disebut buruk adalah apa yang ditentukan buruk oleh agama, sedangkan akal fikiran itu sendiri tidaklah kuasa menjelaskan tentang baik dan buruk”. bebeda dengan pendapat ahli sunnah tersebut, orang-orang mu’tazilahberpendapat bahwa mengenal dan bersyukur kepada Allah pemberi kenikmatan, dan mengetahui tentang baik dan buruk itu, adalah kewajiban-kewajiban akal”. Imam al ghazali mempunyai pendapat agak lain lagi. Berbeda dengan kedua aliran itu, ia berpendirian :“Orang yang mengajak kepada taqlid saja dengan mengeyampingkan akal sama sekali, adalah ia seorang yang jahil (bodoh), sedangkan orang yang hanya mencukupkan akal saja (terlepas) dari cahaya Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad, adalah ia seorang yang tertipu”
7.      Ukuran akhlak baik dan buruk dapat dipengaruhi oleh adat kebiasaan adalah manusia dapat terpengaruh oleh adat istiadat golongan dan bangsanya. Karena itu hidup di dalam lingkungan dengan melihat dan mengetahui. Mereka melakukan sesuatu perbuatan dan menjauhi perbuatan lainnya., kebahagiaan filosofi berpendapat bahwa tujuan akhir dari hidup dan kehidupan manusia ialah untuk mencapai kebahagiaan. Karena itu, perbuatan manusia dapat dikatakan baik bila ia mendatangkan kebahagiaan/kenikmatan/kelezatan atau hedonisme, intusi atau intuition merupakan kekuatan batin yang dapat mengenal sesuatu yang baik atau buruk dengan sekilas pandang tanpa melihat buah dan akibatnya, dan evolsi atau evolution mengatakan bahwa segala sesutau yang ada di alam ini mengalami evolusi, yaitu berkembang dari apa adanya menuju kepada kesempurnaannya.
8.       Nafsu adalah  organ rohani yang besar pengaruhnya dan yang paling banyak diantara anggota rohani yang mengeluarkan instruksi kepada anggota jasmani untuk berbuat atau bertindak. Jadi kehendak nafsu adalah suatu dorongan terhadap organ tubuh yang  bersifat jasmani yang harus dipenuhi walau kadang kehendak itu bersifat negative dan juga bersifat positif.
9.      Nafsu harus kita bombing kepada hal-hal yang positif karena jika kita tidak mempu membimbingnya maka bisa membawa kita kepada hal-hal yang berbentuk negative atau melanggar norma-norma agama, adapt istiadat dan hokum positif. Nafsu dapat kita bimbing dengan cara : pertama memantapkan ilmu dan nilai agama, moral dan budi pekerti yang baik, multidisiplin, berpadu di tingkat pusat, berpanjangan dan sentiasa terpantau. Pelaksanaan di kalangan masyarakat harus diuruskan dengan sebaik-baiknya untuk membina manusia yang nafsunya `terselubung' dengan nilai-nilai murni. Lebih penting, ia dikontrol sendiri oleh hati dan perasaannya. Kedua menyediakan perkumpulan fisik, media, sosial, politik, ekonomi, teknologi, budaya, adat dan lain-lain yang kondusif untuk membina kehidupan positif dan terbimbing ke arah kemakmuran keluarga, negara, agama, budaya dan bangsa.
10.  Jika nafsu itu telah mampu kita bimbing maka keinginan hati kita untuk berhayal kepada hal-hal yang negative dapat kita hindari, terutama hayalan tentang keinginan untuk melakukan seks.
11.  Aliran hedonisme berpendapat bahwa norma baik dan buruk adalah “kebahagiaan”  karenanya suatu perbuatan apabila dapat mendatangkan kebahagiaan maka perbuatan itu baik, dan sebaliknya perbuatan itu buruk apabila mendatangkan pendertitaan.
12.  Aliran idealisme, menurut aliran ini “kemauan” adalah merupakan factor terpenting dari wujudnya tindakan-tindakan yang nyata. Oleh karena itu “kemauan yang baik” adalah menjadi dasar pokok dalam etika idealisme.
13.  Aliran naturalisme pada aliran ini yang menjadi ukuran baik dan buruknya perbuatan manusia adalah perbuatan yang sesuai dengan fitrah/ naluri manusia itu sendiri, baik mengenai fitrah lahir maupun fitrah batin.Aliran ini menganggap bahwa kebahagiaan yang menjadi tujuan daripada setiap manusia didapat dengan jalan memenuhi panggilan panggilan nature atau kejadian manusia itu sendiri.
14.  Aliran theologi berpendapat bahwa yang menjadi ukuran baik dan buruknya perbuatan manusia, adalah didasarkan atas ajaran tuhan, apakah perbuatan itu diperintahkan atau dilarang oleh Nya. Segala perbuatan yang diperintahkan tuhan itulah yang baik dan segala perbuatan yang dilarang tuhan itulah perbuatan yang buruk, di mana ajran-ajaran tersebut sudah dijelaskan dalam kitab suci.
15.  Menurut aliran vitalisme yang baik adalah orang yang kuat yang dapat memaksakan dan menekankan kehendaknya agr berlaku dan ditaati oleh orang-orang yang lemah.
16.  Maksud dan faham aliran utilitarisme adalah agar manusia dapat mencari kebahagiaan sebesar-besarnya untuk sesame manusia atau makhluk yang memiliki perasaan. Kelezatan menurut paham ini, bukan kelezatan yang melakukan perbuatan itu saja, sebagaimana dikatakan oleh pengikut epicurus, tetapi kelezatan semua orang yang ada hubungannya dengan perbuatan itu.


[i] Lihat: Fadhil Al-jamil,  Menerabas Krisis Pendidikan Dunia Islam, (terje) H.M. Arifin, Cet. II, (Jakarta: Golden Terayon Press, 1992), hlm. 11-12.
[ii] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Cet I, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 1-5.
[iii] A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, Cet 2, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), hlm. 19.
[iv] Ibid., hlm. 26-27.
[v] Imran Efendi Hasibuan, Pemikiran Akhlak Syekh Abdurrahman Shiddiq al-Banjari, Cet 1, (Pekanbaru: LPNU Press, 2003), hlm. 122-123.
[vi] WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka 2002), hlm. 250.
[vii] Ensiklopedi Indonesia, Edisi Khusus, hlm. 2627.
[viii] A. Mustofa, Op.Cit., hlm. 11.
[ix]  Sahilun A. Nasir, Tinjauan Akhlak, Cet. 1 (Surabaya: Al Ikhlas, 1991), hlm. 14.
[x] A. Mustofa, Op.Cit., hlm. 13-14.
[xi] Husein Bahreisj, Ajaran-Ajaran Akhlak, (Surabaya: Al Ikhlas, 1981), hlm. 39.
[xii] Huston Smith, Ensiklopedi Islam, hlm. 174. 
[xiii] Asmaran As, Pengantar Studi Akhlak, Cet. 3, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1992), hlm. 2-3.
[xiv] A. Mustofa, Op.Cit., hlm. 56-57.
[xv] Humaidi Tata Pangarsa, Pengantar Kuliah Akhlak, Cet 4, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1982), hlm. 21-25.
[xvi] A. Mustofa, Op.Cit, hlm. 197-199.
[xvii] Ibid., hlm. 61-64.
[xviii] Lihat: Asmaran As, op.Cit, hlm. 29-34.
[xix] Darmawie Umary,  Materia Akhlak, Cet. 11 (Solo: Ramadhani, 1993), hlm. 22.
[xx]  Husein Bahreisy, Ajaran-Ajaran Akhlak, (Surabaya:  Al Ikhlas, 1981), hlm. 33-34.
[xxi] Lihat Citus : http//googles.com/nafsu yang terbimbing, hlm. 2
[xxii]  Loc.Cit.
[xxiii] A. Mustofa, Op.Cit., hlm. 64.
[xxiv] Barmawi Umari, Materia Akhlak, Cet. 13, (Solo: Ramadhani, 1993), hlm.  41.
[xxv] A. Mustofa, Op.Cit., hlm. 64-65.
[xxvi] Ibid, hlm. 75-76.
[xxvii] Barmawi Umari, Op.Cit., hlm. 41-42.
[xxviii] Ibid., hlm. 42.
[xxix] H.A. Mustofa, Op.Cit., hlm. 80.
[xxx] Loc.Cit.
[xxxi] Barmawi Umari, Op.Cit., hlm. 42.
[xxxii] Loc.Cit
[xxxiii] A. Mustofa, Op.Cit., hlm. 69-70.

No comments:

Post a Comment

7 KERANCUAN DALAM BERPIKIR

Menurut Jalaluddin Rakhmat (200 5 ) ada 7 kerancuan dalam berpikir : Fallacy of dramatic instance (kecenderungan untuk melak...