A. Latar Belakang Masalah
Di era yang modern ini, transformasi budaya
mengakibatkan perubahan pola-pola perilaku manusia baik itu di bidang sosial
maupun ekonomi. Di bidang sosial telah bermunculan karakter-karakter egoistis
dan individualisme yang sekarang ini tumbuh dan merebak di masyarakat
perkotaan. Di bidang ekonomi peralihan pola bertani kapada industrialisasi yang mengakibatkan perpindahan penduduk dari
desa ke perkotaan untuk mengadu nasib.
Hal itu semua tidak hanya membawa
suatu manfaat saja, akan tetapi masih banyak persoalan yang ditimbulkan oleh
perubahan tersebut, di antaranya egoistis, materialistis serta moral manusia
yang semakin bejat yang akhirnya membuat suatu kehawatiran terhadap rasa aman
bagi kehidupan masyarakat kita saat ini
Dan tidak ketinggalan pula kemajuan
teknologi pasa zaman sekarang ini, yang membawa banyak sekali perubahan pada
tata kehidupan manusia. Di samping manfaat yang telah kita rasakan sekarang
ini, juga tidak luput dari bahaya yang menyebabkan kehawatiran dan
ketidakpastian terhadap keamanan seseorang.
Untuk menghindari dan mencegah
kehawatiran dan ketidakpastian tersebut ada berbagai cara yang dilakukan
seseorang baik untuk melindungi dirinya maupun hartanya, di antaranya dengan
mengansuransikan jiwa dan hartanya kepada perusahaan peransuransian guna
mencari sebuah proteksi.
Asuransi (pertangungan) adalah
perjanjian antara dua pihak atau lebih yang mana pihak pemegang mengikatkan
diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk tertanggung
karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan, yang diharapkan atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin ada di antara
tertanggung, yang timbul dari sesuatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk
memberikan sesuatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang
yang ditanggung (Pasal 1 UU no. 2 tahun 1992 tentang usaha peransuransian).[1]
Dalam KUHD Pasal246 asuransi
dirumuskan sebagai suatu perjanjian dalam mana pihak yang tertanggung berjanji
terhadap pihak yang ditanggung untuk menerima sejumlah premi mengganti kerugian
yang mungkin akan diderita oleh pihak yang ditanggung sebagai akibat dari suatu
peristiwa yang belum terang terjadinya.
Di
Indonesia, landasan-landasan hukum asuransi diatur dalam Kitab Undang-undang
Hukum Dagang (KUHD) maupun peraturan-peraturan diluar KUHD. Ali Yafie
berpendapat:
Dalam 160 pasal
pada KUHD segala sesuatu yang menyangkut asuransi telah diatur sedemikian rupa
sehingga ia merupakan lembaga hukum dalam hukum perdagangan. Dan dalam KUHS
(KUHPerdata Pen.), disinggung juga mengenai segi keperdataannya. Selain itu,
masih ada peraturan perundangan lainnya yang menyangkut asuransi, seperti
undang-undang no. 33 tahun 1964 dan lain sebagainya.[2]
Kitab
Undang-undang Hukum Dagang yang mengatur tentang asuransi hanyalah merupakan
suatu perjanjian. Mengenai usaha perasuransian, di mana bentuk usaha tersebut
memberikan perlindungan dan menyangkut dana masyarakat maka pengaturannya
terdapat pada UU No. 2 Tahun 1992.[3] Dan masih banyak landasan hukum yang mengatur tentang
asuransi di Indonesia.
Melihat kenyataan di atas, maka
dapat dipahami bahwa dalam asuransi terdapat dua pihak yaitu penanggung dan
tertanggung, pihak pertama biasanya berwujud perusahaan atau lembaga asuransi,
sedangkan pihak kedua adalah orang atau badan hukum yang akan menderita karena
suatu peristiwa yang belum terjadi, sebagai kontra presepsi dari pertanggungan
ini pihak tertanggung diwajibkan membayar uang premi kepada pihak penanggung.
Suatu kontrak asuransi dapat
didefinisikan “Suatu kontrak di mana seseorang disebut ‘penjamin’ akan
memberikan penanggungan sebagai balas jasa atas imbalan yang telah disetujui
yang disebut ‘premi’, yang telah dibayar oleh orang lain, yang disebut
‘tertanggung’, berupa sejumlah uang, atau yang senilai, atau suatu kejadian
tertentu. Peristiwa tertentu itu harus unsur yang tidak menentu; peristiwa
tersebut mungkin berupa (a) masalah asuransi jiwa, atau (b) kecelakaan”.[4]
Kontrak tersebut dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang disebut Polis,
yaitu suatu akta yang ditandatangani oleh asuradur, yang fungsinya sebagai
alat bukti dalam perjanjian asuransi.[5]
Lebih lanjut Afzalur Rahman
menjelaskan bahwa kontrak atau perjanjian asuransi dibuat berdasarkan prinsip
ketidakpastian, kejadian yang tidak menentu yang meliputi spekulasi suatu
risiko. Baik peserta asuransi maupun pengusaha asuransi menyepakati suatu
kontrak untuk menanggung risiko, pihak pertama mengalihkan risiko kerugian dan
pihak kedua memperoleh premi. Semua kontrak asuransi dibuat dalam dokumen
resmi, yang disebut polis (peraturan asuransi jiwa tahun 1774) di mana
pengusaha asuransi secara resmi terikat untuk menanggung persoalan peserta
asuransi berdasarkan premi yang diterimanya dan apabila gagal melaksanakan
kewajibannya maka ia akan dikenakan denda (peraturan resmi tahun 1891).[6]
Adapun yang dimaksud premi di sini
adalah suatu harga yang ditetapkan pengusaha asuransi untuk mengambil alih
risiko dan memikul beban kemungkinan risiko kerugian sebagaimana disepakati
dalam kontrak asuransi. Berdasarkan pada rumus rata-rata pengusaha asuransi
menentukan besarnya premi berdasarkan pengalaman jumlah yang mencukupi untuk
menanggung risiko termasuk biaya lainnya, seperti keuntungan, sehingga
ditetapkan premi untuk menutup semua biaya dan premi tersebut dikenakan kepada
peserta asuransi. Apabila premi yang dibayarkan baru sekali dan terjadi risiko,
maka beban risiko belum bisa dialihkan.[7]
Dari uraian tersebut di atas maka
kontrak asuransi merupakan hal baru yang belum diatur secara terperinci dalam
Hukum Islam (fiqh mu'amalah). Di samping itu dalam al-Qur’an dan
al-Hadis tidak ada satupun ketentuan yang mengatur secara eksplisit tentang
asuransi. Oleh karena itu masalah asuransi ini dalam Islam termasuk bidang
hukum Ijtihadiyah artinya untuk menentukan hukumnya asuransi ini halal
dan haram masih diperlukan peranan akal pikiran para ulama ahli fiqh malalui
ijtihadnya.[8]
Menurut as-Syaukani bahwa pada
prinsipnya muamalah adalah mubah, artinya sepanjang tidak ada dalil yang
melarangnya maka sesuatu itu adalah boleh.[9]
Hal ini berdasarkan pada kaidah :
الأصل فى الأشياء الأباحة.[10]
Melihat permasalahan tersebut di
atas bahwa kontrak atau perjanjian asuransi merupakan perjanjian yang baru,
yang tidak ada dan diatur secara terperinci dalam al-Qur’an dan al-Hadis maka
penyusun tertarik untuk mengkaji lebih jauh mengenai kontrak asuransi terutama
dalam pemikiran Afzalur Rahman terhadap kontrak asuransi konvensional yang
kemudian dikaitkan dengan praktek kontrak asuransi yang berlaku di Indonesia
pada masa sekarang.
B. Pokok Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan bahwa masalah yang
dijadikan penelitian dalam penyusunan skripsi ini adalah :
1.
Bagaimanakah pandangan dan
alasan dasar Afzalur Rahman tentang kontrak asuransi konvensional ?
2.
Bagaimanakah metode istimbat
Afzalur Rahman terhadap kontrak asuransi konvensional ?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
- Tujuan Penelitian
a.
Untuk menggambarkan pandangan
Afzalur Rahman tentang kontrak asuransi konvensional
b.
Untuk menjelaskan metode
istimbat Afzalur Rahman terhadap kontrak asuransi konvensional
- Kegunaan Penelitian
a.
Bagi kehidupan secara umum,
yaitu memberikan atau membangkitkan pengertian dan kesadaran bagi kebanyakan masyarakat yang masih
beranggapan bahwa kontrak asuransi konvensional yang belaku sekarang ini masih
belum tepat atau mengena dengan ketentuan-ketentuan agama yang telah diyakini,
karena hukum kontrak asuransi konvensional itu sendiri, hingga saat ini masih menjadi perselisihan pendapat dikalangan
para ulama, dan di samping juga agar
mereka memiliki landasan yang kuat dalam menjalani aktifitas perekonomian
b.
Bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu
syariah, yaitu memberikan pemahamam yang kokoh bagi pemikiran hukum Islam
sebagai upaya untuk menetapkan hukum terhadap masalah-masalah kontemporer yang
dihadapi umat Islam, khususnya masalah hukum kontrak asuransi konvensional.
D.
Telaah Pustaka
Untuk mendukung penelaah
yang lebih integral seperti yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah,
maka penyusun berusaha untuk melakukan analisis lebih awal terhadap pustaka
atau karya-karya yang lebih mempunyai relevansi terhadap topik yang akan
diteliti. Karya-karya tersebut di antaranya adalah
Buku Asas-Asas Perbankan Islam dan
Lembaga-Lembaga terkait (BMI & Takaful di Indonesia) karya Warkum
Sumitro. Dalam buku ini Warkum Sumitro mengemukakan perbedaan pandangan ulama
fiqh terhadap praktek perasuransian yang dipandang mengandung unsur riba,
maisir, gharar dan eksploitasi, kemudian dibandingkan dengan asuransi takaful
yang berusaha menghilangkan unsur-unsur yang diharamkan syari’at Islam.[11]
Buku Bank dan Lembaga Keuangan
Syariah, Deskripsi dan Ilustrasi, karya Heri Sudarsono, beliau mengemukakan
asuransi pada awalnya adalah suatu kelompok yang bertujuan membentuk arisan
untuk meringankan pembiayaan, unsur ketidakpastian dalam perjanjian asuransi
konvensional dipandang tidak sejalan dengan syarat syahnya suatu perjanjian
menurut hukum Islam. Untuk mencari jalan keluar dari berbagai macam unsur yang
dipandang tidak sejalan dengan syariat dalam perjanjian asuransi itu telah
diusahakan adanya perusahaan asuransi yang menekankan sifat saling menanggung,
saling menolong diantara para tertanggung yang bernilai kebajikan menurut
ajaran Islam.[12]
Buku Hukum
Asuransi dan Perusahaan Asuransi karangan Dr. Sri Rejeki Hartono. S.H.
Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa perjanjian asuransi adalah suatu
perjanjian yang memberikan proteksi, maka perjanjian ini sebenarnya menawarkan
suatu kepastian dari suatu ketidakpastian mengenai kerugian-kerugian ekonomis
yang mungkin diderita karena suatu peristiwa yang belum pasti.[13]
Sedangkan
dari penelusuran skripsi yang mempunyai relevansi dengan masalah ini, yaitu
skripsi dengan judul Asuransi Syariah di Indonesia (Suatu Studi Kasus di PT.
Asuransi Takaful Umum Semarang), yang ditulis oleh Rahmat Hadisaputra. Pada
BAB II beliau menguraikan konsep Asuransi secara umum termasuk di dalamnya
tentang prinsip dasar dan syarat-syarat disahkannya suatu perjanjian asuransi.
Skripsi
karya M. Miftahur Rahman yang judulnya Pandangan Afzalur Rahman terhadap
Asuransi Harta Benda, di dalamnya disinggung masalah kontrak dalam asuransi
khususnya asuransi harta benda.
Dari
penelusuran karya atau literatur yang telah disebutkan di atas, belum ada
penelitian yang meneliti tentang kontrak asuransi konvensional terutama dalam
pandangan Afzalur Rahman, sehingga penyusun tertarik untuk menelitinya.
Demikian hasil penelusuran pustaka yang penyusun lakukan sebagai bahan acuan
penyusunan skripsi yang dimaksudkan untuk menghindari terjadinya duplikasi atau
pengulangan karya tulis.
E. Kerangka Teoretik
Hukum Islam dalam tinjauannya sebagai
sebuah tasyri’ atau perundang-undangan, sesungguhnya dapat dibedakan menjadi tasyri’
illahi dan tasyri’ wad’i.[14]
Tasyri’ Illahi adalah hukum yang ditetapkan oleh Allah sebagai syari’ah dalam
al-Qur’an dan dijelaskan secara implementatif oleh Nabi S.A.W. dalam as-Sunnah.
Hukum dalam pengertian ini secara epistemologi bernilai pasti dan tidak dapat
berubah yang sering disebut dengan syari’ah, kemudian Tasyri’ Wad’i
berupa hukum yang dihasilkan oleh upaya ijtihad manusia dan karenanya bernilai
nisbi yang sudah barang tentu berubah mengikuti pergerakan zaman. Dan
pengertian yang kedua ini disebut sebagai fiqh.[15]
Oleh karena itu dapat dikatakan
bahwa syariah adalah sebagai tujuan dan fiqh adalah sebagai proses memahami dan
menyimpulkan. perlu ditambahkan pula bahwa hukum yang kedua (wad’i)
meskipun selalu berubah tetapi ia harus tunduk dibawah hukum Ilahi oleh sebab
itu nas al-Qur’an banyak membicarakan prinsip-prinsip dasar dari pada
menyampaikan detail perbuatan manusia.
Maka dalam kerangka itulah, hukum
Mu’amalah yaitu patokan-patokan yang mengatur hubungan hak dan kewajiban dalam
masyarakat[16].
Yang kesemua prinsip-prinsip tersebut untuk menjaga kemaslahatan manusia
dalam hubungannya dengan masyarakat, yang tidak luput dari tuntutan syara’.
Hukum
mu’amalat Islam mempunyai prinsip yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
- Pada dasarnya segala bentuk mu’amalat adalah mubah, kecuali yang ditentukan lain oleh al-Qur’an dan as-Sunnah rasul.
- Mu’amalat dilakukan atas dasar sukarela, tanpa mengandung unsur-unsur paksaan.
- Mu’amalat dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan menghindari mudharat dalam hidup masyarakat.
- Mu’amalat dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan, menghindari unsur-unsur penganiayaan, unsur-unsur pengambilan kesempatan dalam kesempitan.[17]
Berkaitan dengan asuransi, lebih
lanjut Afzalur Rahman mengemukakan :
- Mu’amalah dilaksanakan atas dasar saling rela dan tanpa ada unsur paksaan dari pihak lain. hal ini sesuai dengan firman Allah dalam al-Qur’an :
2.
Melarang praktek riba yang secara mutlak diharamkan dalam bertransaksi.[19]
Allah berfirman :
يأيها الّذين امنوا لا تأكلوا الرّبوا
اضعافا مضعفة واتّقوا الله لعلّكم تفلحون.[21]
الّذين يأكلون الرّبوا لا يقومون الاّ
كما يقوم الّذي يتخبّطه الشّيطن من المسّ ذلك بأنّهم قالوا انّما البيع مثل
الرّبوا واحلّ الله البيع وحرم الرّبوا.[22]
- Meniadakan unsur garar atau ketidakpastian yang dikaitkan dengan penipuan atau kejahatan dari satu pihak ke pihak lainnya yang akan menimbulkan ketidakrelaan dari salah satu pihak atau dikarenakan transaksi yang tidak bisa diserah terimakan atau tidak diketahui, seperti menjual ikan yang masih di dalam air, menjual burung diudara atau yang sejenisnya[23], sebagaimana firman Allah :
ولا تقربوا مال اليتيم الاّ بالّتي هي
احسن حتّى يبلغ اشدّه واوفوا الكيل والميزان بالقسط لانكلّف نفسا الاّ وسعها واذا
قلتم فاعدلوا ولوكان ذاقربى وبعهد الله اوفوا ذلكم وصّكم به لعلّكم تذكّرون.[24]
ويل للمطفّفين. الّذين اذا اكتالوا على
النّاس يستوفون. واذا كالوهم اووّزنوهم يخسرون. الا يظنّ اولئك انّهم
مبعوثون. ليوم عظيم.[25]
- Meniadakan unsur yang menghendaki untung-untungan yang didasarkan pada sifat spekulatif.[26] Hal ini untuk menjaga agar manusia tidak terjatuh dalam kejahatan yang ada dalam praktek maisir, sebagaimana celaan Allah yang membandingkan kemanfaatan yang diperoleh lebih sedikit dari dosa yang diakibatkannya. Pelarangan berdasarkan:
يأيها الّذين امنوا انّما الخمر
والميسر والانصاب والازلام رجس من عمل الشّيطن فاجتنبوه لعلّكم تفلحون. [28]
- Meniadakan unsur eksploitasi atau penindasan. [29] Islam melarang umatnya mengambil keuntungan dan sesamanya dengan cara yang tidak dibenarkan dan dengan cara yang merugikan dan eksploitasi demi mendapatkan keuntungan.
فان لم تفعلوا فأذنوا بحرب مّن الله ورسوله وان تبتم فلكم رءوس اموالكم لاتظلمون ولاتظلمون[30]
Sedangkan menurut para ulama fiqh
lain yang membahas masalah asuransi beranggapan bahwa masalah asuransi
merupakan masalah yang belum dikenal sebelumnya, sehingga hukumnya yang khas
tidak ditemukan dalam fiqh Islam. Mereka mengatakan bahwa tidak ada halangan
dalam sahnya asuransi yang tidak termasuk ke dalam salah satu akad di dalam
fiqh, dan tidak ada dalil yang membatasinya. Bahkan tuntunan prinsip-prinsip
fiqh adalah adanya keumuman (universalitas).[32]
Dalam Pasal 246 KUHP dan pasal 1 UU No. 2
Th. 1992 tentang perasuransian, usaha asuransi ditegakkan di atas
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.
Prinsiple of Insurable
Interest
Bahwa,
seseorang boleh mengansurasikan barang-barang apabila yang bersangkutan
mempunyai kepentingan atas barang yang dipertanggungkan (Pasal 250 KUHP)
2.
Prinsiple of Utmost Good
Faith
Penutupan
asuransi baru sah, apabila penutupannya didasari itikad baik (pasal 251 KUHP)
3.
Prinsiple of Indemnity
Dasar
penggantian kerugian dari penanggung kepada tertanggung setinggi-tingginya
adalah sebesar kerugian yang sesungguhnya diderita tertanggung dalam arti tidak
dibenarkan mencari keuntungan dari ganti rugi asuransi
4.
Prinsiple of Subrogatian
Apabila
tertanggung sudah mendapatkan penggantian atas dasar indemnity, maka si
tertanggung tidak berhak lagi memperoleh penggantian dari pihak lain, walaupun
jelas ada pihak lain yang bertanggungjawab pula atas kerugian yang dideritanya.
Penggantian dari pihak lain harus diserahkan pada penanggung yang telah
memberikan ganti rugi dimaksud (pasal 284 KUHP)[33].
Suatu akad dipandang telah sah
apabila telah memenuhi rukun-rukun dan syarat sahnya suatu akad, adapun rukun
dan syarat sahnya akad adalah sebagai berikut :[34]
Rukun akad:
1.
Ada pihak yang
berakad (al-Aqidain)
2.
Ada obyek tertentu
(al-Ma’qud alaih)
3.
Ijab dan qabul (Shighat akad)
4.
Tujuan pokok dari akad (Maudlu
al-Akad)
Sedangkan persyaratan suatu akad dibagi menjadi dua yaitu Pertama
syarat umum yaitu suatu persyaratan yang harus ada pada setiap akad dan Kedua
syarat khusus yaitu suatu persyaratan yang ada pada akad tertentu dan tidak
pada akad yang lain. Adapun persyaratan akad secara umum adalah :
1.
Setiap pihak harus memiliki
kecakapan bertindak hukum
2.
Obyek akad berupa barang yang
sah secara hukum
3.
Akad tersebut tidak dilarang
oleh syara’
4.
Keadaan akad tersebut
bermanfaat
5.
Akad yang dilakukan juga
memenuhi syarat khusus
6.
Bersatunya tempat akad
Sedangkan
syarat umum perjanjian yang harus dipenuhi menurut Pasal 1320 KHUPer, yaitu :
1.
Kesepakatan mereka yang
mengikat diri
2.
Kecakapan untuk melakukan
sesuatu
3.
Suatu hal tertentu
4.
Suatu sebab yang halal[35]
Inilah prinsip-prinsip hukum muamalah yang disebutkan dalam
al-Qur’an dan juga telah dijelaskan oleh Nabi dalam berbagai kesempatan sebagai
penafsiran aplikatif al-Qur’an, dan ketetapan perundang-undangan tentang syarat
sahnya dilakukan suatu perjanjian, dimana prinsip-prinsip tersebut bertujuan
menjaga manusia dalam hubungannya dengan manusia yang lain termasuk, di
dalamnya kontrak asuransi.
F.
Metode Penelitian
- Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Library
Research,[36]
yaitu suaatu penelitian yang sumber datanya diperoleh melalui penelitian
buku-buku yang relevan dengan persoalan yang diteliti.
- Sifat Penelitian
Sifat penelitian ini adalah deskriptif[37]-analisis
yaitu berusaha memaparkan data tentang suatu hal atau masalah dan kemudian
menganalisis dengan interpretasi yang tepat. Atau dengan kata lain berusaha
memaparkan tema-tema umum seperti pengetahuan tentang asuransi, tentang kontrak
asuransi konvensional dalam pandangan Afzalur Rahman yang kemudian diadakan
suatu analisa.
- Teknik Pengumpulan Data
Penelitian dalam skripsi ini adalah
penelitian pustaka, maka metode pengumpulan data yang digunakan adalah mengkaji
dan mentelaah berbagai leteratur yang mempunyai relevansi dengan kajian skripsi
ini, yaitu dengan menggunakan data primer buku Doktrin Ekonomi Islam jilid
4 dan data sekunder yaitu data-data yang berkaitan dengan masalah kontrak
asuransi serta data pelengkap yaitu bahan-bahan tertulis seperti, buku,
majalah, surat kabar dan dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan
pembahasan skripsi penyusun.
- Pendekatan Masalah
Pendekatan yang digunakan dalam
memperoleh data adalah dengan menggunakan data sebagai berikut:
a.
Pendekatan normatif:
penyusun akan mengkaji masalah dengan meninjaunya dari hukum Islam dan positif
Indonnesia, kaitannya dengan kontarak
asuransi, sehingga akan dapat
diketahui dasar hukumnya.
b.
Pendekatan yuridis
formil: yaitu mengkaji dan mempertimbangkan aturan-aturan atau
ketentuan-ketentuan berdasarkan hukum Islam maupun perundang-undangan asuransi
yang ada di Indonesia.
- Analisis Data
Adapun metode yang digunakan dalam
menganalisis data adalah metode deduktif[38]
yaitu berangkat dari pengetahuan yang sifatnya umum dan bertitik tolak pada
pengetahuan yang umum itu kita hendak menilai suatu kejadian yang khusus yaitu
berangkat dari teori muamalah khususnya kontrak asuransi kemudian mengadakan
penelitian terhadap pandangan Afzalur Rahman tentang kontrak asuransi
konvensional.
G. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah dalam penelitian
ini dan supaya bisa dipahami secara runtut dan sistematis, maka kerangka
penulisannya tersistematika sebagai berikut :
Bab pertama: merupakan pendahuluan yang berisi: pertama,
latar belakang masalah yang memuat alasan-alasan pemunculan masalah yang
diteliti. Kedua, pokok masalah
merupakan penegasan terhadap apa yang terkandung dalam latar belakang masalah. Ketiga,
tujuan yang akan dicapai dan kegunaan (manfaat) yang diharapkan tercapainya
penelitian ini. Keempat, telaah pustaka sebagai penelusuran terhadap
literatur yang telah ada sebelumnya dan kaitannya dengan objek penelitian. Kelima,
kerangka teoretik menyangkut pola fikir atau kerangka berfikir yang digunakan
dalam memecahkan masalah. Keenam, metode penelitian berupa penjelasan
langkah-langkah yang akan ditempuh dalam mengumpulkan dan menganalisis data. Ketujuh,
sistematika pembahasan sebagai upaya yang mensistematiskan penyusunan.
Bab kedua: mengulas tentang gambaran
umum masalah asuransi . Hal ini diperlukan untuk memberikan gambaran tentang
keberadaan dan praktek asuransi saat ini. Bab ini terbagi atas tiga sub. Sub pertama, membahas
ruanglingkup asuransi yang meliputi: 1) Sejarah dan perkembangan asuransi. Hal
ini diperlukan untuk mengetahui kapan asuransi itu ada (dari masa pra-Islam
hingga datangnya Islam). 2) Bagaimana pengertian asuransi. 3) Mengulas mengenai prinsip-prisip dasar
asuransi. 4) Menjelaskan berapa banyak jenis asuransi dalam kegiatan transaksi
ekonomi dan kehidupan modern ini. 5) Menerangkan sejauhmana bentuk hukum
asuransi yang telah ada dan, 6) mengupas mengenai sifat-sifat asuransi. Pemaparan ini perlu untuk memahami
akibat hukum yang timbul dari dilaksanakannya praktek kontrak asuransi
konvensional dalam masyarakat Indonesia
sekarang. Kemudian sub kedua, membahas kontrak asuransi konvensional
yang terdiri; 1) Definisi kontrak asuaransi. 2) Unsur-unsur esensial dari
kontarak asuransi, dan 3) Ciri-ciri kontrak asuransi. Kemudian dilanjutkan pada
sub ketiga yaitu mengenai pandangan ulama mengenai asuransi
konvensional.
Sedangkan
bab ketiga membahas pandangan Afzalur Rahman mengenai kontrak asuransi
konvensional. Hal ini diperlukan karena pada dasarnya penelitian ini terfokus
pada praktek asuransi tersebut. Bab ini terbagi menjadi menjadi tiga sub, pertama, mengulas tentang biografi Afzalur Rahman. Kedua,
menerangkan karya-karya. Ketiga, mengupas tentang pandangan Afzalur
Rahman tentang kontrak asuransi konvensional. Hal ini dimaksudkan untuk
memahami secara utuh atau mnyeluruh terhadap pandangan Afzalur Rahman dalam
merespon praktek kontrak asuransi konvensional dalam sistem ekonomi modern sekarang ini.
Bab keempat: analisis terhadap konsep
Afzalur Rahman tentang kontrak asuransi konvensional yang terdiri dari
ketentuan hukum kontrak asuransi konvensional, dan analisis metode istimbat
Afzalur Rahman terhadap kontrak asuransi konvensional
Bab kelima, sebagai bab terakhir dari
keseluruhan rangkaian pembahasan, memaparkan kesimpulan dan pembahasan bab-bab
sebelumnya sehingga memperjelas jawaban terhadap persolan yang dikaji serta
saran-saran dari penulis berkenaan dengan pengembangan keilmuan agar dapat
mencapai hal-hal yang lebih baik dan lebih maju.
[1] Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga
Terkait (BMMI & Takaful) di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1996), hlm.165.
[2] Ali Yafie, “ Asuransi dalam Perspektif Hukum
Islam”, Ulumul Qur’an, 2/VII/96, hlm. 10.
[3] Penjelasan UU No.
2 Tahun 1992, Man Suparman Sastrawidjaja dan Endang, Hukum Asuransi:
Perlindungan Tertanggung, Asuransi Deposito, Usaha Perasuransian, (Bandung: PT. Alumni,
2003), hlm. 183.
[4] Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, alih bahasa. Soeroyo,
Nastangin, (Jakarta: Dana Bahkti Wakaf, 1995), IV: 27 – 28.
[5] Mashudi, dan Moch. Chidir Ali, Hukum Asuransi, (Bandung:
Mandar Maju, 1998), hlm.59.
[6] Afzalur Rahman, Doktrin, hlm 107-108.
[8] Warkum Sumitra, Asas-asas, hlm.166.
[9] Nasrun Rusli, Konsep Ijtihad al-Syaukani; Relevansi Bagi
Prmbaharuan Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: Logos, 1999), hlm.197.
[10] Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Usul Fiqh. cet. XII (Kuwait: Dar
al-Qalam. 1978), hlm.91.
[11] Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan, hlm. 175.
[12] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’at: Deskripsi
dan Ilustrasi, (Yogjakarta: Ekonisia, 2003), hlm. 98.
[13] Sri Rejeki Hartono, Hukum
Asuransi dan Perusahaan Asuransi, cet. III, (Jakarta: Sinar Grafika, 1997),
hlm. 83.
[14] Abdul Wahhab
Khallaf, Khulasah Tarikh at-Tasyri’ al-Islami, cet. III (Kuwait: Dar
al-Fikr, 1968), hlm. 7.
[15] Fazlur Rahman, Islam,
alih bahasa Ahsin Muhammad, cet II (Bandung: Pustaka, 1994), hlm. 141-142.
[16] Ahmad Azhar
Basyir, Asas-asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam), Edisi
Revisi, (Yogyakarta: Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia,
1993), hlm. 7.
[17] Ibid., hlm. 10.
[18] An-Nisa’ (4) : 29.
[19] Afzalur Rahman, Doktrin, hlm. 130.
[20] An-Nisa’ (4) : 161.
[21] Ali-Imran (3) : 130.
[22] Al-Baqarah (2) : 275.
[23] Afzalur Rahman, “Doktrin”, hlm. 161-165.
[24] Al-An’am (6) : 152.
[25] Al-Mutaffifin (83) : 1-5.
[26] Afzalur Rahman, “Doktrin”, hlm. 173.
[27] Al-Baqarah (2) : 219.
[28] Al-Ma’idah (5) : 90.
[29] Afzalur Rahman, “Doktrin”, IV, hlm. 186
[30] Al-Baqarah (2) : 279.
[31] An-Nisa’ (4) : 29.
[32] Murtadha Muthahhari, Pandangan Islam tentang Asuransi dan Riba, alih
bahasa Irwan Kurniawan, (Bandung: Pustaka Hidayat, 1995), hlm. 287.
[33] C.S.T. Kansil, Pokok-pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, cet.
IV (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hlm. 429
[34] Tajur Arifin dkk, Kitab Undang-Undang Perdata Islam, (Bandung: Kiblat Press,
2002), hlm. xxvi – xxxi.
[35] R. Subekti dan Tjirto Sudibyo, Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(KUHPer), cet. XIX (Jakarta: Pradya Paramita, 1985), hlm. 305
[36] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm.
125.
[37] Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, cet.
XIII (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), hlm. 6
[38] Syaikhul Hadi Pernomo dkk, Pedoman
Riset dan Penyusunan Skripsi, (Surabaya: BP3 Fak.
Syariah IAIN Sunan Ampel, 1989), hlm.
26-27.
No comments:
Post a Comment