Monday, 27 March 2017

ANALISIS TERHADAP METODE ISTIMBAT HAZAIRIN DALAM PENGELOMPOKAN AHLI WARIS (CONTOH PROPOSAL SKRIPSI)











A.    Latar Belakang Masalah

Perubahan-perubahan sosial yang dihadapi kaum muslimin pada periode modern telah mengundang masalah serius, khususnya yang  berkaitan dengan hukum Islam,[1] walaupun hukum di dalam Islam merupakan pemberian Tuhan, tetapi manusia berpotensi untuk merumuskan dan mempergunakannya. Tuhan yang merencanakan, manusia yang memformulasikan.[2]
Salah satu aspek hukum yang diatur sedemikian terperinci dan sistematis dalam hukum Islam adalah soal pewarisan. Aspek ini menarik dan penting, bukan semata adanya pengaturan kompleksitas peralihan kekayaan antar generasi itu sendiri, tetapi juga menyangkut kedudukan dan hak-hak perempuan di dalamnya vis a vis kedudukan dan hak-hak perempuan.
Perdebatan tentang elastisitas dan adaptabilitas hukum waris Islam dengan tuntutan kondisi sosial telah menjadi perdebatan yang serius dalam sejarah pemikiran hukum Islam. Hal ini didasari karena adanya perbedaan penangkapan seseorang terhadap arti yang terkandung dalam suatu nas, dan yang demikian ini bukanlah suatu hal yang mustahil, melainkan suatu kewajaran yang harus ditolerir karena nas al-Qur’an maupun Sunnah tidak lepas dari kenyataan ini.[3] Adanya gagasan atau gerakan untuk memformulasikan fikih atau hukum Islam telah dirintis bersamaan dengan pembaharuan pemikiran Islam secara keseluruhan. Namun, sejauh ini perhatian yang relatif menyeluruh dan berdiri sendiri terhadap kecenderungan pemikiran pembaruan hukum Islam kebanyakan masih didekati secara parsial.[4]
Pemikiran tentang perlunya pembaruan hukum Islam, secara konsisten dan concern yang tinggi telah dilakukan oleh Hazairin. Dalam upaya mereformulasikan hukum Islam (ijtihad), beliau melakukan interpretasi baru terhadap teks-teks ayat al-Qur’an atau Sunnah.[5] Dalam memahami teks-teks ayat al-Qur’an dan al-Sunnah, Hazairin berupaya membaca teks-teks ayat al-Qur’an dan Sunnah tersebut menurut penafsirannya sendiri dengan melepaskannya dari konsteks masa turunnya teks-teks ayat al-Qur’an dan Sunnah tersebut, untuk kemudian ditata kembali secara progresif berdasarkan tuntutan konteks yang baru. Ijtihad Hazairin ini menghasilkan konsep baru dalam bidang hukum waris Islam, yang dikenal dengan hukum waris bilateral sui generis.[6]
Teorinya itu, meskipun bersumber dari al-Qur’an dan terinspirasi atas fenomena bentuk kemasyarakatan yang ada di Indonesia yang pada akhirnya berdampak pada pembagian harta warisan, belum banyak dikenal di kalangan masyarakat Indonesia yang umumnya menganut paham Ahl as-Sunnah, padahal teorinya ini merupakan sesuatu yang baru. 
Di antara ayat-ayat al-Qur’an yang dipakai Hazairin untuk dijadikan dasar dalam mengistinbat hukum waris adalah[7] :
§        للرجال نصيب مما ترك الوالدان والأقربون وللنساء نصيب مما ترك الوالدان والأقربون مما قل منه أو كثر نصيبا مفروضا [8]
§        يوصيكم الله في أولادكم للذكر مثل حظ الأنثيين فإن كن نساء فوق اثنتين فلهن ثلثا ما ترك وإن كانت واحدة فلها النصف ولأبويه لكل واحد منهما السدس مما ترك إن كان له ولد فإن لم يكن له ولد وورثه أبواه فلأمه الثلث فإن كان له إخوة فلأمه السدس من بعد وصية يوصي بها أو دين ءاباؤكم وأبناؤكم لا تدرون أيهم أقرب لكم نفعا فريضة من الله إن الله كان عليما حكيما[9]
§        ولكم نصف ما ترك أزواجكم إن لم يكن لهن ولد فإن كان لهن ولد فلكم الربع مما تركن من بعد وصية يوصين بها أو دين ولهن الربع مما تركتم إن لم يكن لكم ولد فإن كان لكم ولد فلهن الثمن مما تركتم من بعد وصية توصون بها أو دين وإن كان رجل يورث كلالة أو امرأة وله أخ أو أخت فلكل واحد منهما السدس فإن كانوا أكثر من ذلك فهم شركاء في الثلث من بعد وصية يوصى بها أو دين غير مضار وصية من الله والله عليم حليم [10]
§        ولا تتمنوا ما فضل الله به بعضكم على بعض للرجال نصيب مما اكتسبوا وللنساء نصيب مما اكتسبن واسألوا الله من فضله إن الله كان بكل شيء عليما[11]
§        ولكل جعلنا موالي مما ترك الوالدان والأقربون والذين عقدت أيمانكم فآتوهم نصيبهم إن الله كان على كل شيء شهيدا[12]
§        يستفتونك قل الله يفتيكم في الكلالة إن امرؤ هلك ليس له ولد وله أخت فلها نصف ما ترك وهو يرثها إن لم يكن لها ولد فإن كانتا اثنتين فلهما الثلثان مما ترك وإن كانوا إخوة رجالا ونساء فللذكر مثل حظ الأنثيين يبين الله لكم أن تضلوا والله بكل شيء عليم[13]
§        ما جعل الله لرجل من قلبين في جوفه وما جعل أزواجكم اللائي تظاهرون منهن أمهاتكم وما جعل أدعياءكم أبناءكم ذلكم قولكم بأفواهكم والله يقول الحق وهو يهدي السبيل[14]
Dalam hal faraid, yakni bagian tertentu untuk ahli waris tertentu dalam keadaan tertentu sebagaimana tercantum dalam al-Qur’an, teori Hazairin terdapat  perbedaan dengan Ahl as-Sunnah, khususnya mengenai bagian untuk saudara, meskipun sama-sama menjadikan al-Qur’an sebagai dasarnya, begitu juga mengenai sisa kecil, yakni bagian harta sesudah diambil faraid, apabila masih ada kelebihannya terdapat pandangan yang berbeda. Dalam hal ini timbullah perbedaan mengenai penggolongan ahli waris, Ahl as-Sunnah membaginya ke dalam tiga golongan, yaitu golongan ‘asabah dan zawu al-arham selain zawu al-faraid, sedangkan Hazairin menggolongkannya menjadi zawu al-faraid, zawu al-qarabah dan mawali,[15] yakni ahli waris pengganti yaitu orang-orang yang menjadi ahli waris karena tidak ada lagi penghubung antara mereka dengan sipewaris.[16] Hal ini beliau lakukan sebagai upaya mengatasi bagian warisan cucu dari garis keturunan perempuan, hal ini bila dibandingkan dengan sistem kewarisan yang terdapat dalam fikih sunni, sangat bertentangan, karena ulama sunni menjadikan cucu dari garis keturunan perempuan sebagai zawu al-arham (tidak berhak mewarisi).[17]
Perbedaan hasil istinbat di atas disebabkan karena adanya perbedaan pemahaman terhadap beberapa lafal pokok dalam ayat-ayat waris di atas, seperti dalam memahami kata al-walad, al-abna, al-ab, akhun, ukhtun ikhwatun dan kalalah. Hazairin menafsirkan kata al-walad dan al-abna dalam ayat-ayat kewarisan dengan arti anak langsung, sebagaimana konsep anak dalam sistem bilateral. Namun demikian beliau sendiri tidak mengingkari adanya kemungkinan untuk menafsirkan potongan kalimat “.....ءاباؤكم وأبناؤكم....” dalam Q.S. 4:11 secara patrilineal menjadi ”.....ayah-ayah kamu dan anak-anak lelaki kamu....." tetapi jika melihat tempat potongan kalimat ini dalam keseluruhan ayat, dimana disebut في أولادكم (laki-laki dan perempuan) dan لأبويه ( ayah dan ibu), maka telah dengan sendirinya pikiran tertuju pada urusan mengenai ayah dan ibu dan semua jenis anak. Kesimpulan ini beliau kuatkan dengan kata al-abna dan al-aba yang ada dalam surat al-Ahzab ayat 4 ”.... وما جعل أدعياءكم أبناءكم.....” yang artinya ”Allah tidak menjadikan anak angkatmu sebagai anakmu”. Menurut Hazairin, ayat ini harus dipahami secara bilateral, bahwa pengangkatan anak yang ditolak itu mencakup yang laki-laki dan perempuan.[18]
Hazairin sendiri dalam upaya memahami kata-kata kunci tersebut dan ayat-ayat yang berhubungan dengan masalah waris, lebih cenderung menggunakan akalnya sendiri dengan menjadikan ilmu kontemporer dalam hal ini ilmu antropologi sebagai landasan dalam menafsirkan ayat-ayat waris dengan tidak menggunakan kaidah bahasa Arab. Hal ini menyebabkan metode istinbat Hazairin tidak bertumpu kuat pada kerangka usul fikih, walaupun secara formal masih mengaku memperhatikan dan menggunakan kaedah-kaedahnya sehingga berdampak pada perbedaan hasil istinbat Hazairin dalam pengelompokkan ahli-waris.
Oleh karena itu, dalam upaya untuk menghasilkan hukum waris Islam yang komprehensif dan berkembang secara konsisten yang didasarkan pada metode istinbat yang sistematis serta dapat dijadikan landasan bagi formulasi hukum waris Islam masa kini dan masa mendatang serta untuk menjaga kebenaran ajaran al-Qur’an dan bisa mengikuti modernisasi, maka perlu ada pembahasan dan pengkajian yang obyektif. Dalam hal ini, studi tentang metode istinbat Hazairin dalam mengelompokkan ahli-waris menjadi penting.
Penelitian ini bertujuan menganalisa lebih lanjut metode istinbat yang dipakai Hazairin dalam mengelompokkan ahli waris beserta bagian-bagian yang diterima oleh setiap ahli waris. Pemilihan penyusun untuk membahas pemikiran Hazairin, adalah karena ia selain dipandang sebagai salah seorang sarjana hukum juga pemerhati masalah-masalah hukum Islam, yang intens untuk melakukan reformulasi tentang fikih yang bercorak ke-Indonesiaan.

B.     Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang masalah tersebut, agar dapat diperoleh pembahasan yang konsisten mengenai obyek material yang dikaji, maka masalah yang menjadi perhatian dalam penulisan skripsi ini adalah :
1.      Bagaimana metode istinbat hukum yang dipakai oleh Hazairin dalam mengelompokkan ahli waris ?
2.      Bagaimana relevansi antara metode istinbat Hazairin dan teori usul fikih, seta konstribusinya bagi pembaruan hukum waris Islam ?

C.    Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Semua kegiatan penelitian yang bersifat ilmiah tentu mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Penulisan skripsi ini juga mempunyai tujuan, yaitu :
1.            Menguraikan secara sistematis tentang pokok-pokok pemikiran Hazairin dalam hal kewarisan serta menemukan metode istinbat yang dipakai Hazairin dalam mengelompokkan ahli-waris.
2.            Menganalisa metode istinbat Hazairin dalam mengelompokkan ahli-waris, serta bagaimana relevansinya dengan teori usul fikih dan apa konstribusinya bagi pembaruan hukum kewarisan Islam.
Adapun kegunaan dari penyusunan skripsi ini, adalah :
1.            Sebagai sumbangan pemikiran metodologis dalam upaya mereformulasi hukum Islam, khususnya yang berkenaan dengan masalah kewarisan.
2.            Memberikan informasi dan pemahaman bagi yang ingin mendalami metode-metode istinbat hukum Islam maupun bagi yang tergerak untuk mengkaji lebih dalam tentang konsep waris dalam Islam.

D.    Tinjauan Pustaka

Pemikiran kritis dan progresif yang berkaitan dengan masalah konsep waris Islam yang dikembangkan oleh Hazairin telah merangsang minat yang sangat tinggi di kalangan intelektual dan peneliti untuk melakukan kajian dan analisis substantif dari karakteristik pemikirannya. Beberapa buku, disertasi, skripsi serta tulisan-tulisan lepas telah dibuat untuk keperluan ini.
Sejauh penelusuran penyusun terdapat beberapa referensi yang relevan dengan tema ini, di antaranya Al Yasa Abu Bakar dalam disertasinya yang berjudul : Ahli Waris Sepertalian Darah : Kajian Perbandingan Terhadap Penalaran Hazairin dan Penalaran Fikih Mazhab. Di dalam disertasi tersebut dilakukan penelaahan terhadap nas-nas baik al-Qur’an, ataupun Sunnah tentang kewarisan, yang mana nas-nas yang dipakai oleh para jumhur ulama tersebut dipakai juga oleh Hazairin sebagai dalil dalam kewarisan, kemudian dalam pendekatan pemahaman dalil, Hazairin menggunakan metode baru, yaitu dengan pendekatan antropologi, dan Hazairin mengajukan metode pemahaman yang baru dan sistematis dalam memahami dalil-dalil tersebut, yaitu dengan memadukan secara menyeluruh terhadap ayat-ayat dan hadis-hadis (dalil nas) seraya memanfaatkan hasil kajian ilmu kontemporer dengan tujuan akhirnya menciptakan sebuah sistem yang lebih universal. Dalam disertasi tersebut, Al- Yasa Abu Bakar melakukan komparasi penalaran antara pemikiran Hazairin dan fikih Mazhab dalam hal ahli waris sepertalian darah, dengan tidak menganalisa secara khusus metode istinbat hukum yang dipakai Hazairin dalam mengelompokkan ahli-waris, yang berdasar pada kaidah usul fikih.
Hal ini dapat diketahui dari kesimpulannya yang menyebutkan bahwa Hazairin berupaya memanfaatkan hasil ilmu kontemporer (antropologi) ketika mengijtihadkan hukum-hukum fikih (kewarisan), dalam rangka menciptakan sebuah sistem yang lebih terpadu dan menyeluruh. Karena dalam pandangan Hazairin, kelahiran dan perkembangan ilmu antropologi telah membuka peluang untuk melihat ayat-ayat kewarisan dalam rangka yang lebih luas, yaitu sistem kekeluargaan dalam berbagai masyarakat di dunia[19].
Selain itu, dalam skripsi Kalalah menurut Asy-Syafi’i dan Hazairin[20] yang ditulis oleh Ayi Wildan Hilman, juga membahas tentang pemikiran Hazairin yang berkaitan dengan kalalah. Dalam skripsi tersebut ia mengomparasikan konsep kalalah menurut Asy-Syafi’i dan Hazairin. Sama halnya dengan Abdul Hayyi, dalam skripsinya yang berjudul Studi Perbandingan Tentang Kalalah Menurut T.M Hasbi Ash-Shiddieqy dan Hazairin,[21] ia juga melakukan kajian tentang pemikiran Hazairin yang sifatnya komparatif dalam hal kalalah antara pemikiran Hazairin dengan T.M Hasbi Ash-Shiddieqy. 
Belum adanya penelitian yang bersifat analisis terhadap metode istinbat yang dipakai Hazairin dalam pengelompokkan ahli waris ini mendorong penyusun untuk menelitinya. Dalam penelitian ini, penyusun akan menganalisa metode istinbat yang dipakai Hazairin dalam pengelompokkan ahli waris serta relevansi dan konstribusinya bagi pembaharuan hukum waris Islam.

E.     Kerangka Teoretik

Untuk memahami metode istinbat Hazairin dalam pembaruan hukum waris Islam, diperlukan beberapa teori pendukung yang memiliki relevansi kuat. Salah satu konsep penting dalam kajian hukum Islam yang bersumber pada al-Qur'an dan Sunnah adalah maqasid asy-syari'ah yaitu tentang tujuan ditetapkannya hukum dalam Islam, yang intinya adalah untuk mewujudkan kebaikan sekaligus menghindarkan keburukan atau menarik manfaat dan menolak madarat. Dengan alasan itu, maka para ahli teori hukum Islam menjadikan maqasid asy-syari'ah sebagai salah satu kriteria bagi mujahid dalam melakukan ijtihad karena hal ini dianggap penting dalam penetapan hukum Islam.[22]
Oleh karena semua permasalahan hukum Islam harus merujuk pada sumber pokok, yakni al-Qur'an dan Sunnah, sedangkan banyak persoalan kehidupan yang timbul, selalu membawa perubahan ataupun mengikuti perkembangan dinamika kehidupan manusia yang belum disikapi secara tegas oleh al-Qur'an dan Sunnah yang juga  harus dipertimbangkan, maka campur tangan manusia dalam menegakkan prinsip dan aturan dalam kehidupan nyata tersebut menjadi suatu keniscayaan,[23] dalam hal ini, para spesialis hukum Islam dituntut untuk mencari solusi hukum melalui studi dan telaah secara mendalam terhadap nas yang tercatum dalam sumber pokok tadi.
 Menurut Fazlur Rahman, sebagaimana dikutip oleh Ghufron A Mas'adi, legislasi al-Qur’an terdiri dari dua unsur: prinsip umum dan legal spesifik. Prinsip umum yang merupakan makna dan alasan di balik ketentuan legal spesifik, terkadang dinyatakan secara eksplisit. Kalau tidak demikian, maka prinsip umum tersebut tersimpan secara implisit yang dapat diketahui dengan cara menarik kesimpulan secara generalis dari ungkapan-ungkapan legal spesifik dengan mempertimbangkan latar belakang dan konteks sosiologis periode legislasi dan sebelumnya.[24]
Berdasarkan pada asumsi di atas, maka lahirlah aneka macam pola metode istinbat hukum dalam rangka menemukan hukum bagi setiap permasalahan kehidupan manusia.
Secara umum pola ijtihad[25] dapat dibagi ke dalam tiga pola yaitu : pertama, pola bayani (kajian semantik), yaitu suatu pola dengan memasukkan semua kegiatan yang berkaitan dengan kajian kebahasaan (semantik): kapan suatu lafal diartikan secara majaz; bagaimana memilih salah satu arti dari lafal musytarak, mana ayat yang umum, yang diterangkan (‘am, mubayyan) dan mana yang khusus, yang menerangkan (khas, mubayyin), mana ayat yang qat’i dan mana pula yang zanni, kapan suatu perintah dianggap untuk wajib dan kapan pula untuk sunnah, kapan larangan itu untuk haram dan kapan pula untuk makruh dan seterusnya. Karena itu dasar metode ini adalah analisis lafal-lafal al-Qur’an dan Hadis dengan bertitik tolak pada kaidah-kaidah kebahasaan Arab. Dalam metode ini dijelaskan tentang bagaimana cara suatu lafal syari’ah menunjukkan makna yang dikehendakinya, bagaimana menyimpulkan makna itu dari kata-kata tersebut  dan bagaimana mengkompromikan berbagai makna yang secara sepintas tampak saling bertentangan.[26] Kedua, pola ta’lili, yaitu pola dengan memasukkan semua penalaran yang menjadikan ‘illat (keadaan atau sifat yang menjadi tambatan hukum) sebagai titik tolaknya. Metode ini digunakan sebagai upaya untuk memperoleh suatu hukum Islam dengan cara pemekaran dan perluasan suatu teks syari’ah yang bersifat eksplisit.[27] Ketiga, pola istislahi, yaitu pola ijtihad dengan melakukan identifikasi terhadap masalah-masalah yang tidak mempunyai nas khusus sebagai rujukan dengan cara mengumpulkan ayat-ayat umum guna menciptakan beberapa prinsip umum untuk melindungi  atau mendatangkan kemaslahatan tertentu.[28]
Sebagai suatu metode istinbat, istislah menurut para ulama ahli usul pada hakekatnya merupakan sebuah proses ijtihad bi ar-ra’yi terhadap masalah-masalah yang didasarkan kepada maslahat. Segmentasi pemeliharaan maslahat menjangkau lima kebutuhan mendasar bagi manusia atau yang lebih dikenal dengan al-kulliyyat al-khamsah, yaitu pemeliharaan bagi jiwa dan raga termasuk kehormatan, akal, harta benda, nasab atau keturunan dan agama.
Selanjutnya, kaitannya dengan skripsi ini, maka prinsip legislasi al-Qur’an menurut Fazlurrahman dan pola metode (rumusan teori) istinbat di atas digunakan penyusun dalam menganalisa metode istinbat yang digunakan Hazairin dalam mengelompokkan ahli waris. Sebab penyusun menganggap bahwa pendekatan seperti ini lebih mudah membantu penyusun dalam menganalisa metode istinbat yang beliau gunakan dalam melahirkan gagasannya.

F.     Metode Penelitian

1.      Jenis Penelitian
Studi ini merupakan penelitian pustaka (library research), yaitu menjadikan bahan pustaka sebagai sumber (data) utama, dengan cara menuliskan, mengklasifikasikan dan mereduksi data-data tentang metode istinbat hukum Islam yang diperoleh dari buku-buku, majalah, arsip-arsip maupun manuskrip yang akan dijadikan sebagai landasan teoritis dari permasalahan penelitiannya.[29]
2.      Sifat Penelitian
Sifat penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah deskriptif-analitis. Penelitian ini akan berusaha memaparkan konsep dan metode istinbat Hazairin mengenai pengelompokkan ahli waris. Kemudian metode istinbat tersebut dianalisis dengan menggunakan ilmu usul fikih.
3.      Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan, karenanya, pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menelusuri buku-buku usul fikih, seperti al-Ihkam fi Usul al-Ahkam, karangan Saifuddin Abi Hasan ibn Abi 'Ali Ibn Muhammad al-Amidi, Usul al-Fiqh, karangan Muhammad Abu Zahrah dan 'Ilmu Usul al-Fiqh,  karangan Abdul Wahab Khalaf, dan buku-buku yang disusun oleh Hazairin, seperti Hukum Kewarisan Bilateral menurut al-Qur'an dan Hadith, Hukum Kekeluargaan Nasional dan Hendak Kemana Hukum Islam, sebagai data primer, serta buku-buku lain yang mendukung pendalaman dan ketajaman analisis sebagai data skunder.
4.      Pendekatan Penelitian
Obyek penelitian ini adalah metode istinbat Hazairin dalam mengelompokkan ahli waris serta bagian yang diperoleh setiap ahli waris. Oleh sebab itu pendekatan permasalahan yang digunakan adalah pendekatan usul fikih, dimana pokok pikiran Hazairin tentang metode istinbat dalam mengelompokkan ahli waris serta bagian yang diperoleh setiap ahli waris akan dilihat dari perspektif usul fikih. Lalu, agar metode istinbat yang dipakai Hazairin kelihatan lebih jelas diantara konsep-konsep yang telah ada, sehingga diperoleh karakteristik substantif metode istinbat yang dikemukakan Hazairin diantara metode istinbat yang telah ada.
5.      Analisis Data
Data-data akan dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan instrumen analisis deduktif. Deduksi dalam penelitian ini adalah mengumpulkan data-data yang ada, kemudian dianalisis dan diinterpretasikan sedemikian rupa supaya data yang diperoleh dapat menghasilkan kesimpulan yang valid. Dalam hal ini, analisa terhadap metode istinbat hukum Hazairin dalam mengelompokkan ahli waris. Dengan demikian, akan terlihat secara lebih utuh dan proporsional metode istinbat yang dipakai Hazairin dalam mengelompokkan ahli-waris.

G.    Sistematika Pembahasan

Penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab pertama, merupakan pendahuluan. Hal-hal yang dibahas dalam pendahuluan adalah latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Pada bab kedua penyusun melihat latar belakang kehidupan Hazairin. Hal ini penting untuk dilihat karena terkait dengan metode istinbat yang dibawanya. Untuk itu, dalam bab ini akan dikemukakan tentang latar belakang kehidupannya, pemikiran dan karya-karyanya, serta karakteristik substantif pemikiran dan metode istinbat hukumnya, berkaitan dengan hukum waris Islam.
Pada bab ketiga penyusun menguraikan kerangka teoritis dan konsepsional tentang metode istinbat hukum Islam dan sumber-sumber hukum Islam sebagai tempat bertolak dalam pembahasan tentang metode istinbat yang dipakai Hazairin dalam mengelompokkan ahli waris.
Bab keempat, merupakan fokus penelitian ini. Yaitu analisis terhadap metode istinbat Hazairin dalam mengelompokkan ahli waris secara komprehensif dan obyektif, sehingga terdapat kejelasan tentang metode istinbat yang dipakai Hazairin dalam masalah ini dan relevansi serta konstribusinya bagi pembaharuan hukum Islam. Untuk itu, bab ini akan dimulai dengan pengelompokkan ahli waris menurut Hazairin, lalu diteruskan dengan metode istinbat yang dipakainya, setelah itu pembahasan dilanjutkan dengan melihat lebih jauh bagaimana relevansi metode istinbat Hazairin dalam pengelompokkan ahli waris  dan perubahan pembaharuan hukum waris Islam.
Akhirnya, pada bab kelima, yakni bab penutup, pada bab ini penyusun mengemukakan kesimpulan dan saran-saran.



[1] Yusdani, Peranan Kepentingan Umum dalam Reaktualisasi Hukum : Kajian Konsep Hukum Islam Najamuddin at-Tufi, (Yogyakarta : UII Press, 2000), hlm. 2.

[2] Noel J. Coulson, Konflik dalam Yurisprudensi Islam, penerjemah: H. Fuad Zein, (Yogyakarta : Navila,2001), hlm. 2.

[3] Ilyas Supena dan M. Fauzi,  Dekonstruksi dan Rekonstruksi Hukum Islam, (Yogyakarta : Gama Media, 2002 ), hlm. 256.

[4]Ahmad Rofiq, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, (Yogyakarta : Gama Media, 2001), hlm. 155.

[5]Ibid., hlm. 156.

[6]Hazairin, Hendak Kemana Hukum Islam, (Jakarta : Tintamas, 1976), hlm. 15.
[7] Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Al-Qur'an dan Hadith, (Jakarta :Tintamas, 1982), hlm. 6.

[8]An-Nisa (4) : 7.

[9]An-Nisa (4) : 11.

[10]An-Nisa (4) : 12.
[11]An-Nisa (4) : 32.

[12]An-Nisa (4) : 33.

[13] An-Nisa (4) :176.

[14]Al-Ahzab (3) : 4.
[15] Hazairin, Hukum Kewarisan ......hlm. 18.

[16] Ibid., hlm. 32.

[17] Ibid., hlm. 29.
[18] Ibid., hlm. 42
[19]Al Yasa Abu Bakar, Ahli Waris Sepertalian Darah : Kajian Perbandingan Terhadap Penalaran Hazairin dan Penalaran Fikih Mazhab, (Jakarta : INIS, 1998), hlm. 205.

[20]Ayi Wildan Hilman, Kalalah Menurut  Asy-Syafi'i dan Hazairin, Skripsi Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga Tahun 2002.

[21]Abdul Hayyi, Studi Perbandingan Tentang Kalalah Menurut T.M Hasbi Ash-Shiddieqy, Skripsi  Fakultas Syari’ah : IAIN Sunan Kalijaga Tahun 1997.

[22]Amir Mu’allin dan Yusdani, Konfigurasi Pemikiran Hukum Islam, (Yogyakarta : UII Press, 2001), hlm. 50.

[23]Abdul Mun'im Saleh, Madhab Syafi'i, Kajian Konsep Al-Maslahah, (Yogyakarta : Ittaqa Press, 2001), hlm. 41.

[24]Ghufron A Mas’adi,  Pemikiran Fazlur Rahman tentang Metodologi Pembaharuan Hukum Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1998), hlm.123.

[25]ijtihad : Kesungguhan dan pengerahan segala kemampuan pemikiran secara optimal untuk menemukan hukum-hukum syara’ dan pengamalannya. Muhammad Abu Zahrah, Usul al-Fiqh, (Dar al-Fikr, tt,tt), hlm. 379.

[26]Amir Mu’allin dan Yusdani, Konfigurasi ...., hlm. 91.

[27]Ibid.,  hlm. 93.

[28]Ibid., hlm. 61-62.

[29] Bambang Sunggono, M.S, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hlm.114.

No comments:

Post a Comment

7 KERANCUAN DALAM BERPIKIR

Menurut Jalaluddin Rakhmat (200 5 ) ada 7 kerancuan dalam berpikir : Fallacy of dramatic instance (kecenderungan untuk melak...