TANTANGAN PENDIDIKAN NASIONAL
Oleh: Ari Wardoyo[1]
BAB I
PENDAHULUAN
Sampai saat ini kenyataan
menunjukan bahwa secara umum tujuan pendidikan nasional belum terwujud secara
optimal. Indikasi dari hal ini adalah, banyaknya pengangguran baik yang berpendidikan
dasar maupun sarjana, sebab minimnya keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki.
Dan juga persoalan yang masih meliputi adalah rendahnya akhlak dan moral, siswa atau
mahasiswa, bahkan guru, serta terkikisnya rasa nasionalisme.
Banyak indikator yang
menunjukkan bahwa mutu pendidikan kita masih sedemikian memprihatinkan, seperti
rendahnya nilai NEM yang dapat dicapai oleh siswa dari Sekolah Dasar hingga
Sekolah Menengah Atas. Keterpurukan pendidikan nasional
akan nampak jelas jika dilihat dari hasil survai the Political Economic Risk
Consultation (PERC) yang melaporkan bahwa Indonesia berada di peringkat ke
12 dari 12 negara yang disurvai, juga satu peringkat di bawah Vietnam. Survei
itu bertujuan untuk melihat profil kualitas tenaga kerja di asia. Asumsinya
ialah, untuk mendapatkan tenaga kerja yang berkualitas harus dilihat dari
kualitas system pendidikan yang ada disuatu negara. Artinya, jika suatu negara
memiliki system pendidikan yang baik, maka system itu akan mampu melahirkan
tenaga kerja yang baik, begitu pula sebaliknya.[2]
Kegagalan pendidikan Indonesia banyak dinisbatkan kepada
burukya kurikulum yang digunakan, sehingga hanya dalam beberapa tahun saja
telah berganti kurikulum pendidikan yang digunkan. Hal
ini tercermin dengan adanya upaya mengubah kurikulum mulai kurikulum 1975,
diganti dengan kurikulum 1984, kemudian diganti lagi dengan kurikulum 1994,
KBK hingga KTSP. Padahal, jika kita mau jujur, sebenarnya banyak sekali factor
penyebab dari kegagalan pendidikan kita, dan hal yang tak kalah penting adalah
profesionalisme guru, lebih-lebih saat ini guru harus mampu menghadapi
tantangan di era globalisasi yang penuh dengan permasalahan yang sangat
komplek.
BAB II
TANTANGAN PROFESIONALISME GURU
DI ERA GLOBALISASI
A. MEMAKNAI GLOBALISASI
Menurut J.A. Scholte (2002) bahwa setidaknya ada 5 kategori
pengertian globalisasi.[3] Kelima
kategori definisi tersebut berkaitan satu sama lain
1.
Globalisasi sebagai
internasionalisasi
Dalam
konteks ini, globalisasi dipandang untuk menggambarkan hubungan antar-batas
dari berbagai negara. Ia menggambarkan pertumbuhan dalam pertukaran dan
interdependensi internasional.
2.
Globalisasi sebagai
liberalisasi
Dalam konteks
ini, globalisasi merujuk pada sebuah proses penghapusan hambatan-hambatan yang
dibuat oleh pemerintah dalam gerak antar negara untuk menciptakan sebuah
ekonomi dunia yang terbuka dan tanpa-batas.
3.
Globalisasi sebagai
universalisasi
Dalam konteks
ini, kata global dipandang sebagai proses mendunia dan globalisasi sebagai
proses penyebaran berbagai obyek dan pengalaman kepada semua orang ke seluruh
penjuru dunia, melalui teknologi.
4.
Globalisasi sebagai
westernisasi
Dalam
konteks ini, globalisasi dipahami sebagai sebuah dinamika, di mana
struktur-struktur sosial modernitas seperti kapitalisme, rasionalisme, industrialisme,
birokratisme, disebarkan keseluruh penjuru dunia.
5.
Globalisasi sebagai penghapusan
batas-batas teritorial
Dalam
konteks ini, globalisasi mendorong rekonfigurasi geografis, sehingga
ruang-sosial tidak lagi semata dipetakan dengan kawasan teritorial, jarak
teritorial, dan batas-batas teritorial. Dalam hal ini batas territorial tidak
berarti lagi.
B. LANDASAN PROFESIONALISME GURU
Tuntutan profesionalisme guru
merupakan salah satu amanah Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2003 No. 20 Tentang
Sitem Pendidikan Nasional, pada pasal 40 ayat (2) dijelaskan bahwa:
Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban:
a.
Menciptakan suasa pendidikan
yang bermakna, meyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis,
b.
Mempunyai komitmen secara professional
untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan
c.
Memberi teladan dan menjaga
nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang
diberikan kepadanya.
Sangat jelas bahwa dalam pasal 40 ayat 2 tersebut di
atas seorang guru dituntut untuk memiliki sifat dan karakteristik
profesionalis. Terlebih pada saat ini, globalisasi dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, profesionalisme seorang guru sangat dibutuhkan.
Globalisasi atau abad
pengetahuan merupakan suatu era dengan tuntutan yang lebih rumit dan menantang.
Suatu era dengan spesifikasi tertentu yang sangat besar pengaruhnya terhadap
dunia pendidikan dan lapangan kerja. Perubahan-perubahan yang terjadi selain
karena perkembangan teknologi yang sangat pesat, juga diakibatkan oleh
perkembangan yang luar biasa dalam ilmu pengetahuan dan transformasi
nilai-nilai budaya. Dampaknya adalah perubahan cara pandang manusia terhadap
manusia, cara pandang terhadap pendidikan, perubahan peran orang tua, guru, dosen,
serta perubahan pola hubungan antar mereka
Trilling dan
Hood, (1999) mengatakan bahwa, memasuki abad 21 dikenal dengan abad
pengetahuan, sebab pengetahuan akan menjadi landasan utama segala aspek
kehidupan. Tuntutan profesionalisme bagi seorang guru disebabkan adanya
perubahan yang menuntut perubahan pada dunia pendidikan, sehingga pada abad globalisasi ini,
ada kecenderungan yang terjadi dalam dunia pendidikan. Menurut Naisbit
(1995) ada 10 kecenderungan besar yang akan terjadi pada pendidikan di abad 21
yaitu; (1) dari masyarakat industri ke masyarakat informasi, (2) dari teknologi
yang dipaksakan ke teknologi tinggi, (3) dari ekonomi nasional ke ekonomi
dunia, (4) dari perencanaan jangka pendek ke perencanaan jangka panjang, (5)
dari sentralisasi ke desentralisasi, (6) dari bantuan institusional ke bantuan
diri, (7) dari demokrasi perwakilan ke demokrasi partisipatoris, (8) dari
hierarki-hierarki ke penjaringan, (9) dari utara ke selatan, dan (10) dari atau
ke pilihan majemuk.
Profesionalisme merupakan pengakuan
atau pernyataan, bahwa pada mulanya kata profesionalisme yang kita gunakan
tidak lain adalah dari pernyataan atau pengakuan tentang bidang pekerjaan atau
bidang pengabdian yang dipilih.[4] Sehingga implikasi dari profesionalisme
seorang guru sangat besar, dan menuntut keahlian dan kelebihan khusus bagi guru
(pendidik). Criteria professional bagi seorang guru sebenarnya telah tercantum
dalam undang-undang guru dan dosen. Profesi
guru menurut Undang-Undang tentang Guru dan Dosen harus memiliki
prinsip-prinsip profesional seperti tercantum pada pasal 5 ayat 1, yaitu; ‘Profesi
guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan
prinsip-prinsip profesional sebagai berikut:
- Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme
- Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugasnya.
- Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya.
- Mematuhi kode etik profesi.
- Memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas.
- Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya.
- Memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesinya secara berkelanjutan.
- Memperoleh perlindungan hukurn dalam melaksanakan tugas profesisionalnya.
- Memiliki organisasi profesi yang berbadan hukum”.
Lalu apakah pendidikan kita telah
mempunyai kekuatan untuk menghadapi era globalisasi saat ini? seharusnya
permasalahan ini harus telah difikirkan dan dilaksanakan jauh-jauh hari, meski
terkesan terlambat, persoalaan in memang harus mendapat perhatian. Terlebih
pendidikan di Indonesia mempunyai fungsi yang sangat besar bagi pembangunan
bangsa.
B. KARAKTER PENDIDIKAN INDONESIA
Dalam pendidikan
hal yang penting untuk dicermati guna melihat pendidikan masa depan adalah
karekter pendidikan. Pendidikan di Indonesia umpamanya, tentu memiliki karakter yang berbeda dengan
pendidikan di negara-negara lain. Surya (1998) mengungkapkan bahwa pendidikan
di Indonesia di abad globalissi (21) mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Pendidikan nasional mempunyai tiga fungsi dasar
yaitu; (a) untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, (b) untuk mempersiapkan tenaga
kerja terampil dan ahli yang diperlukan dalam proses industrialisasi, (c)
membina dan mengembangkan penguasaan berbagai cabang keahlian ilmu pengetahuan
dan teknologi;
2. Sebagai negara kepulauan yang berbeda-beda suku,
agama dan bahasa, pendidikan tidak hanya sebagai proses transfer pengetahuan
saja, akan tetapi mempunyai fungsi pelestarian kehidupan bangsa dalam suasana
persatuan dan kesatuan nasional;
3. Dengan makin meningkatnya hasil pembangunan,
mobilitas penduduk akan mempengaruhi corak pendidikan nasional;
4. Perubahan karakteristik keluarga baik fungsi
maupun struktur, akan banyak menuntut akan pentingnya kerja sama berbagai
lingkungan pendidikan dan dalam keluarga sebagai intinya. Nilai-nilai keluarga
hendaknya tetap dilestarikan dalam berbagai lingkungan pendidikan;
5. Asas belajar sepanjang hayat harus menjadi
landasan utama dalam mewujudkan pendidikan untuk mengimbangi tantangan
perkembangan jaman;
6. Penggunaan berbagai inovasi Iptek terutama media
elektronik, informatika, dan komunikasi dalam berbagai kegiatan pendidikan,
7. Penyediaan perpustakaan dan sumber-sumber
belajar sangat diperlukan dalam menunjang upaya pendidikan dalam pendidikan;
8. Publikasi dan penelitian dalam bidang pendidikan
dan bidang lain yang terkait, merupakan suatu kebutuhan nyata bagi pendidikan
di abad pengetahuan.
Dari uraian
karakteristik pendidikan nasional kita di atas, tentu beban seorang guru sangat
besar, terlebih guru sebagai pendidik ataupun pengajar merupakan factor penentu
kesuksesan setiap usaha pendidikan. Itulah sebabnya setiap perbincangan
mengenai pembahruan kurikulum, pengadaan alat-alat belajar sampai pada criteria
sumber daya manusia yang dihasilkan oleh usaha pendidikan, selalu bermuara pada
guru. Hal ini menunjukan betapa signifikan (berarti penting) posisi guru dalam
dunia pendidikan.[5] Artinya, peran seorang
guru dalam kesuksesan pendidikan nasional sangat besar, tanpa seorang guru yang
berkompeten, pendidikan mustahil akan berhasil.
C. STANDAR PROFESIONALIME GURU
Saat ini, harus ada standar profesionalisme
seorang guru yang harus diterapkan di Indonesia, banyak dari kalangan ahli
pendidikan mengemukakan syarat bagi seorang guru yang professional. Arifin (2000) mengemukakan guru Indonesia yang profesional
dipersyaratkan mempunyai;
1. Dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan
terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21;
2. Penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset
dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya
merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di
lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada
praksis pendidikan masyarakat Indonesia;
3. Pengembangan kemampuan profesional
berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus
dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi
guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan
in-service karena pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan
yang lemah.
Perlu dikemukan bahwa, saat ini,
masih banyak factor penghambat dari tercapainya taraf profesional bagi seorang
guru, dan hal ini tentu sangat berpengaruh terhadap pendidikan di Indonesia. Permasalahan
ini merupakan hal yang harus segera diselesaikan. Akadum
(1999) juga mengemukakan bahwa ada 5 penyebab rendahnya profesionalisme guru;
1. Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya
secara total.
2. Rentan dan
rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan.
3. Pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan
masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal
ini terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan
dan kependidikan,
4. Masih belum smooth-nya perbedaan pendapat
tentang proporsi materi ajar yang diberikan kepada calon guru,
5. Masih belum berfungsi PGRI sebagai organisasi
profesi yang berupaya secara makssimal meningkatkan profesionalisme anggotanya.
Kecenderungan PGRI bersifat politis memang tidak bisa disalahkan, terutama
untuk menjadi pressure group agar dapat meningkatkan kesejahteraan
anggotanya. Namun demikian di masa mendatang PGRI sepantasnya mulai
mengupayakan profesionalisme para anggotanya. Dengan melihat adanya
faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru, pemerintah
berupaya untuk mencari alternatif untuk meningkatkan profesi guru.
Dalam upaya
meningkatkan profesionalisme guru pemerintah telah berupaya untuk
meningkatkannya, diantaranya meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang
pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar mulai tingkat persekolahan
sampai perguruan tinggi.
Meskipun demikian
penyetaraan ini tidak bermakna banyak, kalau guru tersebut kurang memiliki daya
untuk melakukan perubahan. Selain diadakannya penyetaraan guru-guru, upaya lain
yang dilakukan pemerintah adalah program sertifikasi. Program sertifikasi telah
dilakukan oleh Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam (Dit Binrua)
melalui proyek Peningkatan Mutu Pendidikan
Selain
sertifikasi upaya lain yang telah dilakukan di Indonesia untuk meningkatkan
profesionalisme guru, misalnya PKG (Pusat Kegiatan Guru, dan KKG (Kelompok
Kerja Guru) yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam
memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan mengajar.
Profesionalisasi merupakan
proses yang terus menerus. Dalam proses ini, pendidikan prajabatan, pendidikan
dalam jabatan termasuk penataran, pembinaan dari organisasi profesi dan tempat
kerja, penghargaan masyarakat terhadap profesi keguruan, penegakan kode etik
profesi, sertifikasi, peningkatan kualitas calon guru, imbalan, dll. secara
bersama-sama menentukan pengembangan profesionalisme seseorang termasuk guru.
D. STANDAR KOMPETENSI GURU (SEBUAH ANALISIS)
Dari berbagai
permasalah dan tantangan yang akan dihadapi pendidikan saat ini, maka paling
tidak ada tiga standar kompetensi bagi seorang guru, yaitu kompetensi materi,
kompetensi, kepribadian, kompetensi profesi (skill).
1. Kompetensi Materi
Di era persaingan
ini, hal yang tidak bisa lepas dari keberhasilan pendidikan adalah factor
materi ajar atau kurikulum. Pendidikan saat ini harus mampu menyediakan materi
ajar yang mempunyai daya saing, tidak hanya dalam lingkup local akan tetapi
sudah meluas pada daya saing internasional, sebab dengan penyediaan materi ajar
yang baik dan sesuai dengan kebutuhan zaman akan dapat mengurangi keterpurukan
pendidikan saat ini. Artinya, materi ajar yang dilaksanakan merupakan hasil
dari proses ‘analisis kebutuhan’ dan sebuah kurikulum tidak boleh lepas juga
dari tujuan pendidikan. ‘Kurikulum itu ditentukan oleh tujuan pendidikan yang
hendak dicapai. Sementara tujuan pendidikan itu mesti ditetapkan berdasarkan
kehendak manusia yang membuat kurikulum itu’[6]. Tentunya
dalam pembuatan kurikulum, tujuan yang hendak dicapai harus disesuaikan dengan
kebutuhan manusia pada era globalisasi saat ini.
Di samping
kurikulum, hal yang tidak kalah penting untuk mencapai perbaikan dan
keberhasilan pendidikan adalah kompetensi guru dalam penguasaan kurikulum atau
materi ajar sesuai dengan bidangnya masing-masing. Tidak ada artinya kurikulum
yang baik tanpa didukung oleh seorang guru yang kompeten.
Bagi seorang
guru, penguasaan materi pengajaran merupakan hal yang mutlak diperlukan.
Kesuksesan dan keberhasilan pendidikan banyak ditentukan oleh penguasaan guru
dalam penyampaian materi. Sebuah contoh, kurikum ekonomi yang baik tidak akan mempunyai
daya perubahan bagi peserta didik ketika disampaikan oleh seorang guru yang
tidak berkompeten. ‘Hal ini juga berarti bahwa kurikulum pendidikan ekonomi
‘yang baik’ tadi akan menjadi program pengajaran yang kurang bermakna jika
kurikulum itu jatuh ditangan guru-guru ekonomi yang tidak professional. Sebaliknya,
kurikulum pendidikan eknomi yang ‘kurang baik’ akan dapat diubah menjadi
program pembelajaran yang bermakna bagi peserta didik jika kurikulum itu berada
ditangan guru-guru ekonomi yang memiliki profesionalisme yang tinggi’[7]. Artinya,
antara kurikulum dan guru yang kompeten, merupakan dua komponen yang tidak
dapat dipisahkan.
2. Kompetensi Pribadi
Pada dasarnya
institusi pendidikan merupakan wadah yang akan mencetak manusia-manusia yang
unggul pada bidang yang digeluti masing-masing. Artinya, ‘tujuan pendidikan
sama dengan tujuan manusia. Manusia menginginkan semua manusia, termasuk anak
kandungnya, menjadi manusia yang terbaik’[8]. Tujuan
pendidikan menurut M. Naquib al Atas sebagaimana yang dinukil oleh Wan Mohd Wan
Daud adalah untuk mencetak manusia yang beradab[9],
yaitu manusia yang terbaik atau yang sempurna.
Untuk mencetak
manusia yang unggul, yang baik atau pun yang sempurna, logis jika diperlukan
sosok pribadi pendidik yang unggul pula, yaitu sosok yang mempunyai kompetensi
pribadi, yaitu akhlak. Sebab, ‘akhlak merupakan nilai terpenting dalam
kehidupan. Akhlak menjadi salah satu unsure peradaban dan dasar kemanusiaan’[10].
Dengan kompetensi pribadi seorang pendidik, masa depan pendidikan akan tercetak
generasi yang tidak hanya sukses dalam material saja, akan tetapi juga sukses
dari sudut spiritual.
3. Kompetensi Profesi (Skill)
Profesionalisme merupakan pengakuan
atau pernyataan. Pada mulanya kata profesionalisme yang kita gunakan tidak lain
adalah dari pernyataan atau pengakuan tentang bidang pekerjaan atau bidang
pengabdian yang dipilih.[11] Pada
saat ini, dunia pendidikan memerlukan seorang pendidik yang mempunyai
kompetensi dibidangnya. Seorang guru harus benar-benar terdidik dari sebuah
lembaga yang mengasahnya menjadi seorang pendidik yang professional.
Tuntutan globalisasi dengan kemajuan
teknologi ilmu pengetahuan yang begitu pesat, tentu tidak mudah bagi dunia
pendidikan tanpa seorang guru yang professional. Lemabaga pendidikan yang tidak
mampu menyediakan tenaga pendidik yang professional akan tertinggal jauh dari
lemabaga-lembaga lainya. Bahkan hal ini merupakan penyebab bagi kegagalan
pendidikan yang dilaksanakan secara nasional.
BAB III
PENUTUP
Dari uraian di atas tentu dapat diambil sebuah
kesimpulan bahwa, peran seorang guru dalam pendidikan mempunyai posisi yang
sangat signifikan. Keberhasilan usaha pendidikan tidak terlepas dari peran
seorang guru. Terlebih berkaitan dengan profesionalisme seorang guru.
Tidak sepenuhnya bahwa kemerosotan pendidikan yang dialami
bangsa Indonesia saat ini disebabkan oleh kurikulum maupun system pendidikan
nasional, akan tetapi seorang gurupun dapat menjadi penyebab terjadinya
kemerosotan dan rusaknya kualitas pendidikan. Peningatan profesionalisme guru
merupakan hal yang harus segara diupayakan, terlebih saat ini banyak sekali hal
yang dihadapi dalam masa globalisasi. Profesionalisasi
harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Usaha meningkatkan
profesionalisme guru merupakan tanggung jawab bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Abudin Nata, Paradigma Pendidikan Islam, (Jakarta,
Grasindo, 2001),
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung,
Rosda, 2006),
Akadum. Potret Guru Memasuki Milenium Ketiga. (http://www.suara
pembaharuan.com
M. Ali Ghanim Ath Thawil, Mencetak Pribadi magnetis,
(Solo, Era Intermedia, 2004),
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikanm Dengan Pendekatan
Baru, (Bandung, Rosda, 2006),
Naisbitt, J., Megatrend Asia: Delapan
Megatrend Asia yang Mengubah Dunia, terj Danan Triyatmoko dan Wandi
S. Brata, (Jakarta: Gramdeia. 1995)
Scholte, J. A. Globalization: A critical Introduction.
(London: Palgrave, 2000)
Suyanto, Dinamika Pendidikan Nasional,
(Jakarta, PSAP, 2006),
Surya, H.M., Peningkatan Profesionalisme Guru
Menghadapi Pendidikan Abad ke-21n (I); 1998. Organisasi & Profesi.
Suara Guru No. 7/1998.
Trilling, B. dan Hood, P., Learning,
Technology, and Education Reform in the Knowledge Age or We're Wired, Webbed,
and Windowed, Now What? Educational Technology may-June 1999.
Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan
Islam Syed M. Naquib Al Atas, (Bandung, Mizan, 2003)
[1] Penulis adalah Mahasiswa Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta
[2] Suyanto, Dinamika Pendidikan Nasional, (Jakarta,
PSAP, 2006), hlm.3-4
[3] J. A Scholte, Globalization: A critical Introduction. (London:
Palgrave, 2000) hal. 15-17.
[4] Abudin Nata, Paradigma Pendidikan Islam, (Jakarta, Grasindo,
2001), hlm.136
[5] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikanm Dengan Pendekatan Baru,
(Bandung, Rosda, 2006), hlm.223
[6] Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung, Rosda,
2006), hlm.99-100
[7] Suyanto, Dinamika Pendidikan Nasional, hlm.43-44
[8] Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, hlm.76
[9] Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam
Syed M. Naquib Al Atas, (Bandung, Mizan, 2003), hlm.174
[10] M. Ali Ghanim Ath Thawil, Mencetak Pribadi magnetis, (Solo,
Era Intermedia, 2004), hlm.6
[11] Abudin Nata, Paradigma Pendidikan Islam, hlm.136
No comments:
Post a Comment