PENGERTIAN PENDIDIKAN AKHLAK ISLAMI
A. Pendahuluan
Kehadiran Agama Islam yang di bawa
nabi Muhammad diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang
sejahtera lahir dan batin. Di dalamnya terdapat berbagai petunjuk tentang
bagaimana seharusnya manusia itu menyikapi hidup dan kehidupan ini secara lebih
bermakna dalam arti yang seluas-luasnya.
Petunjuk-petunjuk agama mengenai
berbagai kehidupan manusia, yang berkaitan dengan tingkah laku manusia, nampak
amat ideal dan agung. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif,
menghargai akal fikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa
mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka,
demokratis, berorientasi pada kualitas, egaliter, kemitraan, anti feodalistik,
mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan sikap-sikp
positif lainnya.[i]
Umat Islam dalam praktenya
menampilkan keadaan yang berbeda dari cita-cita ideal tersebut. Ibadah yang
dilakukan umat Islam, seperti shalat, puasa, zakat, haji hanya berhenti sebatas
membayar kewajiban dan menjadi lambang keshalehan. Buah dari ibadah yang
berdimensi kepedulian sosial sudah kurang nampak. Di kalangan masyarakat telah
terjadi kesalahan dalam memahami simbol-simbol keagamaan itu. Agama lebih
dihayati sebagai penyelamatan individu dan bukan sebagai keberkahan sosial
secara bersama. Seolah Tuhan tidak hadir dlam problema sosial, kendati nama-Nya
semakin rajin di sebut di mana-mana. Pesan spiritualitas agama menjadi mandeg,
terkristal dalam kumpulan mitos dan ungkapan simbolis tanpa makna. Agama
tidak muncul di dalam satu kesadaran kritis terhadap situasi aktual.
Sekarang, sudah saatnya kita
mengembangkan indikasi keberagamaan yang berbeda selama ini. Meningkatnya
jumlah orang mengunjungi rumah-rumah ibadah, berduyun-duyunnya orang
pergi haji, dan sering menculnya tokoh-tokoh dalam acara sosial agama,
sebenarnya barulah indikasi permukaan saja dalam masyarakat. Indikasi semacam
ini tidak menerangkan tentang perilaku keagamaan yang sesungguhnya.Nilai-nilai
keagamaan menjadi pertimbangan utama dalam berpikir maupun bertindak oleh
individu maupun sosial.
Jika ada suatu penyimpangan akhlak
seperti masalah pelacuran, maka hal demikian di nilai sebagai perbuatan haram
yang harus di berantas. Padahal dengan diberantasnya masalah tersebut belum
tentu dapat mengatasi masalah, terkait dengan keimanan yang tipis, kurangnya
pengetahuan, keterampilan dan sempitnya lapangan kerja.[ii]
Dari permasalahan ini saya mencoba
mendeskripsikan secara umum mengenai Pendidikan Akhlak Islami, yang
membahas bagaimana mengendalikan kehendak nafsu manusia yang sering
menghanyutkan manusia kepada hal-hal yang negative dan merugikan, bagaimana
suatu akhlak manusia itu benar-benar menjadi akhlakul karimah. Ini dilakukan
agar akhlak Mahasiswa dan kaum muda yang saat ini akhlaknya hancur dapat
diluruskan kembali.
Kehancuran akhlak yang dihadapi oleh Islam seperti
kehancuran akhlak bangsa romawi dan Persia, tidak memberi jaminan untuk
melakukan perbuatan yang manusiawi, kecuali petunjuk agamanya. Dalam agama yang
dapat dijadikan sarana untuk memperbaiki akhlak manusia, antara lain anjuran
untuk selalu bertobat, bersabar, bersyukur, bertawakal, mencintai orang lain,
mengasihani dan menolongnya. Anjuran-anjuran itu, sering didapatkan dalam
ayat-ayat qur’an, sebagai nasihat bagi orang-orang yang sering melakukan
perbuatan buruk. Ini terbukti bahwa akhlak buruk dapat didik menjadi baik,
kecuali tingkatan akhlak yang sangat berbahaya terhadap masyarakat pada
umumnya. Tidak terdapat tanda-tanda kesadaran bagi pelakunya, kecuali hanya
kekhawatiran menimbulkan pengorbanan yang lebih hebat lagi. Orang yang
melakukannya disebut al-jahiluddhollulpaasikusyarir.[iii]
Dengan bekal ilmu akhlak, orang dapat mengetahui batas
mana yang baik dan batas mana yang buruk. juga dapat menempatkan sesuatu sesuai
dengan tempatnya. Orang yang berakhlak dapat memperoleh irsyad, taufik, dan
hidayah sehingga dapat behagia di dunia dan di akhirat. Kebahagiaan hidup oleh
setiap orang selalu didambakan kehadirannya di dalam lubuk hati. Hidup bahagia
merupakan hidup sejahtera dan mendapat ridha Allah dan selalu disenangi oleh
sesama makhluk.
Walaupun demikian, untuk mendapatkan kebahagiaan,
kesejahteraan dan ridha Allah tidak mudah. Manusia harus dapat memilah
mana yang buruk dan mana yang baik. Membedakan keduanya berarti dapat
menilai. Apabila orang dapat berpegang pada kebaikan dan membuang keburukan,
inilah jalan kelurusan. Lebih lanjut seseorang dapat memilih yang baik dan
kemudian meninggalkan tindakan yang buruk. Orang yang sudah mencapai pemilihan
terhadap kebaikan, diupayakan ada proses keyakinan dan menjadikan dirinya
kontinuitas (terus menerus) dalam tindakan untuk membiasakan diri pada
kebaikan, akhirnya dapat menumbuhkan kegemaran.[iv]
Kesempurnaan akhlak manusia dapat di capai melalui dua jalan.
Pertama, melalui kurnia Tuhan yang mencipta manusia dengan fitrahnya
yang sempurna, akhlak yang baik, nafsu syahwat yang tunduk kepada akal
dan Agama. Manusia tersebut dapat memperoleh ilmu tanpa belajar dan terdidik
tanpa melalui proses pendidikan. Manusia yang tergolong ke dalam kelompok ini
adalah para Nabi dan Rasul Allah. Kedua, akhlak melalui cara berjuang
secara bersungguh-sungguh (muja’hadah) dan latihan (riya’dah)
yaitu membiasakan diri melakukan akhlak-akhlak mulia. Ini yang dapat dilakukan
oleh manusia biasa dengan belajar dan latihan.
Akhlak mulia juga dapat dipupuk melalui proses melawan
hawa nafsu. Seseorang memiliki akhlak mulia selagi dia berjaya melawan dan
dapat menundukkan hawa nafsunya. Menundukkan hawa nafsu bukan bermakna membunuhnya
tetapi hanya mengawal dan mendidiknya agar mengikuti panduan akal dan agama.
Menundukkan hawa nafsu merupakan satu pekerjaan yang sangat sukar. Sebab hawa
nafsu ini sendiri merupakan sebahagian dari diri kita dan keberadaannya tetap
diperlukan. Disinilah letak kesukaran menundukkannya. Rasulullah menyifatkan
hawa nafsu sebagai musuh yang paling besar.[v]
Pendidikan akhlak yang islami sangat dibutuhkan dan
diperlukan di zaman sekarang ini. Karena kebudayaan yang baik dari suatu bangsa
tidak menjamin memiliki akhlak dan perilaku yang baik bagi bangsa tersebut.
Pendidikan akhlak islami ini dibahas mengenai pengertian dari pendidikan
akhlak, akhlak yang baik dan buruk, ukuran dari akhlak yang baik dan buruk,
kehendak nafsu, juga di bahas bagaimana membimbing nafsu ke jalan yang baik,
serta aliran-aliran yan membahas mengenai akhlak yang baik dan buruk dan
pendapat kaum sekuler dan para ulama Islam mengenai akhlak.
b.
Pengartian Akhlak
Kata akhlak berasal dari bahasa arab, jamak dari khuluqun yang menurut bahasa
berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabi’at.[viii]
Menurut pengertian sehari-hari umumnya akhlak itu disamakan dengan budi
pekerti, kesusilaan, sopan santun. Khalq merupakan gambaran sifat batin
manusia, akhlak merupakan gambaran bentuk lahir manusia, seperti raut wajah dan
body. Dalam bahasa yunani pengertian khalq ini di pakai kata ethicos
atau ethos, artinya adab kebiasaan, perasaan batin, kecenderungan hati
untuk melakukan perbuatan. Ethicos kemudian berubah menjadi ethika.[ix]
Sekalipun pengertian akhlak itu berbeda aasal katanya,
tapi tidak berjauhan maksudnya, bahkan berdekatan artinya satu dengan yang
lain.
Menutur
istilah (terminology) para ahli berbeda pendapat tentang definisi akhlak
tergantung cara pendang masing-masing. Berbaga perbedaan para ahli itu adalah
sebagai berikut:
1. Farid Ma’ruf mendefinisi akhlak
sebagai kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena
kebiasaan, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu.
2. M Abdullah Diroz, mendefinisikan
akhlak sebagai suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekutan berkombinasi
membawa kecendrungan pada pemilihan pihak yang benar (akhlak baik) atau
pihak yang jahat (akhlak rendah).3
3. Ibn Miskawaih (w.1030 M)
mendefinisikan akhlak sebagai suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia,
yang berbuat dengan mudah, tanpa melalui proses pemikiran atau pertimbangan (kebiasaan
sehari-hari).[x]
4. Al-Ghazali (w.1111 M) memberikan
pengertian tentang bentuk ilmu akhlak itu sebagai ilmu untuk menuju jalan ke
akhirat yang dapat di sebut sebagai ilmu sifat hati dan ilmu rahasia hubungan
keagamaan yang kemudian menjadi pedoman untuk akhlak-akhlaknya orang-orang
baik. Ghazali lebih manitikberatkan masalh akhlak itu untuk pedoman orang-orang
suluk dan harus disesuaikan dengan ajaran-ajaran syari’at Islam seperti yang
digariskan oleh fuqaha, sehingga ilmu tersebut lebih popular dikalangan umat
Islam menjadi ilmu tasawuf.[xi]
c.
Pengertian Islam
Islam berasal dari kata salam yang berarti pasrah, damai,
selamat. Selain digunakan sebagai nama agama Islam juga digunakan dalam
pengertian teknis yakni Islam, Iman, Ihsan, ketiganya merupakan aspek
fundamental agama. Dalam istilah Islam mengandung pengertian yang
sama dengan ibadah yang mencakup segala macam perbuatan lebajikan, rukun Islam,
dan ketundukan terhadap syari’at.[xii]
Pendidikan Islam diartikan sebagai latihan mental,
moral dan fisik yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan
tugas kewajiban dan tanggung jawab dalam masyarakat selaku hamba Allah.
Pendidikan Islam berarti juga menumbuhkan personalitas (kepribadian) dan
menanamkan tanggung jawab. Sebagai landasan firman Allah: Ali Imran ayat 19.
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ
الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ
سَرِيعُ الْحِسَابِ(19)
Sesungguhnya
agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih
orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan
kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang
kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat
hisab-Nya.(Qs. ali- Imran: 19).
Oleh karena itu jika berpredikat muslim benar-benar
menjadi penganut agama yang baik ia harus mentaati ajaran Islam dan menjaga
agar rahmat Allah tetap berada pada dirinya. Ia harus mampu memahami,
menghayati, dan mengamalkan ajarannya yang di dorong oleh iman sesuai dengan
akidah islamiah. Untuk tujuan itulah manusia harus di didik melalui proses
pendidikan Islam. Berdasarkan pandangan di atas, maka pendidikan Islam
merupakan sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk
memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam karena nilai-nilai Islam
telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadian.
Oleh karena Islam mempedomaniseluruh aspek kehidupan
manusia muslim baik duniawi maupun ukhrawi. Di tinjau dari aspek pengamalannya,
pendidikan Islam berwatak akomodatif kepada tunututan kemajuan zaman yang ruang
lingkupnya berada di dalam kerangka acuan norma-norma kehidupan Islam. Hal
demikian nampak jelas bahwa pendidikan Islam dikembangkan secara utuh dan
menyeluruh. Ilmu pendidikan Islam merupakan sistem dan proses kependidikan yang
berdasarkan Islam untuk mencapai produk atau tujuannya, baik studi maupun
praktis.
Jadi pendidikan akhlak islami merupakan suatu proses mendidik, memelihara,
membentuk, dan memberikan latihan mengenai akhlak dan kecerdasan berfikir baik
yang bersifat formal maupun informal yang didasarkan pada ajaran-ajaran Islam.
Pada sistem pendidikan Islam ini khsus memberikan pendidikan tentang akhlak dan
moral yang seharusnya dimiliki oleh seorang muslim agar dapat mencerminkan
kepribadian seorang muslim
C.
Pembahasan.
1.
Akhlak Baik Dan Buruk
Dalam
ensiklopedi diperoleh pengertian baik dan buruk ini adalah sebagai berikut:
a.
Baik (khair, bahasa arab/good, bahasa inggris).
1. Sesuatu yang
telah mencapai kesempurnaan (Al-Munjid, hlm. 198).
2. Sesuatu yang
menimbulkan rasa keharuan dalam kepuasaan, kesenangan, persesuaian (Webster’s
new twentiet century dictionary, hlm. 789).
3. Sesuatu yang
mempunyai nilai kebenaran atau nilai yang diharapkan, yang memberikan
kepuasaan. (the advanced learner’s dictionary, hlm. 430).
4. Sesuatu yang
sesuai dengan keinginan. (webster’s world university dictionary, hlm. 401).
5. Sesuatu hal
dikatakan baik, bila ia mendatangkan rahmat, memberikan perasaan senang atau
bahagia. Jadi sesuatu yang dikatakan baik bila ia dihargai secara positif. (Ensiklopedia
Islam, I, hlm.362).
b.
Buruk (syarr, bahasa arab/bad, bahasa inggris).
1. Tidak baik, tidak seperti yang seharusnya, tak
sempurna dalam kualitas, di bawah standard, kurang dalam nilai, tak mencukupi. (New
twentieth century dictionary of English language, hlm.238).
2. Keji, jahat, tidak bermoral, tidak
menyenangkan, tidak dapat disetujui, tidak dapat diterima. (The advanced
learner’s of current English, hlm.63).
3. Segala yang tercela, lawan baik, lawan pantas,
lawan bagus. Perbuatan buruk berarti yang bertentangan dengan norma-norma
masyarakat yang berlaku (Ensiklopedia Indonesia, I, hlm.557).
Dari beberapa pengertian di atas bahwa dikatakan baik
apabila ia memberikan kesenangan, kepuasan, kenikmatan, yang di nilai positif
oleh orang yang menginginkannya. Dikatakan buruk apa yang di nilai sebaliknya.
Di sini nyata sekali betapa relatifnya pengertian itu, karena tergantung pada
penghargaan manusia masing-masing. Jadi nilai baik atau buruk menurut
pengertian di atas bersifat subyektif, karena tergantung pada individu yang
menilainya.[xiii]
Pengertian baik menurut Ethic ialah sesuatu yang berharga
untuk sesuatu tujuan, apabila yang merugikan, menyebabkan tidak tercapainya
tujuan di nilai buruk. Baik bagi seseoang belum tentu baik bagi orang lain.
Sasuatu itu baik bagi seseorang apabila sesuai dan berguna untuk tujuannya. Hal
yang sama adalah buruk bagi orang lain, karena hal tersebut tidak berguna bagi
tujuannya. Masing-masing orang mempunyai tujuan yang berbeda-beda, ada yang
bertentangan, sehingga yang berharga untuk seseorang berbeda dengan yang
berharga untuk orang atau golongan lainnya.
Secara obyektif, walaupun tujuan orang dan golongan di
dunia ini berbeda-beda, sesungguhnya pada akhirnya semuanya mempunyai tujuan
yang sama, sebagai tujuan akhir tiap-tiap sesuatu, bukan saja manusia bahkan
binatang pun mempunyai tujuan. Tujuan akhir dari semuanya itu sama, yaitu ingin
baik dan ingin bahagia. Tak ada seorangpun yang tidak ingin baik baik bahagia,
karenaini fitrah manusia.
Tujuan dari masing sesuatu, walaupun berbeda-beda,
semuanya bermuara kepada satu tujuan yaitu baik dan bahagia, tujuan akhirnya
sama.[xiv]
Penilaian orang terhadap sesuatu perbuatan adalah relative, disebabkan adanya
perbedaan agama, kepercayaan, cara berfikir, pendidikan, kehidupan sehari-hari,
dan ideologi. Umpanya tentang perjudian, mencuri, merampok. Semua orang akan
sepakat bahwa perbuatan tersebut adalah tidak baik. Namun apabila bertanya
kepada masing-masing anggota masyarakat tentang perbuatan tersebut, ternyata
reksi mereka terhadapnya adalah tidak sama. Penilaian dan reaksi terhadap
perjudian, lokalisasi kemaksiatan, antara orang yang taat beragama dengan orang
yang kurang taat beragama, jelas berbeda. Dalam kalangan ulama Islam sendiri
terdapat perbedaan antara menetapkan baik dan buruk
Persoalan dengan apa orang menentukan baik dan buruk ini,
tidak hanya diperdebatkan oleh kalangan-kalangan yang berfaham sekulerisme.
Problema tersebut tidak terkecuali juga pernah menjadi bahan perdebatan di
kalangan ulama-ulama, hal ini karena adanya perbedaan-perbedaan persepsi dalam
mengartikan baik dan buruk dari kalangan ulama-ulama Islam tersebut.
Al-Ghazali
berpendapat bahwa sumber-sumber akhlak baik adalah:
1. Kitab suci
al-Qur’an.
2.
Sunnah Nabi.
3.
Akal fikiran.
Pendapat Al-Ghazali ini sesuai dengan sebuah hadist Nabi
yang menyebutkan, bahwa sewaktu Nabi mengutus Mu’az bin Jabal ke negri Yaman
untuk menjadi qadhi (hakim Islam), ketika itu Mu’az di tanya oleh Nabi:
-
Dengan apakah engkau menjalankan hokum,
-
Dengan kitab Allah, jawabnya.
-
Kalau engkau tidak mendapatkan (dalam kitab Allah)?
-
Dengan sunnah Rasul, jawabnya lagi,
-
Kalau engkau juga tidak mendapatkan keterangan dalam sunnah Rasul?
-
Saya menggunakan akal saya dan saya tidak berputus asa.
Abul A’la Maududi
berpendapat bahwa sumber nilai-nilai akhlak Islam itu terdiri dari:
1. Bimbingan
Tuhan, sebagai sumber pokok. Bimbingan Tuhan adalah Al-Qur’an dan Sunnah Nabi
Muhammad saw.
2. Pengalaman,
ratio dan intuisi manusia, sebagai sumber tambahan atau sumber pembantu.[xv]
Ada dua penggolongan
akhlak secara garis besar yaitu akhlak mahmudah (fadhilah) dan akhlak mazmumah
(qabihah). Di samping istilah tersebut Imam Al-Ghazali menggunakan istilah
“munjiyat” untuk akhlak Mahmudah dan “muhlihat” untuk yang mazmumah. Di
kalangan ahli tasawuf dikenal sistem pembinaan mental, dengan istilah :
Takhalli, tahalli, dan tajalli.
Takhalli adalah mengosongkan atau membersihkan jiwa dari
sifat-sifat tercela, karena sifat itulah yang dapat mengotori jiwa manusia.
Tahalli adalah mengisi jiwa dengan sifat-sifat yang terpuji (mahmudah).
Jadi dalam rangka pembinaan mental, pensucian jiwa hingga
dapat berada dekat dengan Tuhan, maka pertama kali yang dilakukan adalah
pembersihan jiwa dari sifat-sifat yang tercela, setelah itu, jiwa yang bersih
diisilah dengan sifat-sifat yang terpuji, hingga akhirnya sampailah pada
tingkat yang berikutnya yang disebut dengan “tajalli” yaitu tersingkapnya tabir
sehingga diperoleh pancaran Nur Ilahi. Akhlak mahmudah ialah segalan
macam sikap dan tingkah laku yang baik. Akhalak mazmumah ialah segala macam
sikap dan tingkah laku yang tercela. Akhlak mahmudah dilahirkan oleh
sifat-sifat mahmudah yang terpendam dalam jiwa manusia, demikian pula akhlak
mazmumah dilahirkan oleh sifat-sifat mazmumah. Oleh karena itu sikap dan
tingkah laku yang lahir adalah merupakan cermin atau gambaran dari sifat batin.[xvi]
Adapun sifat-sifat mahmudah ialah:
a. Al
amanah (setia, jujur, dapat dipercaya)
b. Al sidqu (benar,
jujur)
c. Al adl (adil)
d. Al afwu (pemaaf)
e. Al
alifah (disenangi)
f.
Al wafa’ (menepati janji)
g. Al
haya’ (malu)
h. Al
wafa’ (menepati janji)
i.
Ar rifku (lemah lembut)
j.
Annisatun (bermuka manis)
Adapun sifat-sifat mazmumah ialah :
1) Ananiah (egoistis)
2) Al bagyu (melacur)
3) Al buhtan (dusta)
4) Al khianah (khianat)
5) Az zulmu (aniaya)
6) Al gibah (mengumpat)
7) Al hasd (dengki)
8) Al kufran (mengingkari
nikmat)
9) Ar riya’ (ingin
dipuji)
10) Al namumah (adu domba)
Selain
dari akhlak mahmudah dan mazmumah di atas masih banyak lagi akhlak-akhlak
mahmudah dan mazmumah yang lainnya.
2.
Ukuran Akhlak Baik Dan Buruk
Ukuran ialah standar perhitungan dalam bentuk
panjang-lebar, tinggi-rendah, besar-kecil, tua-muda, isi dan berat. Dalam
sesuatu benda ada ukurannya, berapa besarnya? Berapa beratnya? Berapa
tingginya? Berapa luasnya? Berapa dalamnya? Sebagai salah satu pertanyaan yang
mengandung hakikat, bahwa sesuatu benda yang ada ukurannya.
Mempersoalkan baik dan buruk pada perbuatan manusia maka
ukuran karakternya selalu dinamis dan sulit dipecahkan. Namun karakter baik dan
buruk perbuatan manusia dapat diukur menurut fitrah manusia. Kenyataan
yang ada di dalam kehidupan, bahwa ada beda pendapat (berselisih) dalam
melihat baik dan buruk. Sekarang seseorang melihat baik dan buruk, tapi pada
suatu saat dia melihatnya itu baik dan sebaliknya.
Dalam melihat ukuran akhlak baik dan buruk dapat dilihat
dari beberapa sudut pandang yaitu:
a.
Pengaruh adat kebiasaan
Manusia dapat terpengaruh oleh adapt istiadat golongan
dan bangsanya. Mereka melakukan sesuatu perbuatan dan menjauhi perbuatan
lainnya. Kekuatan memberi hukum kepada sesuatu belum tumbuh begitu rupa,
sehingga ia mengikuti kebanyakan perbuatan yang mereka lakukan.
Adat
istiadat menganggap baik bila mengikutinya dan menanam perasaan kepada
mereka bahwa adat istiadat itu membawa kesucian. Apabila seorang dari
mereka menyalahi adat istiadat, sangat dicela dan dianggap ke luar dari
golongan bangsa. Ada beberapa alasan mengapa adat istiadat dilakukan dan larangan-larangan
disingkirkan, karena:
1. Pendapat umum, memuji pengikut adat
istiadat dan mengejek orang-orang yang menyalahinya. Adat istiadat bangsa dalam
berpakaian, bercakap-cakap, dan bertandang amatlah kokoh. Orang-orang
menganggap baik bagi pengikutnya dan menganggap buruk bagi orang yang
menyalahinya. Demikian sebab-sebabnya segolongan bangsa menertawakan adat
istiadat bangsa lain yang menyalahi adat istiadat mereka.
2.
Apa yang diriwayatkan secara turun-temurun dari hikayat-hikayat dan khufarat-khufarat
yang menganggap bahwa syetan dan jin membalas dendam kepada orang-orang yang
menyalahi perintah-perintah adat istiadat dan malaikat memberi pahala bagi yang
mengikutinya.
3. Beberapa upacara, keramaian,
pertemuan yang menggerakkan perasaan dan mendorong bagi para hadirin untuk
mengikuti maksud dan tujuan upacara itu, seperti mengikuti adat-istiadat
kematian, pengantin, ziarah kubur dan upacara lainnya.
Pada suatu waktu orang-orang berpendapat bahwa baik itu
apa yang sesuai dengan adat-istiadat dan buruk itu apa yang menyalahinya. Di
luar adat-istiadat, orang-orang merdeka melakukan apa yang mereka kehendaki.
Bahkan pada masa ini pun banyak orang-orang umum yang berpendapat serupa itu.
Mereka berbuat apa yang mereka perbuat, karena sesuai dengan adat-istiadat
golongan mereka dan mereka menjauhi apa yang mereka jauhi karena golongan
mereka tidak melakukannya. Maka ukuran baik dan buruk menurut pandangan mereka
adalah adat-istiadat golongannya. Orang-orang kampung, bila dari keluarganya
sakit, tidak mengundang dokter untuk mengobatinya. Bila seorang dari keluarga
mereka meninggal dunia, terpaksa mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk
melakukan peringatan, karena jika ia tidak melakukan demikian itu di cela oleh
lingkungannya, sebab menyalahi adat-istiadat mereka.
Dalam peyelidikan adat-istiadat tidak dapat digunakan
sebagai ukuran dan pertimbangan, karena sebagian dari perintah-perintahnya
tidak masuk akal dan setengah merugikannya. Banyak perbuatan-perbuatan yang
salah, tetapi lain bangsa yang menyatakan kebaikannya; seperti mengubur anak
perempuannya hidup-hidup dilakukan oleh sebagian bangsa arab pada zaman
jahilliyah. Mereka menganggap perbuatan itu tidak tercela dan tidak salah.
Berpegang adat-istiadat itu meskipun tidak benar, ada
juga faedahnya. Ada juga orang-orang yang tidak mau melanggar adat-istiadat
yang baik, banyak pula orang-orang yang tidak mau mencuri, minum-minuman keras
karena mengikuti adat-istiadat, takut dari lingkungan mengecam dan
mencemoohkannya.[xvii]
b.
Kebahagiaan (Hedonism)
Kebanyakan filosofi berpendapat bahwa tujuan akhir dari
hidup dan kehidupan manusia ialah untuk mencapai kebahagiaan. Perbuatan manusia
dapat dikatakan baik bila ia mendatangkan kebahagiaan, kenikmatan dan
kelezatan. Para pengikut aliran hedonisme membagi kebahagiaan menjadi
dua ialah:
1.
Kebahagiaan diri (Egoistic Hedonism)
Pendapat ini
mengatakan bahwa manusia itu hendaknya mencari sebanyak mungkin kebahagiaan
untuk dirinya dan mengorientasikan segala usahanya kearah kebahagiaan. Dalam
hal ini bila seseorang bimbang diantara dua perbuatan, ditinggalkan atau
diperbuat, maka hendaknya ia memperhitungkan banyak sedikitnya kebahagiaan (kenikmatan)
dan kepedihan yang ditimbulkannya untuk dirinya. Kalau besar kenikmatannya,
maka ia baik dan bila besar kepedihannya, maka ia buruk.
2.
Kebahagiaan bersama (Universalistic Hedonism)
Paham ini
menghendaki agar manusia mencari kebahagiaan yang sebesar-besarnya untuk sesama
manusia, bahkan untuk segala makhluk yang berperasaan. Untuk memberikan nilai
terhadap suatu perbuatan bahwa ia baik atau buruk, yang perlu diperhatikan
adalah kesenangan dan kepedihan yang diakibatkan oleh perbuatan itu. Dalam hal
ini bukan untuk diri sendiri tetapi untuk seluruh makhluk, ikut merasakan
kenikmatan dari akibat perbuatan itu.
Karena kesenangan yang dikehendaki oleh pengikut paham
ini bukan kenikmatan bagi orang yang melakukannya, tetapi kenikmatan semua
orang yang ada hubungannya dengan perbuatan itu, maka sipembuat harus
mempertimbangkan jangan sampai berat sebelah kepada dirinya. Kebahagiaan
bersama harus menjadi pokok pandangan setiap orang. Suatu perbuatan bernilai
keutamaan bila menghasilkan kebahagiaan kepada manusia. Dia adalah utama,
meskipun menghasilkan kepedihan kepada sebagian kecil orang atau kepada
sipembuat sendiri.
Setelah
meninjau secara seksama tentang tolak ukur perbuatan manusia dengan
kebahagiaan, ada beberapa kelemahan yang terdapat di dalamnya:
a. Nilai
yang diberikan bersifat lokal dan temporal. Artinya suatu perbuatan memberi
manfaat bagi suatu bangsa, tetapi merugikan bagi bangsa lain, menyenangkan pada
hari ini tetapi menyedihkan pada hari esok.
b. Nilai yang
diberikan bersifat subyektif, yakni tergantung pada masing-masing orang yang
membutuhkannya. Jika sesuai keinginan, mendatangkan kebahagiaan baginya, belum
tentu bagi orang lain.
c. Paham
ini hanya memandang hasil dari suatu perbuatan, tanpa melihat pada niat dan
cara sipembuat dalam menjalankan perbuatannya. Hal ini tidak dibenarkan dalam
ajaran akhlak.
d. Pendapat yang
mengatakan bahwa tujuan hidup itu hanya mencari kelezatan dan menjauhi
kepedihan merendahkan martabat manusia dan tidak pantas kecuali bagi jenis
perbuatan dan akibatnya.
c.
Intuisi (Intuition)
Intuisi merupakan kekuatan batin yang dapat mengenal
sesuatu yang baik atau buruk dengan sekilas pandang tanpa melihat buah dan
akibatnya. Paham ini berpendapat bahwa tiap manusia itu mempunyai kekuatan
batin sebagai suatu instrument yang dapat membedakan baik dan buruk.
Kekuatan ini dapat berbeda antara seorang dengan yang lainnya karena perbedaan
masa dan meliu. Tetapi tetap berakar dalam tubuh tiap individu.
Apabila ia melihat suatu perbuatan, ia mendapat semacam
ilham yang memberi tahu nilai perbuatan itu lalu menetapkan hukum baik dan
buruknya, sebagaimana di beri mata untuk melihat dan telinga untuk mendengar.
Melihat sekilas pandang dapat menetapkan putih atau hitamnya sesuatu. Mendengar
suara dapat menyatakan bahwa ia merdu atau tidak. Demikian pula bila melihat
suatu perbuatan dapat menetapkan baik buruknya.
d.
Evolusi (Evolution)
Mereka yang mengikuti paham ini mengatakan bahwa segala
sesutau yang ada di alam ini mengalami evolusi, yaitu berkembang dari apa
adanya menuju kepada kesempurnaannya. Pendapat seperti ini bukan hanya berlaku
pada benda-benda yang nampak, seperti binatang, manusia dan tumbuh-tumbuhan,
tetapi juga berlaku pada benda yang tak dapat di lihat oleh panca indera,
sepeti akhlak dan moral.
Pendapat bahwa nilai akhlak harus ikut berkembang sesuai
perkembangan sosial dan budaya ini menyesatkan orang. Adanya pendapat (nilai)
baru yang menjadi panutan pada masa itu, meupakan pendapat (nilai) yang
dipaksakan oleh orang yang berkuasa pada saat itu, karenanya tidak merupakan
nilai yang universal dan hanya di pandang baik oleh seseorang atau sekelompok
orang.[xviii]
3.
Kehendak Nafsu
Nafsu ialah organ rohani yang besar pengaruhnya dan
yang paling banyak diantara anggota rohani yang mengeluarkan instruksi kepada
anggota jasmani untuk berbuat atau bertindak.[xix]
Adapun tujuan hidup menurut buku-buku ghazali yaitu
mencontoh kehidupan ahli-ahli suluk (thariqat) yang sedang menuju kepada
Allah. Jalan yang merintanginya yaitu harta, maksiat, taqlid, dan senang
kemegahan. Harta menurut Al-Ghazali harus di cari menurut kebutuhan.
Seseorang perlu menghapus sifat-sifat kemegahan yang ada pada dirinya dengan
jalan pergi merantau ke luar daerah. Taqlid harus diikuti dengan jalan
meninggalkan fanatisme kepada mazhab, maksiat dapat di kikis dengan tobat,
penyesalan, semangat yang kuat untuk tidak kembali pada dosa itu dan harus ke
luar dari kekejaman.
Al-Ghazali dalam beberapa pendapatnya lebih
menitik-beratkan kepada seseorang untuk terus-menerus melakukan perbuatan yang
terpuji dan menghindari perbuatan dosa. Harus terbiasa dengan cara menerima
makanan untuk keperluan tubuhnya, dan juga terbiasa menerima pengetahuan. Jika
hal itu tidak dibiasakan maka hal itu tidak terlaksana.
Al-Ghazali memandang bahwa dosa adalah sebagai berikut, “Dosa
selagi dianggap besar oleh seseorang maka hal itu menjadi kecil dalam pandangan
Allah. Tetapi setiap dianggap kecil dosa itu maka di depan Allah menjadi besar”.
Masalahnya bahwa yang membesarkan dosa itu karena hatinya berusaha ingin
menjauhi dosa itu bahkan membencinya, larinya dari dosa itu berhasil
menghalangi dosa itu untuk tidak dikerjakan. Jika menganggap dosa itu kecil
karena berasal dari kecondongan hati orang tersebut untuk melakukan dosa itu.
Iman harus dijadikan pedoman besar di dalam hati, sebab hati itu di tuntut
untuk mengerjakan ketaatan, dan harus selalu menjaga diri untuk tidak kuasai
oleh kejelekan.
Ghazali juga menekankan pentingnya sikap hati untuk
menuju kebaikan yang tidak selamanya ditentukan dengan sikap bersujud ke bumi,
tetapi yang penting adalah sikap merendahkan diri yang terletak di dalam hati.
Seorang yang merasa kasihan kepada anak yatim dengan jalan mengusap-usap rambut
kepalanya serta menciumnya itu adalah menunjukkan satu sikap kasih saying yang
terdapat dalam hati orang tersebut.[xx]
4.
Nafsu Yang Terbimbing
يَاأَيَّتُهَا النَّفْسُ
الْمُطْمَئِنَّةُ(27)ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً(28)فَادْخُلِي
فِي عِبَادِي(29)وَادْخُلِي جَنَّتِي(30)
Hai
nafsu (jiwa) yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi
diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke
dalam surga-Ku. (Qs.al-Fajr:27-30)
Tiada perbuatan yang lebih dahsyat dan tidak bermoral
dari memperkosa seorang bayi yang tidak tahu apa-apa pun. Kejadian sadis
benar-benar berlaku saat ini, ia banyak dilakukan dikalangan muda. Malah
jumlahnya dikatakan terus meningkat dengan didahului negara yang mempunyai
bilangan pembawa dan penyakit HIV/AIDS terbesar di dunia.
Afrika Selatan mencatatkan kasus perkosaan tertinggi di
dunia yaitu pada jumlah 58 anak-anak sehari dan setiap 26 menit bagi wanita
dewasa. Tidak dapat digambarkan bagaimana tersiksanya seorang perempuan
yang diperkosa secara beramai oleh enam orang lelaki berumur antara 24 sampai
26 tahun.
Kejadian itu terjadi di Cape Town, Afrika Selatan. Pakar
ahli perilaku kesehatan, Hospital Universiti Kebangsaan Malaysia, Dr. Khalib
Abdul Latiff menjelaskan masalah ini dari perspektif psikologi tingkah laku
manusia. Ia mengatakan, "Keinginan nafsu atau meningkatnya libido adalah
satu proses fisiologi bagi manusia dewasa dan remaja normal, lelaki dan wanita.
Ia terbimbing apabila seseorang itu mempunyai nilai-nilai kemanusiaan yang didukung
oleh nilai-nilai alklakul karimah.'' Sebaliknya, orang yang mempunyai
akhlak rendah langsung tiada nilai, apabila terangsang terdorong kepada nilai
binatang yang melampaui. Menurutnya, sulit untuk menentukan ciri-ciri pemerkosa
apakah lagi yang mempunyai keinginan seksual terhadap wanita dan anak-anak.
Beliau juga menjelaskan bahwa tidak semua pemerkosa yang
melibatkan kasus penganiayaan adalah fidofilia. Fidofilia merupakan sejenis
gangguan psikologikal yaitu seksualnya lebih menyukai anak-anak yang belum
mencapai usia baligh. Bagaimanapun sebagai panduan, ciri-ciri manusia seperti
berikut mesti diawasi walaupun ia tidak boleh dianggap orang yang suka
memperkosa:
v Pendiam dan selalu
mengasingkan diri.
v Perilaku yang tidak
stabil, cara hidupnya tidak dapat di baca dan tidak mempunyai satu cara hidup
yang rutin.
v Tidak aktif
berorganisasi, bergaul maupun bersosial. Waktunya banyak dihabiskan dengan diri
sendiri dan mungkin hanyut dalam kesenangan.
v Dia tidak mempunyai
aktivitas umum yang khusus atau hobi seperti memancing, bermain golf, bertemu
rekan-rekan.
v Melakukan kerja yang
tidak melibatkan aktivitas fisik kecuali petugas yang bekerja di dalam bidang
pengurusan, bidang akademik yang banyak menggunakan mental.
v Kerja relaks-relaks
dan suka memerhatikan orang. Mereka seperti ini banyak mengikuti perasaan.
v Aktivitas yang
dilakukan selalu tidak positif seperti merokok, termenung, mendengar radio dan
menonton televisi. Melainkan jika mereka rajin membaca bahan-bahan bacaan
yang serius dan baik.
Mereka yang tidak mempunyai nilai-nilai kemanusiaan agama dan moral. Dia tidak
jahat tetapi kepalanya ligat mencari peluang dan ruang. Biasanya, orang ini
tidak mempunyai aktivitas tetap yang bisa menyibukkan dirinya dengan suatu
perbuatan untuk dijadikan tumpuan. Dr. Khalib berkata, manusia yang lebih
banyak dipengaruhi nilai binatang, keadaannya menjadi sudah tidak waras dan
tidak terkendali, tidak mengenal siapa dan tidak ingat apa lagi yang dilakukan.
Baginya nafsu yang sedang bergejolak harus dipuaskan dengan cara apapun juga
sekalipun ejakulasi berlaku secara sempurna.[xxi]
Pemerkosa berusaha untuk menyembunyikan kesalahannya
dengan cara membunuh mangsanya atau melarikan diri sejauh mungkin. Masalah
muncul jika nilai mangsa sudah tidak ada lagi di dalam dirinya dan jika mangsa
meronta, menjerit, melawan, usaha dilakukan agar si mangsa tidak sadarkan diri.
Beliau berpendapat, dalam kebanyakan kasus yang sulit, mangsa di jerat,
dipukul, di cekik atau diberikan pukulan kuat sebelum keinginan nafsunya
dipenuhi. Tindakan ini dilakukan dalam keadaan yang setenang mungkin, artinya
si mangsa perlu berada di dalam keadaan menyerah walaupun sudah tidak bernafas
lagi. Selain itu, ia perlu diselesaikan dengan waktu yang cepat sewaktu
perbuatan seksualnya masih memuncak.
Bilangan jenis ini tidak banyak namun akibat yang di bawa olehnya sangat
serius. Akibat yang dapat terjadi yaitu sakitnya di saluran kencing, cedera
pada kemaluan dan hilang perawan, setelah itu terjangkit HIV/AIDS, Hepatitis B,
cedera fisik. Kemudian yang paling parah adalah kehamilan, trauma mental dan
usaha untuk kematian.
Terdapat juga jenis manusia abnormal yang mempunyai
hormon seks berlebihan membawa ke arah keinginan seks yang tidak puas-puas. Ini
terdapat pada manusia yang secara psikiatriknya terbukti memiliki
penyakit keinginan dan kesenangan seks sangat melampaui batas. Mereka ini
mempunyai birokrasi baik dan tidak melakukan tanpa kesadaran, sehingga
menyebabkan kejahatan. Tetapi mereka melibatkan diri dalam kegiatan perdagangan
yang berkaitan dengan obat-obatan terlarang.
Ditanya sarannya menangani kejahatan yang serius dan
melampaui batas sehingga mengakibatkan kematian, kesengsaraan biologi dan
mental. Langkah terbaik adalah dengan cara mengatasi kejahatan seksual dengan
cara:
ئ Memantapkan ilmu dan nilai agama,
akhlak dan budi pekerti yang baik, multidisiplin, secara nasional dari tingkat
pusat sampai daerah dan terpantau. Pelaksanaan di kalangan masyarakat harus
diselenggarakan sebaik-baiknya untuk membina manusia agar nafsunya terbimbing
dengan nilai-nilai akhlak murni. Lebih penting, ia dikontrol sendiri oleh hati
dan perasaannya.
ئ Menyediakan perkumpulan fisik, media
sosial, politik, ekonomi, teknologi, budaya, adat yang kondusif untuk membina
kehidupan positif ke arah kemakmuran keluarga, negara, agama, budaya dan bangsa.
Menurutnya, jika dua pendekatan ini dilakukan dengan
benar, dalam jangka panjang, lahir satu generasi masyarakat yang kuat bekerja,
bermoral dan patuh kepada ajaran agama.[xxii]
Allah mengisyaratkan agar manusia tidak menurutkan hawa nafsu, firmannya:
فَلَا يَصُدَّنَّكَ عَنْهَا مَنْ لَا يُؤْمِنُ
بِهَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَتَرْدَى(16)
Maka
sekali-kali janganlah kamu dipalingkan daripadanya oleh orang yang tidak
beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan
kamu jadi binasa". (Qs. Taahaa:16).
بَلِ اتَّبَعَ الَّذِينَ ظَلَمُوا أَهْوَاءَهُمْ
بِغَيْرِ عِلْمٍ فَمَنْ يَهْدِي مَنْ أَضَلَّ اللَّهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ
نَاصِرِينَ(29)
Tetapi
orang-orang yang zalim, mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan; maka
siapakah yang akan menunjuki orang yang telah disesatkan Allah? Dan tiadalah
bagi mereka seorang penolongpun.(Qs. ar-Ruum:29)
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى
النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى(40)
Dan
adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari
keinginan hawa nafsunya, (Qs.an-Naazi’at:40).
5.
Berbagai Aliran Tentang Baik Dan Buruk
a.
Aliran Hedonisme
Aliran hedonisme berpendapat bahwa norma baik dan buruk
adalah kebahagiaan karenanya suatu perbuatan apabila dapat
mendatangkan kebahagiaan maka perbuatan itu baik dan sebaliknya perbuatan itu
buruk apabila mendatangkan pendertitaan. Menurut aliran ini, setiap manusia
selalu menginginkan kebahagiaan, yang merupakan tujuan akhir dari hidup
manusia. Oleh karenanya jalan yang mengantarkan kearahnya dipandang sebagai
keutamaan (perbuatan nulia/baik).[xxiii]
Perbuatan yang baik adalah perbuatan yang menghasilkan
hedone kenikmatan atau kelezatan. Semua manusia ingin mencapai kelezatan karena
fitrah manusia dan segala jalan menuju kelezatan, yang sebabnya tidak
mengakibatkan penderitaan.
Klasifikasi kelezatan adalahsebagai berikut:
1.
Lezat yang timbul dari perasaan yang patut dan urgent sekali.
2.
Lezat yang timbul dari perasaan yang patut tetapi belum urgent benar.
3.
Lezat yang timbul dari perasaan yang tidak patut dan urgent benar.
Kelezatan ialah ketentraman jiwa yang berarti keseimbangan badan. Hedonisme ada
yang berpola spiritualistis, materialistis sensualistis, individual dan social.[xxiv]
Aliran hedonisme mengajarkan agar manusia mencari
kelezatan, karena pada dasarnya tiap-tiap perbuatan ini tidak sunyi dari
kelezatan tetapi aliran ini justru menyatakan hendak manusia mencari
sebesar-besar kelezatan. Apabila ia di suruh memilih di antara beberapa
perbuatan wajib ia memilih yang paling besar kelezatannya. Paham ini
mengisyaratkan manusia mencari kelezatan yang sebesar-besarnya bagi dirinya.
Setiap perbuatan harus diarahkan kepada kelezatan. Maka apabila terjadi
keraguan dalam memilih sesuatu perbuatannya, harus diperhitungkan banyak
sedikitnya kelezatan dan kepedihannya. Sesuatu itu baik apabila diri seseorang
yang melakukan perbuatan mengarah kepada tujuan.[xxv]
b.
Aliran Idealisme
Aliran idealisme dipelopori oleh Imanuel Kant (1724-1804) seseorang yang
berkebangsaan Jerman. Pokok-pokok pandangan etika idealisme adalah:
1. Wujud yang paling dalam dari
kenyataan (hakikat) ialah kerohanian. Seseorang berbuat baik pada
prinsipnya bukan karena dianjurkan orang lain melainkan atas dasar kemauan
sendiri dan rasa kewajiban. Sekalipun di ancam dan di cela orang lain,
perbuatan baik itu dilakukan juga, karena adanya rasa kewajiban yang bersemi
dalam rohani manusia.
2. Faktor yang paling penting
mempengaruhi manusia adalah “kemauan” yang melahirkan tindakan kongkrit dan
menjadi pokok di sini adalah “kemauan baik”.
3. Dari kemauan yang baik itulah
dihubungkan dengan sesuatu hal yang menyempurnakannya yaitu “rasa kewajiban”.
Menurut aliran ini “kemauan” merupakan faktor terpenting
dari wujudnya tindakan-tindakan yang nyata. Oleh karena itu “kemauan yang baik”
menjadi dasar pokok dalam etika idealisme. Menurut Kant, untuk dapat terealisasinya
tindakan dari kemauan yang baik, kemauan perlu dihubungkan dengan suatu hal
yang baik. Kemauan perlu disempurnakan melalui perasaan kewajiban. Jadi, ada
kemauan yang baik, disertai dengan perasaan kewajiban menjalankan sesuatu
tindakan, maka terwujudlah tindakan yang baik.[xxvi]
Perbuatan manusia harus berdasarkan prinsip kerohanian
yang tinggi, bukan berdasarkan pada Causalita Verband yang dhahir.
Perbuatan yang baik berdasarkan atas kemauan sendiri, rasa wajib, bukan karena
anjuran orang atau menginginkan pujian orang. Jadi faktor yang mempengaruhi
perbuatan manusia adalah kemauan, rasa kewajiban dan tujuan.[xxvii]
c.
Aliran Naturalisme
Manusia dapat berbahagia apabila menurutkan panggilan fitrah dhahir dan
bathin atau natura kejadian manusia dan inilah yang dikatakan perbuatan yang
baik. Jadi, kebahagiaan itu diperoleh di kala manusia melakukan sesuatu yang
sesuai dengan naturnya serta melangsungkan kehidupannya.[xxviii]
Ukuran baik dan buruknya perbuatan manusia menurut aliran
naturalisme adalah perbuatan yang sesuai dengan fitrah manusia. Baik mengenai
fitrah lahir maupun fitrah batin. Aliran ini menganggap bahwa kebahagiaan yang
menjadi tujuan dari setiap manusia di dapat dengan jalan memenuhi panggilan
panggilan nature atau kejadian manusia itu sendiri. Itulah sebabnya, aliran ini
dinamakan naturalisme. Aliran ini berpendirian bahwa segala sesuatu dalam dunia
ini menuju kepada tujuan yang satu, tetapi dapat dicapainya secara otomatis
tanpa pertimbangan atau perasaan. Hewan menuju kepada tujuan itu dengan naluri
kehewanannya, manusia menuju tujuan itu dengan akal pikirannya.[xxix]
d.
Aliran Theologi
Aliran ini berpendapat bahwa yang menjadi ukuran baik dan
buruknya perbuatan manusia, adalah didasarkan atas ajaran Tuhan. Perbuatan itu
diperintahkan atau dilarang oleh-Nya. Segala perbuatan yang diperintahkan Tuhan
itulah yang baik dan segala perbuatan yang dilarang Tuhan itulah perbuatan yang
buruk. Ajaran-ajaran tersebut sudah dijelaskan dalam kitab suci. Dengan
perkataan teologis saja nampaknya masih samaran karena di dunia ini terdapat
bermacam-macam agama yang mempunyai kitab suci sendiri-sendiri, antara satu
dengan yang lainnya tidak sama, bahkan ada yang bertentangan. Masing-masing
penganut agama sadar kepada ajaran Tuhannya.[xxx]
Perbuatan yang baik adalah perbuatan yang sesuai dengan instruksi Tuhan dan
perbuatan yang tidak baik adalah yang berlawanan dengan perintah Tuhan.
Masing-masing agama mempunyai kategori baik dan buruk sendiri-sendiri dan dapat
pula aliran-aliran sesuatu agama berlainan dalam ukuran baik dan burk.
Perbedaan itu disebabkan berlainan pendapat dalam menginterpretasi dalil-dalil
agama. Dosa berlaku dalam amal dan bukan di dalam fitrah kejadian manusia,
demikian menurut Islam. Menurut Kristen, dosa berlaku di dalam amal dan di
dalam fitrah kejadian manusia sebagai dosa waris.[xxxi]
E .Aliran Vitalisme
Perbuatan baik menurut aliran ini ialah orang yang kuat, dapat memaksakan dan
menekankan kehendaknya agar berlaku dan di taati oleh orang-orang yang lemah.
Manusia hendaknya memiliki daya hidup (vitalita) yang dapat menguasai
dunia dan keselamatan manusia tergantung atas daya hidupnya.[xxxii]
f.
Aliran Utilitarisme
Faham ini adalah agar manusia dapat mencari kebahagiaan
sebesar-besarnya untuk sesama manusia atau makhluk yang memiliki perasaan.
Kelezatan menurut paham ini, bukan kelezatan yang melakukan perbuatan itu saja,
sebagaimana dikatakan oleh pengikut Epicurus, tetapi kelezatan semua
orang yang ada hubungannya dengan perbuatan itu. Wajib bagi sipembuat, di kala
menghitung buah perbuatannya, jangan sampai berat sebelah, harus menjadikan
sama antara kebaikan dirinya dan kebaikan orang lain.
Kebahagiaan bersama bagi semua orang harus menjadi pokok
pandangan tiap-tiap orang, bukan kebahagiaan dia sendiri. Kebahagiaan terhitung
menjadi keutamaan karena membuahkan kelezatan bagi manusia lebih banyak dari
buah kepedihan. Dia adalah utama, meskipun memperpedih sebagian orang-orang dan
meskpun memperpedih yang melakukan perbuatan it sendiri. Demikian pula
kerendahan menjadi kerendahan karena karena kepedihannya bagi manusia lebih
berat dari kelezatannya.
Sifat benar menjadi utama karena ia menambah kebahagiaan
masyarakat dan mempertinggi keadaannya. Demikianlah karena di dalam hidup kita
menghajatkan kepada seorang dokter yang memberi petunjuk mengenai cara menjaga
kesehatan kita, para insinyur yang dapat kita percayai perkataannya untuk
membangun jembatanjembatan, ahli-ahli kimia buat menerangkan sifat-sifat benda,
guru-guru yang mencerdaskan otak pelajar-pelajar dengan apa yang berguna bagi
mereka. Kalau tidak ada sifat benar tidak hak bagi kita untuk mempercayai
kata-kata mereka dan kita mengambil manfaat dar buah fikiran mereka.Yang baik
adalah yang manfaat hasilnya dan yang buruk adalah yang tidak manfaat. Manfaat
adalah kebahagiaan untuk jumlah manusia yang sebesar mungkin. Sebagai tujuan
adalah mencapai kesenangan hidup sebanyak mungkin dari segi jumlah ataupun
nilai.[xxxiii]
D. Kesimpulan
1. Pendidikan
menurut bahasa adalah mendidik, melatih, memelihara, dan membimbing. Sedangkan
pendidikan menurut istilah adalah Pendidikan kita artikan sebagai latihan
mental, moral dan fisik yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk
melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung jawab dalam masyarakat selaku hamba
Allah, maka pendidikan berarti menumbuhkan personalitas (kepribadian) serta
menanamkan tanggung jawab.
2. Akhlak
menurut bahasa berasal dari bahasa arab yang berarti budi pekerti, perangai,
tingkah laku atau tabi’at. menurut pengertian sehari-hari umumnya akhlak itu
disamakan dengan budi pekerti, kesusilaan, sopan santun. Sedangkan akhalak
menurut istilah adalah “kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan
dengan mudah karena kebiasaan, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih
dahulu”. Atau akhlak adalah “suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap,
kekutan dan kehendak mana berkombinasi membawa kecendrungan pada pemilihan
pihak yang benar(dalam hal akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal
pihak yang jahat.
3. Islam berasal
dari kata salam yang berarti pasrah, damai, selamat. Ajaran agama Islam
diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw antara th 610-632 M. Selain digunakan
sebagai nama agama Islam juga digunakan dalam pengertian teknis bersama dua
istilah lainnya yakni Islam, Iman, Ihsan. Sedangkan Islam menurut
istilah adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, untuk
disampaikan kepada seluruh umat manusia.
4. Pendidikan
Akhlak Islami merupakan suatu proses mendidik, memelihara, membentuk, dan
memberikan latihan mengenai akhlak dan kecerdasan berfikir baik yang bersifat
formal maupun informal yang didasarkan pada ajaran-ajaran Islam. Dan pada
system pendidikan Islam ini khsus memberikan pendidikan tentang akhlak dan
moral yang bagaimana yang seharusnya dimiliki oleh seorang muslim agar dapat
mencerminkan kepribadian seorang muslim.
5. Sesuatu yang
dikatakan baik apabila ia memberikan kesenangan, kepuasan, kenikmatan, sesuai
dengan yang diharapkan. Atau dengan kata lain sesuatu yang dinilai positif oleh
orang yang menginginkannya. Sedang buruk apa yang dinilai tidak menyenangkan
dan tidak memberikan kepuasan karena tidak sesuai dengan apa yang diharapkan,
sehingga ini dinilai negative oleh orang lain.
6. Para ulama
Islam berbeda pendapat mengenai pengertian baik dan buruk. Ulama-ulama ahli
sunnah tentang hal ini berpendirian : “Yang disebut baik adalah apa yang
dijadikan baik oleh agama, dan yang disebut buruk adalah apa yang ditentukan
buruk oleh agama, sedangkan akal fikiran itu sendiri tidaklah kuasa menjelaskan
tentang baik dan buruk”. bebeda dengan pendapat ahli sunnah tersebut,
orang-orang mu’tazilahberpendapat bahwa mengenal dan
bersyukur kepada Allah pemberi kenikmatan, dan mengetahui tentang baik dan
buruk itu, adalah kewajiban-kewajiban akal”. Imam al ghazali
mempunyai pendapat agak lain lagi. Berbeda dengan kedua aliran itu, ia
berpendirian :“Orang yang mengajak kepada taqlid saja dengan mengeyampingkan
akal sama sekali, adalah ia seorang yang jahil (bodoh), sedangkan orang yang
hanya mencukupkan akal saja (terlepas) dari cahaya Al-Qur’an dan Sunnah Nabi
Muhammad, adalah ia seorang yang tertipu”
7. Ukuran akhlak
baik dan buruk dapat dipengaruhi oleh adat kebiasaan adalah manusia dapat
terpengaruh oleh adat istiadat golongan dan bangsanya. Karena itu hidup di
dalam lingkungan dengan melihat dan mengetahui. Mereka melakukan sesuatu
perbuatan dan menjauhi perbuatan lainnya., kebahagiaan filosofi berpendapat bahwa
tujuan akhir dari hidup dan kehidupan manusia ialah untuk mencapai kebahagiaan.
Karena itu, perbuatan manusia dapat dikatakan baik bila ia mendatangkan
kebahagiaan/kenikmatan/kelezatan atau hedonisme, intusi atau intuition
merupakan kekuatan batin yang dapat mengenal sesuatu yang baik atau buruk
dengan sekilas pandang tanpa melihat buah dan akibatnya, dan evolsi atau
evolution mengatakan bahwa segala sesutau yang ada di alam ini mengalami
evolusi, yaitu berkembang dari apa adanya menuju kepada kesempurnaannya.
8. Nafsu
adalah organ rohani yang besar pengaruhnya dan yang paling banyak
diantara anggota rohani yang mengeluarkan instruksi kepada anggota jasmani
untuk berbuat atau bertindak. Jadi kehendak nafsu adalah suatu dorongan
terhadap organ tubuh yang bersifat jasmani yang harus dipenuhi walau
kadang kehendak itu bersifat negative dan juga bersifat positif.
9. Nafsu harus
kita bombing kepada hal-hal yang positif karena jika kita tidak mempu
membimbingnya maka bisa membawa kita kepada hal-hal yang berbentuk negative
atau melanggar norma-norma agama, adapt istiadat dan hokum positif. Nafsu dapat
kita bimbing dengan cara : pertama memantapkan ilmu dan nilai agama,
moral dan budi pekerti yang baik, multidisiplin, berpadu di tingkat pusat,
berpanjangan dan sentiasa terpantau. Pelaksanaan di kalangan masyarakat harus
diuruskan dengan sebaik-baiknya untuk membina manusia yang nafsunya
`terselubung' dengan nilai-nilai murni. Lebih penting, ia dikontrol sendiri
oleh hati dan perasaannya. Kedua menyediakan perkumpulan fisik, media,
sosial, politik, ekonomi, teknologi, budaya, adat dan lain-lain yang kondusif
untuk membina kehidupan positif dan terbimbing ke arah kemakmuran keluarga,
negara, agama, budaya dan bangsa.
10. Jika nafsu itu telah mampu kita bimbing
maka keinginan hati kita untuk berhayal kepada hal-hal yang negative dapat kita
hindari, terutama hayalan tentang keinginan untuk melakukan seks.
11. Aliran hedonisme berpendapat bahwa
norma baik dan buruk adalah “kebahagiaan” karenanya suatu perbuatan
apabila dapat mendatangkan kebahagiaan maka perbuatan itu baik, dan sebaliknya
perbuatan itu buruk apabila mendatangkan pendertitaan.
12. Aliran idealisme, menurut aliran ini
“kemauan” adalah merupakan factor terpenting dari wujudnya tindakan-tindakan
yang nyata. Oleh karena itu “kemauan yang baik” adalah menjadi dasar pokok
dalam etika idealisme.
13. Aliran naturalisme pada aliran ini
yang menjadi ukuran baik dan buruknya perbuatan manusia adalah perbuatan yang
sesuai dengan fitrah/ naluri manusia itu sendiri, baik mengenai fitrah lahir
maupun fitrah batin.Aliran ini menganggap bahwa kebahagiaan yang menjadi tujuan
daripada setiap manusia didapat dengan jalan memenuhi panggilan panggilan
nature atau kejadian manusia itu sendiri.
14. Aliran theologi berpendapat bahwa
yang menjadi ukuran baik dan buruknya perbuatan manusia, adalah didasarkan atas
ajaran tuhan, apakah perbuatan itu diperintahkan atau dilarang oleh Nya. Segala
perbuatan yang diperintahkan tuhan itulah yang baik dan segala perbuatan yang dilarang
tuhan itulah perbuatan yang buruk, di mana ajran-ajaran tersebut sudah
dijelaskan dalam kitab suci.
15. Menurut aliran vitalisme yang baik
adalah orang yang kuat yang dapat memaksakan dan menekankan kehendaknya agr
berlaku dan ditaati oleh orang-orang yang lemah.
16. Maksud dan faham aliran utilitarisme
adalah agar manusia dapat mencari kebahagiaan sebesar-besarnya untuk sesame
manusia atau makhluk yang memiliki perasaan. Kelezatan menurut paham ini, bukan
kelezatan yang melakukan perbuatan itu saja, sebagaimana dikatakan oleh
pengikut epicurus, tetapi kelezatan semua orang yang ada hubungannya dengan
perbuatan itu.
[i] Lihat: Fadhil Al-jamil, Menerabas
Krisis Pendidikan Dunia Islam, (terje) H.M. Arifin, Cet. II, (Jakarta:
Golden Terayon Press, 1992), hlm. 11-12.
[ii] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam,
Cet I, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 1-5.
[v] Imran Efendi Hasibuan, Pemikiran Akhlak
Syekh Abdurrahman Shiddiq al-Banjari, Cet 1, (Pekanbaru: LPNU Press, 2003),
hlm. 122-123.
[xiii] Asmaran As, Pengantar Studi Akhlak, Cet.
3, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1992), hlm. 2-3.
[xv] Humaidi Tata Pangarsa, Pengantar Kuliah
Akhlak, Cet 4, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1982), hlm. 21-25.
No comments:
Post a Comment