Tuesday, 28 March 2017

MENYOAL ARGUMEN INGKAR SUNNAH



MENYOAL ARGUMEN INGKAR SUNNAH
Oleh: Ari Wardoyo[1]
BAB I
PENDAHULUAN

Sebagian besar umat Islam telah sepakat bahwa sunnah atau hadis adalah sumber hukum Islam yang kedua setelah al Qur’an. Sunnah juga merupakan penjelas bagi al Qur’an, sebab al Qur’an dalam menjelaskan hukum tentang suatu amal tidak menjelaskan secara rinci tehnis pelaksanaannya. Teknis pelaksanaan amal ibadah dapat dimengerti secara rinci di dalam sunnah. Dengan kata lain, hampir tidak mungkin al Qur’an tanpa sunnah.    
Namun, setelah sepeninggalan Rasulullah, banyak dari kalangan pengikut beliau yang tidak lagi percaya kepadanya, mengingkari sunnah, bahkan banyak yang keluar (murtat) dari agama Islam. Tentu, kondisi demikian ini dapat melemahkan kekuatan umat Islam yang pada saat itu sedang berkembang di semenanjung Arab.
Gerakan ingkar sunnah atau gerakan yang hanya mempercayai al Qur’an saja sebagai sumber hukum dan pedoman hidup, merupakan fenomena tersendiri yang berkembang di tubuh umat Islam. Sebab segarakan ini telah keluar dari mainstream yang ada, dan telah banyak menarik simpati bagi umat Islam sehingga banyak yang mengikutinya.
Hal yang sangat penting untuk dilakukansaat saat ini adalah mengungkap argument yang menyebabkan mereka mengingkari sunnah. Dengan demikian perlu diadakan sebuah penelitian yang serius, yang akan dapat menyediakan data-data yang kuat tentang keabsahan (kebenaran) atau kesalahan keyakinan para penganut ingkar sunnah.
Untuk ini, berikut ini akan kami hadirkan argument-argumen para penganut paham ingkar sunnah, dengan pokok-pokok ajarannya. Dengan diketahuinya argument-argumen tersebut, kita dapat menyoal atau mempertanyakan keabsahan argument tersebut, sehingga akan dapat ditarik sebuah kesimpulan yang benar dan objektif tanpa ada tendensi dan sebab adanya kepentingan.         


BAB II
PEMBAHASAN

A.    AKAR SEJARAH INGKAR SUNNAH
Sebagai sumber hukum Islam kedua setelah al Qur’an, hadis mendapat kedudukan yang istimewa di dalam al Qur’an. Sebagaimana pernyataan seorang ahli hadis yang mengatakan bahwa, ‘hadis atau sunnah nabi Muhammad merupakan sumber ajaran Islam, disamping al Qur’an’[2]. Sehingga ulama dan umat secara umum sangat proteks atas penyerangan terhadap hadis. Lalu bagaimana dengan paham yang mengingkari hadis. Apakah paham tersebut ada dan dibenarkan oleh Islam.
Para ahli hadis berpendapat bahwa, paham ingkar sunnah telah dikabarkan kemunculannya sejak zaman Rasullah Saw masih hidup, dengan adanya hadis yang berkaitan dengan penolakan sunnah. Hadis tersebut adalah sebagai berikut;
“Ketahuilah sesungguhnya aku telah diberi al Kitab dan sepadan dengannya. Ketahuilah hampir-hampir ada seseorang laki-laki makan kenyang yang bersandar di atas dipannya lalu berkata:berpeganglah kalian dengan Al-Qur’an saja, bila kalian mendapati sesuatu yang halal di dalamnya maka halalkanlah dan apa bila kalian mendapati sesuatu yang haram di dalamnya maka haramkanlah.’ Ketahuilah tidak halal bagimu daging keledai piaraan dan setiap binatang bertaring dari binatang buas.”[3]  
Dari hadis di atas, jelas bahwa penolakan terhadap sunnah memang sudah perkirakan oleh Rasulullah.     
Akan tetapi, untuk menemukan sejarah dan pendiri paham ingkar sunnah, sangat sulit ditemukan pada kitab-kitab sejarah yang pernah ditulis oleh ulama-ulama besar Islam. Bahkan sangat sedik para penulis sejarah yang berkomentar tentang paham ingkar sunnah, yang ada hanyalah komentar tentang pentingnya memegang sunnah. Apabila kelompok inkar Sunnah memang benar-benar pernah ada wujudnya dalam perjalanan sejarah Islam, tentu akan mudah ditemui kisahnya dalam kitab-kitab sejarah yang besar semacam, Tarikh Al-Umam wa Al-Muluk karya Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari, Tarikh Al-Islam karya Imam Adz-Dzahabi, Al-Bidayah wa An-Nihayah karya Imam Ibnu Katsir, Tarikh Dimasyq karya Ibnu Asakir, Al-Kamil fi At-Tarikh karya Ibnul Atsir, dan Tarikh Baghdad karya Al-Khathib Al-Baghdadi.
Sejarah ingkar sunnah memang tidak terekam sejarah secara jelas dalam buku-buku sejarah ulama besar Islam, akan tetapi, dalam buku-buku dan ensiklopedi yang ditulis oleh penulis kontemporer banyak meberitakan tentang paham keagamaan ini. Kemunculan paham ingkar sunnah selalu saja samar dan timbul tenggelam, tidak seperti paham atau aliran keagamaan yang lain, yang muncul dan eksis hingga beberapa waktu lamanya.
Daniel W. Brown, seorang peneliti dari Cambridge Middle East Studies mengatakan bahwa, golongan ingkar sunnah telah ada sejak zaman Imam al-Shafi'i. Golongan tersebut yang berpegang hanya pada al-Qur'an disebut ‘ahl al-kalam’[4].
Menurut Zaenal Abidin Syamsudin (2007), untuk memahami gen gerakan ingkar sunnah dibagi menjadi tiga tahapan, pertama gerakan ingkar sunnah tempo dulu (shahabat). Kedua, ingkar sunnah pada gererasi awal. Ketiga, ingkar sunnah gaya baru.
  Pertama, gerakan ingkar sunnah tempo dulu (shahabat). Gerakan ingkar sunnah sudah ada sejak zaman para sahabat, gerakan ini merupakan dampak dari kesuksesan dakwah umat Islam. Dari kalangan orang yang tidak menyukai kesuksesan umat Islam timbul keinginan untuk memecah belah kesatuan umat Islam pada waktu itu, usaha ini berhasil dengan munculnya aliran besar yang muncul dalam tubuh umat Islam. Yaitu Khawarij, Syi’ah, Mu’tazilah[5].
Khawarij pada mulanya adalah pendukung Imam Ali bin Abi Thalib, namun pasca perang siffin ketika terjadi proses tahkim antara pasukan Mu’awiyah dan Imam Ali yang berakhir dengan perdamaian maka mereka mendengungkan statemen ‘tidak boleh berhukum kecuali hanya kepada Allah’. Tahkim merupakan sebuah kemaksiatan, mereka mengkafirkan imam Ali dan para pengikutnya serta para sahabat pada umumnya, sehingga implikasi dari sikap tersebut, mereka menolak riwayat para sahabat dan menolak sunnah[6]. Namun demikian, tidak semua khawarij telah mengingkari sunnah, ada sebagian juga yang tetap berpegang pada sunnah Rasul.
Aliran yang selanjutnya adalah Syi’ah, Sy’iah yang dimaksud disini adalah Syi’ah Rafidhah. Syi’ah Rafidhah adalah Syi’ah yang sangat ekstrim, mereka mengkafirkan para sahabat kecuali sahabat yang mendukung imam Ali. Mereka menolak hadis-hadis yang di riwayatkan dari para sahabat[7]. Begitu pula mu’tazilah, aliran ini banyak sekte-sekte di dalamnya, satu sama lain saling mengkafirkan, tetapi secara umum sikap mereka terhadap sunnah berfariasi, sebagian menolak secara mutlak dan sebagian menolak secara parsial[8].              
Kedua, Gerakan ingkar sunnah pada gererasi awal. Para tokoh penggerak ingkar sunnah pada periode awal banyak berasal dari kalangan mu’tazilah[9]. Banyak dari kalangan mu’tazilah yang mempunyai andil besar terhadap paham ingkar sunnah. Menurut Zaenal Abidin Syamsudin (2007: 237-246) tokoh yang dimaksud adalah, Abu HudzaifahWashil Bin Atho’ al Bashri al Ghazaal (80-131 H), Abu Utsman Amr bin Ubaid al Bashri (144 H), Abu Hudzail Muhammad bin Hudzail bin Abdullah al Bashri al Allaaf (227 atau 235), Ibrahim bin Sayyar bun Hani’ al Bashri, Abu Ishaq an Nadz-dzam (225 H), Amr bin Bahr bin Mahbub al Kannani, Abu Utsman dan dikenal Jahidz, al Bashri, Mu’tazili.
Ketiga, ingkar sunnah gaya baru. Gerakan ingkar sunnah gaya baru berawal dari pasca perang salib dan hadirnya kaum imperialisme di negeri Islam[10]. Faham Ingkar Sunnah pada periode ini banyak dipengaruhi oleh Profesor Dr Goldziher, kelahiran Yahudi Hungary pada tahun 1870 dan meninggal pada tahun 1921. Goldziher mendapat biasiswa zionis International Jerman untuk melanjutkan pelajaran di al Universitas Azhar pada tahun 1873. Goldziher banyak belajar ilmu keIslaman dan hadis. Setelah lulus dari al Azhar, ia mulai banyak mengulirkan pemikiran-pemikiran anti sunnahnya, serta menganggap bahwa pemalsuan hadis banyak terjadi pada akhir umat ini[11].     

B.     POKOK-POKOK AJARAN INGKAR SUNNAH
Pada dasarnya ajaran ingkar sunnah sangat dipengaruhi oleh pemikiran dalam mengartikan hadis bagi mereka. Pengertian hadis atau sunnah bagi mereka memang jauh berbeda dengan kelompok yang lain seperti sunni. Bagi ingkar sunnah, hadis merujuk pada al Qur’an atau firman Allah. Ada beberapa kutipan ayat al Qur’an yang menyebutkan bahwa al Qur’an merupakan hadis yang terbaik.
"Allah, tidak ada Tuhan selain Dia. Dia pasti akan mengumpulkan kamu pada hari kiamat, yang tidak diragukan terjadinyan padanya. Dan siapakah yang lebih benar hadis (perkataan-nya) daripada Allah?" (Q.S. 4:87)
"Dan sesungguh, Allah telah menurunkan (ketentuan) bagimu di dalam (al-Qur'an), bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olok (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk bersama mereka sebelum mereka memasuki hadis (perkataan, pembicaraan) yang lain…". (Q.S. 4:140)
"Maka cobalah mereka membuat serangkaian hadis (perkataan) yang serupa dengannya (al-Qur'an), jika mereka adalah orang-orang yang benar" (Q.S. 52:34)
Beberapa ayat di atas merupakan dasar argument kelompok ingkar sunnah dalam mengartikan hadis yang berarti al Qur’an. Untuk mengetahui lebih lanjut, ada beberapa argument berkaitan dengan sunnah yang merujuk pada al Qur’an sebagai berikut.
1.      Al-Qur'an Adalah Hadis Terbaik
Kelompok ingkar sunnah menyakini bahwa hadis yang sesungguhnya yang harus diimani oleh umat Islam adalah hadis terbaik yang telah Allah turunkan dalam bentuk kitab (al-Qur'an). Mereka berdalih dengan ayat al Qur’an yang mengatakan bahwa al Qur’an adalah hadis yang sebenar-benarnya.
"Allah telah menurunkan hadis (perkataan) yang paling baik, sebuah Kitab (al-Qur'an) yang serupa lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit-kulit mereka dan hati mereka kepada mengingat Allah. Demikianlah petunjuk Allah, Dia memberi petunjuk dengannya (kitab) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang Allah sesatkan, maka tak ada baginya seorang pemberi petunjuk" (Q.S.39:23)
Di sini sudah jelas bahwa hadis yang telah diturunkan oleh Allah untuk manusia adalah al-Qur'an. Lalu bagaimana dengan hadis Rasulullah? apakah Beliau juga menetapkan suatu hadis untuk manusia di samping al-Qur'an? Apakah ada keterangan di dalam al-Qur'an yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad menetapkan suatu hadis untuk diyakini. Di dalam al Qur’an hanya terdapat penyataan bahwa tugas Nabi Muhammad maupun rasul-rasul yang lain hanyalah untuk menyampaikan peringatan yang diturunkan oleh Allah (al-Qur'an). Nabi Muhammad sebagaimana halnya rasul-rasul yang lain tidak mungkin mengada-adakan suatu hadis, sebab ini bertentangan dengan tugas belaiu.
"Kewajiban Rasul tidak lain hanyalah menyampaikan, dan Allah mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan". (Q.S. 5:99)
"Hai kaumku sesungguhnya aku telah menyampaikan pesan Tuhanku kepadamu…" (Q.S. 7:79)
"Hai kaumku, sesungguhnya aku telah menyampaikan risalah Tuhanku kepadamu…" (Q.S. 7:93)
"Dan seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan suatu perkataan atas (nama) Kami, niscaya Kami pegang dia dengan tangan kanan, kemudian pasti Kami potong urat jantungnya" (Q.S. 69:44-46)
2.      Hadis Karangan Manusia
Kodifikasi hadis dalam sebuah kitab hadis dan menjadi sumber hukum Islam yang kedua setelah al Qur’an, dilakukan setelah 200 tahun nabi Muhammad wafat. ‘Usaha ini dimulai pada masa pemerintahan Islam yang dipimpin oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz’[12]. Artinya pengumpulan hadis dilakukan berdasarkan riwayat para sahabat yang pernah bertemu dengan Rasul, atau tabi’in yang pernah bertemu dengan sahabat.
Secara logis pengumpulan dan penyusunan hadis tidak pernah diadakan konfirmasi langsung dengan Rasulullah, sebab pada saat pengumpulan dan penyusunan hadis Rasullah sudah wafat. Dengan demikian besar kemungkinan hadis-hadis yang ditulis dan dikumpulkan merupakan perkataan palsu yang disandarkan kepada Rasullah. Sehingga redaksi hadis biasanya banyak mengatakan kesaksian dari para sahabat bahwa, ‘kami mendengar dari sifulan bin fulan, fulan dari kakeknya, kakeknya dari sianu…dan sebagainya, Rasulullah berkata’. Kesaksian semacam ini dimunculkan untuk meyakinkan umat bahwa hadis itu benar-benar berasal dari Nabi Muhammad.  
Lalu bagaimana dengan pernyataan Nabi Muhammad sendiri bahwa dirinya memberi peringatan kepada manusia dengan al-Qur'an, dan Allah yang menjadi saksi. Allah adalah saksi yang sebenarnya. Ini sesuai dengan firman Allah SWT, dalam Q.S. 6:19
Katakanlah: ‘Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?’ Katakanlah: "Allah." Dia menjadi saksi antara aku dan kamu. Dan Al Quran ini diwahyukan kepadaku supaya dengan dia aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Quran (kepadanya). Apakah sesungguhnya kamu mengakui bahwa ada tuhan-tuhan lain di samping Allah?" Katakanlah: "Aku tidak mengakui." Katakanlah: "Sesungguhnya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan (dengan Allah)."
3.      Koherensi Antara Allah Dan Rasul
Allah Swt berfirman bahwa :
"Barangsiapa yang mentaati Rasul, maka sesungguhnya ia mentaati Allah..." (Q.S.4:80)
Ada hubungan koherensi (kesatuan, kesamaan) antara mentaati rasul dan mentaati Allah sebagaimana kita baca pada ayat di atas. Hubungan koherensi ini terjadi karena terdapat kesamaan objek antara apa yang diturunkan Allah dan apa yang disampaikan rasul, yaitu al-Qur'an. Teori koherensi ini dapat dijadikan salah satu alat uji yang akan membuktikan kepalsuan ajaran hadis. Uraian di bawah ini menunjukkannya:
Allah di dalam Q.S.17:110[13] menyuruh manusia agar tidak melantangkan ataupun mendiamkan suaranya di dalam shalat melainkan mengambil yang pertengahan. Hadis mengajarkan manusia agar melantangkan suaranya pada sebagian shalat dan mendiamkan suaranya pada sebagian lagi. Mungkinkah Nabi mengajarkan sesuatu yang bertentangan dengan al- Qur'an?
Allah di dalam Q.S.2:187[14] memerintahkan manusia untuk menyempurnakan puasa sampai gelap malam. Hadis mengajarkan manusia untuk berbuka ketika terbenam matahari (petang). Mungkinkah Nabi mengajarkan sesuatu yang bertentangan dengan al-Qur'an?
Allah di dalam Q.S.36:69[15] menyatakan bahwa al-Qur'an bukanlah syair. Hadis mendorong manusia agar melagukan bacaan al-Qur'an dengan indah (diperlakukan seperti syair). Mungkinkah Nabi mengajarkan sesuatu yang bertentangan dengan al-Qur'an?
Allah di dalam Q.S.7:31-32[16] menyuruh manusia mengenakan perhiasan, dan mempertanyakan siapa yang berani mengharamkan perhiasan yang telah dikaruniakan-Nya. Hadis mengharamkan emas dan sutera bagi laki-laki. Mungkinkah Nabi mengajarkan sesuatu yang bertentangan dengan al-Qur'an?
Allah di dalam Q.S. 2:173[17] mengharamkan bangkai tanpa ada pengecualian. Hadis menghalalkan bangkai ikan. Mungkinkah Nabi mengajarkan sesuatu yang bertentangan dengan al-Qur'an?
Allah di dalam Q.S. 2:189 dan Q.S.9:2, 5[18], 36 menetapkan bahwa bulan haji adalah empat bulan yang dimulai pada awal Zulhijjah. Hadis menetapkan bahwa bulan haji adalah dua bulan sepuluh hari yang dimulai pada Syawal. Mungkinkah Nabi mengajarkan sesuatu yang bertentangan dengan al-Qur'an?
Allah di dalam Q.S.24:2[19] mengeluarkan fatwa bahwa pezina harus dihukum cambuk 100 kali. Hadis mengeluarkan fatwa bahwa pezina yang sudah menikah harus dirajam sampai mati. Mungkinkah Nabi mengajarkan sesuatu yang bertentangan dengan al-Qur'an?
Ayat-ayat yang kontradiksi dengan hadis di atas, telah sampai pada kesimpulan bahwa apa yang tertulis di dalam kitab-kitab hadis, apakah mungkin merupakan ajaran rasulullah Muhammad. Logikanya jika hadis itu benar, maka dengan mentaati rasul berarti kita telah mengingkari Allah. Hadis yang sesungguhnya harus kita ikuti adalah al-Qur'an, hal ini sesuai dengan firman Allah:
Maka hadis apakah selain (al-Qur'an) ini yang akan mereka imani? (Q.S.77:50)

C.    FATWA MUI BERKAIT DENGAN PAHAM IGKAR SUNNAH
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam sidangnya di Jakarta pada Tanggal 16 Ramadhan 1403 H. bertepatan dengan tanggal 27 Juni 1983 M., setelah :

Memperhatikan:
Di sementara daerah Indonesia dewasa ini diketahui adanya aliran yang tidak mengakui hadis Nabi Muhammad SAW sebagai sumber hukum Syariat Islam seperti yang ditulis antara lain oleh saudara Irham Sutarto (Karyawan PT Unilever Indonesia di Jakarta).
Menimbang :
1.Bahwa Hadis Nabi Muhammad SAW adalah salah satu sumber Syari’at Islam yang wajib dipegang oleh Umat Islam, berdasarkan : a. Ayat-ayat al-Qur’an antara lain :
1.      Surat al-Hasyr : 7
“apa yang diberikan Rasul kepadarnu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maku tinggalkanlah, dan bertaqwalah kepada Allah Sesungguhnya Allah sangat keras hukumannya “.
2.      Surat an-Nisa: 80
“Barang siapa yarg mentaati Rasul itu, sesungguhnva ia telah mentaati Allah. Dan barang siapa yang berpaling (dari mentaati itu), maka kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka “.
3.      Surat Al-Imran, ayat: 31-32
“Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutlah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah : Taatilah Allah dan Rasul-Nya, jika kamu berpaling, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.

4.      Surat An Nisa , ayat : 59
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nabi), dan Ulul amri diantara kami. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalilah ia kepada Allah (AI Qur’an dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. “
5.      Surat An Nisa, ayat : 65
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa diri mereka tidak keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. “
6.      Surat An Nisa’, ayat : 105
“Sesungguhnya kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusi., dengan apa yang Allah Wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penentang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang yang Khianat. “
7.      Surat An Nisa’, ayat : 150-151
“Sesungguhnya orang-orang kafir kepada Allah dan Rasulnya, dan bermaksud memperbedakan antara Allah dan Rasul-rasulnya, dengan mengatakan “Kami beriman kepada sebagian dari (Rasul-rasul itu), dan kami kafir terhadap sebagian (yang lain) serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (lain) diantara yang demikian (iman dan kafir). Merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir itu siksaan yang menghinakan.
8.      Surat An Nahi : 44
“Dan kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. “
 Hadis Rasul SAW Antara lain:
“Dikhawatirkan seseorang yang duduk menyampaikan satu hadis dariku lalu ia berkata antara kami dan antara kamu kitab Allah, maka tidaklah kami perdapat padanya dari batang halal yang kami halalkan dan tidak kami dapati padanya barang haram yang kami haramkan kecuali sesungguhnya apa yang diharamkan Rasulullah SAW seperti yang diharamkan Allah. “(RiwayatAlHakim).
“Ikutilah Sunatku dan sunat Khulafa’ur Rasyidin yang diberi petunjuk sesudahku dan pegang teguhlah padanya. “(Riwayat A1-Hakim dalami Mustadrak).
“Aku telah meninggalkan pada kamu dua hal. Kitab Allah dan sunnatku, tidak kamu sesat selama berpegang padanya. (Riwayat Tirmidzi)
“Hendaklah menyampaikan yang menyaksikan dari kamu kepada yang tak hadir. Ada kalanva orang yang tablighi lebih kuat rnemelihara (menghafal) dari pada yang mendengar: “(Riwayat Bukhari). c. Ijma’ para sahabat Rasulullah baik selama hayatnya maupun setelah wafatnya.
2.Adanya aliran tersebut ditengah-tengah masyarakat akan menodai murninya agama Islam dan menimbulkan keresahan dikalangan Ummat Islam, yang pada gilirannya akan mengganggu stabilitas/ketahanan nasional.
Mengingat :
Pendapat-pendapat para anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia.
MEMUTUSKAN
  1. Aliran yang tidak mempercayai hadis Nabi Muhammad SAW sebagai sumber hukum syari’at Islam, adalah sesat menyesatkan dan berada di luar agama Islam.
  2. Kepada rnereka yang secara sadar atau tidak, telah mengikuti aliran tersebut. agar segera bertaubat.
  3. Menyerukan kepada ummat Islam untuk tidak terpengaruh dengan aliran yang sesat itu.
  4. Mengharapkan kepada para Ulama untuk memberikan bimbingan dan petunjuk bagi mereka yang ingin bertaubat.
  5. Meminta dengan sangat kepada pemerintah agar mengambil tindakan tegas berupa larangan terhadap aliran yang tidak mempercayai Hadis Nabi Muhammad SAW sebagai sumber Syari’at Islam[20]
D. MENYOAL ARGUMEN INGKAR SUNNAH
Paham ingkar sunnah, melalui argument mereka menjadi persoalan bagi umat Islam tersendiri. Sebab, argument mereka dapat merusak ajaran Islam yangtelah mapan hingga saat ini. Terutama mengubah kedudukan hadis dalam Islam, Al-Quran dan hadis adalah dua sumber rujukan utama umat Islam. 
Merujuk pada Al Qur’an, terdapat beberapa kerancuan berkaitan dengan argumentasi paham ingkar sunnah, sebab, Al-Quran sendiri telah mengakui kedudukan sunnah. Kehadiran sunnah merupakan ketetapan dan arahan wahyu Allah. Kedudukan sunnah yang dinyatakan oleh Al-Quran: 
1.      Muhammad Saw tidak bertutur mengenai Islam berdasarkan hawa nafsu,
“Dan ia (Muhammad) tidak berkata (sesuatu yang berhubung dengan agama Islam) menurut hawa nafsunya dan pendapatnya sendiri. Segala yang dikatakan itu (sama saja Al-Quran atau Hadis) tidak lain melainkan wahyu yang diwahyukan kepadanya” (Q.S.53: 3-4) 
2.      Umat Islam diperintahkan menerima segala apa yang dibawa oleh Rasulullah Saw.
 “....Dan apa saja perintah yang dibawa oleh Rasulullah (s.a.w.) kepada kamu, maka terimalah serta amalkan dan apa saja  yang dilarangnya kamu melakukannya maka patuhilah larangannya ....... (Q.S.59:7)
3.      Al-Quran memerintahkan agar mentaati Rasulullah Saw sesudah mentaati Allah Swt.
 “Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kepada Rasulullah dan kepada Ulil Amri (orang-orang yang berkuasa) dari kalangan kamu. Kemudian jika kamu berbantah-bantah (berselisihan) dalam sesuatu perkara, maka hendaklah kamu mengembalikannya kepada (kitab) Allah, (Al-Quran) dan (Sunnah) RasuINya, jika kamu benar beriman kepada Allah dan hari akhirat. Yang demikian adalah  lebih baik (bagi kamu) dan lebih elok pula sesudahnya” (Q.S.4:59) 
4.      Al-Quran meletakkan Rasulullah Saw sebagai pemutus penghukum
“Dan tidaklah bagi orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan apabila Allah dan Rasul-Nya menetapkan keputusan mengenai sesuatu perkara (tidaklah mereka) mempunyai hak memilih ketetapan sendiri, mengenai urusan mereka. Dan siapa yang tidak taat kepada hukum Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya ia telah sesat dengan kesesatan yang jelas nyata” (Q.S.33: 36)     







BAB III
PENUTUP

Dari penjelasan di atas, bahwa sesungguhnya kedudukan hadis sangat penting dalam Islam. Dapat dikatakan bahwa tanpa hadis, al Qur’an hapir tidak mungkin, sebab keduanya saling melengkapi. Hadis merupakan penjelas bagi al Qur’an atas perintah-perintah yang tidak dijelaskan secara rinci dalam al Qur’an.
Adapun paham ingkar sunnah merupakan paham yang menyalahi agama Islam, sebab apapun yang dikatakan oleh nabi merupakan perkataan dari Allah SAW, Nabi tidak berbicara atas nawa nafsunya. Ingkar sunnah banyak menyalahi ayat-ayat al Qur’an dan sunnah sendiri. Sebab banyak ayat-ayat yang menyatakan agar umat Islam taat kepada Allah dan Rasul, apapun bawa oleh Rasul maka terimalah dan apapun yang dilarang oleh Rasul maka tinggalkanlah.         


















DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’an al Karim, (Jakarta, Departemen Agama RI, 2002)
Daniel W. Brown, Rethinking tradition in modern Islamic thought, (Cambridge University Press, 1996),
http://mui.or.id/mui_in/fatwa.php
Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta, Rajawali pers, 2002), hlm.89
Syhudi Ismail, Metodelogi Penelitian Hadis, (Jakarta, Bulan bintang, 1992),
Shalahuddin Maqbul Ahmad, Bahaya Mengingkari Sunnah, (Jakarta, Pustaka Azzam, 2002),
Zaenal Abidin Syamsudin, Ensiklopedi Penghujatan Terhadap Sunnah, (Jakarta, Imam Abu Hanifah, 2007),





[1] Penulis adalah mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
[2] Syhudi Ismail, Metodelogi Penelitian Hadis, (Jakarta, Bulan bintang, 1992), hlm.9
[3] Shahih; diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam sunannya (4604), at Tirmidzi (2663), Inbu Majah dalam sunannya (12), Imam al Bukhari dalam al Adabul Mufrad (1228), Ath Tabrani dalam al Mu’jabul Kabir (934), Asy Syafi’I dalam al Umm (7/15), Imam al Baihaqi dalam Sunanul Kubra (7/76), al Marwazi dalam as Sunnah (212, 354 dan 355), dan Ibnu Baththah dalam al Ibannul al Kubraa (62), serta Iman Ahmad dalam Musnadnya di shahihkan as Sa’ati dalam Fat-tur Rabbani ((11) 1/1910) serta di shahihkan Syaikh al Albani dalam shahih sunan Abi Dawud (4604), lihat, Zaenal Abidin Syamsudin, Ensiklopedi Penghujatan Terhadap Sunnah, (Jakarta, Imam Abu Hanifah, 2007), hlm.229    
[4] Daniel W. Brown, Rethinking tradition in modern Islamic thought, (Cambridge University Press 1996), hlm.8

[5] Lihat, Zaenal Abidin Syamsudin, Ensiklopedi Penghujatan Terhadap Sunnah, (Jakarta, Imam Abu Hanifah, 2007), hlm.234-237, Lihat juga, Shalahuddin Maqbul Ahmad, Bahaya Mengingkari Sunnah, (Jakarta, Pustaka Azzam, 2002), hlm.49-52   
[6] Lihat, Zaenal Abidin Syamsudin, Ensiklopedi Penghujatan Terhadap Sunnah, hlm.234

[7] Lihat, ibid, hlm235

[8] Lihat, ibid, hlm236

[9] Lihat, ibid, hlm237
[10] Lihat, ibid, hlm246

[11] Lihat, ibid, hlm248
[12] Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta, Rajawali pers, 2002),hlm.89
[13]Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu."
[14] “…Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa”.

[15] “Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya. Al Quran itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan”.

[16] Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.
Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat." Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.

[17] Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
[18] Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang.
(Ket: Yang dimaksud dengan bulan Haram disini ialah: masa 4 bulan yang diberi tangguh kepada kamu musyrikin itu, yaitu mulai tanggal 10 Zulhijjah (hari turunnya ayat ini) sampai dengan 10 Rabi'ul akhir)

[19] Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.
[20] http://mui.or.id/mui_in/fatwa.php

No comments:

Post a Comment

7 KERANCUAN DALAM BERPIKIR

Menurut Jalaluddin Rakhmat (200 5 ) ada 7 kerancuan dalam berpikir : Fallacy of dramatic instance (kecenderungan untuk melak...