Monday, 27 March 2017

‘KEPEMIMPINAN MENURUT ISLAM’ (Telaah Pemikiran K.H. Toto Tasmara) (CONTOH PROPOSAL SKRIPSI)








A. Penegasan judul

Skripsi ini berjudul, ‘KEPEMIMPINAN MENURUT ISLAM’ (Telaah Pemikiran K.H. Toto Tasmara) Untuk menghindari terjadinya salah pengertian maka perlu dijelaskan istilah-istilah yang ada di dalam judul tersebut, antara lain adalah:

1. Kepemimpinan Menurut Islam
Kepemimpinan secara etimologi (asal kata) menurut kamus umum bahasa Indonesia, berasal dari kata dasar “pimpin”. Dengan mendapat awalan me menjadi “memimpin” maka berarti menuntun, membimbing, menunjukkan jalan.[1] Dalam bukunya Sukses Menjadi Pemimpin Islami, Thariq Muhammad as Suwaidan dan Faishal Isma'il Basyarahil mengatakan bahwa pemimpin adalah seseorang yang menggerakkan orang-orang yang ada di bawah kepemimpinannya untuk menggapai tujuan tertentu…[2] H. Hadari Nawawi menyebutkan bahwa kepemimpinan merupakan proses, yang berisi rangkaian kegiatan yang saling pengaruh-mempengaruhi, berkesinambungan dan terarah pada suatu tujuan. Rangkaian kegiatan itu berwujud kemampuan mempengaruhi dan mengarahkan perasaan dan pikiran orang lain, agar bersedia melakukan sesuatu yang diinginkan pemimpin dan terarah pada tujuan yang telah disepakati bersama.[3]
Kata ‘Menurut’ dalam kamus baru bahasa Indonesia berarti mengikuti, tunduk, tidak melawan, atau meniru[4]. Sedangkan, ‘Islam’ adalah sebuah agama yang mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW. Yang dimaksud Kepemimpinan menurut Islam di sini adalah usaha menggerakkan manusia untuk mencapai satu tujuan tertentu, baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi, sesuai nilai dan syari’at Islam.       
2. Telaah Pemikiran
Makna ‘telaah’ adalah periksa, teliti, selidik.[5] Sedangkan kata ‘pemikiran’ mengandung pengertian: hasil kerja berfikir atau memikir.[6] Maksud penulis mengenai makna telaah pemikiran di sini adalah penulis berusaha meneliti atau menyelidiki konsep pemikiran atau hasil pikir K.H. Toto Tasmara yang berkaitan dengan Kepemimpinan Islam.   
Secara keseluruhan yang dimaksud penulis berkenaan dengan judul skripsi ini adalah penelitian yang berusaha mengkaji mengenai Konsep kepemimpinan Islam menurut pemikiran K.H. Toto Tasmara.

B. LATAR BELAKANG MASALAH
Islam adalah agama samawi yang diturunkan Allah SWT melalui Rasul-Nya yang terakhir Muhammad SAW. Islam diturunkan sebagai agama yang paripurna dan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia di dunia ini, karena ajaran-ajaran yang ada di dalamnya sangat sempurna dan mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan keduniaan salah satunya adalah kepemimpinan. 
Masalah kepemimpinan, adalah masalah yang saat ini sangat urgen untuk lebih diperhatikan. Kemerosotan kualitas kepemimpinan memang telah banyak terjadi di mana-mana. Bagaimana tidak, kekuasaan kepemimpinan saat ini telah disalah gunakan hanya untuk memenuhi kepentingan dan hasrat pribadi. Sehingga tujuan dan target kepemimpinan tidak tercapai secara maksimal.
Patutlah masalah kepemimpinan ini menjadi objek pemikiran kita bersama. Dalam arti bahwa, masalah kepemimpinan hendaknya cepat diperhatikan dan diperbaiki demi kemaslahatan bersama.
Di sini muncul problema, bagaimanakah cara memperbaiki krisis kepemimpinan saat ini? Haruskah ada alternative model kepemimpinan Islam atau kepemimpinan yang lain sebagai jalan untuk menyelesaikan permasalahan ini?
Kepemimpinan merupakan ilmu yang dapat diungkapkan, diutarakan dan dilaksanakan secara ilmiah. Oleh karena itu, kepemimpinan adalah kemampuan yang dapat dipelajari oleh setiap orang yang memerlukan. Namun, kepemimpinan juga merupakan seni yang rumit dan unik, bervariasi dan tidak sama antara pemimpin yang satu dengan pemimpin yang lain.
‘Kepemimpinan merupakan aktivitas manusia yang kompleks, unik dan variasi. Kondisi seperti ini berarti kepemimpinan merupakan masalah manusia yang bersifat situasional, sehingga tidak mudah dilaksanakan jika semata-mata mengandalkan teori dan pengalaman yang bersifat rutin. Kepemimpinan yang efektif tidak dapat lain dari pada realisasi perpaduan bakat dan pengalaman kepemimpinan dalam situasi yang berubah-ubah karena berlangsung melalui interaksi antar sesama manusia.’[7]

Pada dasarnya kepemimpinan mengacu pada proses untuk menggerakkan sekelompok orang menuju suatu tujuan yang telah ditetapkan/disepakati bersama dengan mendorong atau memotivasi mereka untuk bertindak dengan cara yang tidak memaksa.[8] Islam telah menyatakan bahwa pemimpin sejati dan ideal adalah Rasulullah Muhammad SAW, beliau adalah sosok yang patut untuk diikuti dan diteladani. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an sebagai berikut:
 

“Sesungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat  Allah”.[9]

Dari ayat di atas bahwa setiap Muslim (yang terlahir sebagai pemimpin) sudah semestinya meneladani kepemimpinan Rasulullah SAW. Sebab beliau adalah utusan Allah yang menerima wahyu (petunjuk) langsung dari Allah SWT, sehingga sudah barang tentu apa yang dilakukan beliau adalah berdasarkan petunjuk itu, dan beliau sudah barang tentu terlepas dari perbuatan dosa (maksum). 
Keberhasilan seorang pemimpin dalam mengarahkan semua orang yang ada di bawahnya sangat dipengaruhi oleh kualitas diri pemimpin tersebut. Winardi mengemukakan bahwa kepemimpinan merupakan suatu kemampuan yang melekat pada diri seseorang yang memimpin yang tergantung dari macam-macam faktor, baik faktor-faktor intern dan ekstern.[10]
Seorang pemimpin yang telah menyadari dan menjadikan Allah serta Rasul-Nya sebagai basis kepemimpinannya, mempunyai ciri khusus yang melekat pada dirinya, yaitu keteguhannya berada di jalan kebenaran dan kegigihannya untuk menyebarkan kebenaran yang diyakininya.
Di Indonesia banyak sekali pemikir dan praktisi kepemimpinan yang telah banyak menyumbangkan pemikirannya, salah satunya adalah K.H. Toto Tasmara. Dalam penelitian kali ini penulis tertarik untuk meneliti Pemikiran K.H. Toto Tasmara yang berkaitan dengan Kepemimpinan Islam karena permasalahan belum pernah diteliti sebelumnya.
 Adapun yang menarik perhatian penulis sehingga ingin meneliti pemikiran K.H. Toto Tasmara yang berkaitan dengan kepemimpian Islam adalah:
1.                           Setiap orang yang dilahirkan kedunia ini adalah pemimpin dan sudah sepantasnyalah bagi seorang pemimpin mengetahui tentang ilmu kepemimpinan.
2.                           Konsep kepemimpian yang beliau tawarkan, yaitu kepemimpinan berbasis spiritual atau transcendental intelligence, yang pada saat ini belum banyak diteliti oleh berbagai kalangan. 
3.                           Konsep kepemimpinan berbasis spiritual/transcendental intelligence ini telah beliau terapkan di beberapa perusahaan yang pernah beliau duduki, jadi konsep kepemimpian beliau ini bukan sekedar konsep dan teori belaka, namun telah ada bukti dan telah menghantarkan beliau pada puncak kesuksesan.   

C. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat penulis rumuskan pokok permasalahan yang dapat dipandang relevan untuk dikaji dan dibahas. Adapun rumusan masalah tersebut adalah: Bagaimana konsep kepemimpinan Islam menurut K.H. Toto Tasmara dalam bukunya yang berjudul, “Kepemimpinan Berbasis Spiritual”?

D. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui dan mendeskripsikan konsep kepemimpinan Islam menurut K.H. Toto Tasmara.

E. KEGUNAAN PENELITIAN

Adapun kegunaan penelitian ini adalah:
1.      Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan keilmuan, khususnya Manajemen dakwah yang berkaitan dengan Kepemimpinan Islam.
2.      Secara praktis, diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan informasi dalam rangka mengevaluasi, terhadap konsep kepemimpinan yang di jalani saat ini, maupun konsep kepemimpinan yang akan datang agar lebih efektif, dan mampu mempersiapkan calon-calon pemimpin yang berkualitas, berkompeten, berakhlak.      

F. TELAAH PUSTAKA
Telaah pustaka merupakan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan pada masa lalu yang berkaitan dengan tema penelitian penulis.  Maka sebagai telaah pustaka penulis mengunakan beberapa hasil penelitian yang lalu, namun arah penelitiaannya berbeda, diantaranya yaitu:
1.      Karya Nuruddin Tariq, mahasiswa Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta jurusan BPI, dengan berjudul, “Kepemimpinan Khalifah Umar RA dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Dakwah Islam.” Penelitian dalam skripsi ini menekankan pada analisis kepemimpinan khalifah Umar RA dan pengaruhnya terhadap perkembangan dakwah islam pada masa kepemimpinannya serta menyimpulkan ciri-ciri kepemimpinan khalifah Umar. Jadi, meskipun sama mengadakan penelitian tentang kepemimpinan, namun dalam penelitian skripsi ini berbeda dalam subjek atau tokoh yang diteliti, yaitu penelitian penulis lebih menekankan pada konsep kepemimpinan K.H. Toto Tasmara.
2.      Karya Maziyaturrahmah Maghfiroh, Mahasiswa Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Jurusan BPI, dengan judul, “Kaderisasi Kepemimpinan Di Pondok Pesantren Pabelan Mungkit Magelang”. Penelitian dalam skripsi ini menekankan pada pengkajian konsep kepemimpinan yang ada di pondok Pesantren Pabelan Mungkid Magelang, dan meneliti kegiatan kaderisasi kepemimpinan di pondok Pesantren tesebut serta menganalisis faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam kepemimpinan serta proses pengkaderannya. Dalam penelitian Maziyaturrahmah masih terkait dengan kepemimpinan, pada penelitian ini perbedaan dengan  penelitian penulis adalah penulis lebih menekankan pada konsep kepemimpinan yang digagas oleh K.H. Toto Tasmara sedang Maziyaturrahmah menekankan pada konsep kepemimpinan yang ada di pondok Pesantren Pabelan Mungkid Magelang, dan meneliti kegiatan kaderisasi kepemimpinan di pondok Pesantren tesebut.   

G. KERANGKA TEORITIK

1. Tinjauan Tentang Kepemimpinan
 a. Pengertian Kepemimpinan
Definisi kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya.[11]
Sebagaimana dikutib oleh Tobroni, Hersey dan Blancharcd dikemukakan bahwa, ‘kepemimpinan merupakan sebagai proses mempengaruhi aktivitas seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu.’[12]     
Jadi, kepemimpinan berkaitan dengan kemampuan seseorang yang mempunyai kedudukan lebih tinggi dalam mempengaruhi bawahan atau orang yang dipimpinnya untuk melakukan sesuatu yang positif demi tercapainya tujuan organisasi dengan mengunakan kelebihan dan cara tertentu.  
2. Teori-Teori Kepemimpinan
a. Teori Sifat
Teori sifat adalah teori yang berusaha mengidentifikasikan karakteristik khas baik yang berkaitan dengan sifat mental, kepribadian yang dapat mempengaruhi keberhasilan kepemimpinan. Vaithzal Rivai mengungkapkan tentang teori sifat dengan mengatakan bahwa:
‘Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa beberapa orang merupakan pemimpin alamiah dan dianugerahi beberapa ciri yang tidak dipunyai orang lain seperti energi yang tiada habis-habisnya, intuisi yang mendalam, pandangan masa depan yang luar biasa dan kekuatan persuasive yang tidak tertahankan. Teori kepemimpinan ini menyatakan bahwa keberhasilan manajerial disebabkan karena memiliki kemampuan-kemampuan luar biasa dari seorang pemimpin.’[13] 

Menurut G.R. Terry sebagaimana dikutip oleh Winardi[14] mengatakan bahwa, ada beberapa sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin di antaranya adalah:

1) Intelegensi
Yaitu tingkat intelegensi seorang individu yang memberikan petunjuk tentang kemungkinan-kemungkinan baginya untuk berhasil dalam kepemimpinannya.
2) Inisiatif
Hal ini terdiri dari dua bagian:
·         Kemampuan untuk bertindak sendiri dan mengatur tindakan-tindakan.
·         Kemampuan untuk ‘melihat’ arah tindakan yang tidak ‘terlihat’ oleh pihak lain. Sifat ini sangat diinginkan oleh setiap calon manajer.
3) Energi atau Rangsangan
Salah satu diantara ciri seorang pemimpin yang menonjol adalah bahwa ia lebih enerjik dalam usaha mencapai tujuan dibandingkan dengan seorang bukan pemimpin. 
4) Kedewasaan Emosional
Di dalam sifat ini mencakup: dapat diandalkan (dependability) persistensi (keteguhan, ketegaran, kegigihan (hati) dan objektifitas. Seorang pemimpin dapat diandalkan janji-janjinya mengenai apa yang akan dilaksanakannya. Ia bersedia bekerja lama dan menyebar luaskan sikap ‘enthusiasme’ (rasa semangat yang mengelora) diantara pengikutnya. Ia mengetahui apa yang ingin dicapainya hari ini. 
5) Persuasif
Tidak terdapat adanya kepemimpinan tanpa persetujuan pihak yang akan dipimpin. Untuk memperoleh persetujuan tersebut, seorang pemimpin biasanya harus mengunakan persuasi (meyakinkan, lunak, tanpa kekerasan).
6) Skill Komunikatif
Seorang pemimpin pandai berbicara dan dapat menulis dengan jelas serta tegas. Ia mempunyai kemampuan untuk mengemukakan secara singkat pendapat-pendapat orang lain dan mengambil inti-sari dari peryataan pihak lain. Seorang pemimpin mengunakan komunikasi dengan tepat untuk tujuan-tujuan persuasive, informative serta stimulatif.
7) Kepercayaan Pada Diri Sendiri
Hal tersebut dapat dinyatakan sebagai kepercayaan dalam skill kepemimpinannya. Seorang pemimpin adalah seorang yang cukup matang dan ia tidak dapat memiliki sifat-sifat anti-sosial. Ia berkeyakinan bahwa dapat menghadapi secara berhasil, kebanyakan situasi yang dihadapinya.
8) Perseptif
Sifat ini berhubungan dengan kemampuan untuk mendalami ciri-ciri dan kelakuan orang-orang lain, dan terutama pihak bawahannya. Hal tersebut juga mencakup kemampuan untuk memproyeksi diri sendiri secara mental dan emosional ke dalam posisi orang lain.
9) Kreativitas
Kapasitas untuk bersifat orisinal, untuk memikirkan cara-cara baru merintis jalan baru sama sekali, guna memecahkan sebuah problem merupakan sifat yang sangat didambakan pada seorang pemimpin.
10) Partisipasi Sosial
Seorang pemimpin ‘mengerti’ manusia dan ia mengetahui pula kekuatan serta kelemahan mereka. Ia menyesuaikan diri dengan berbagai kelompok dan ia memiliki kemampuan untuk berhadapan dengan orang-orang dari kalangan manapun juga dan ia pula berkemampuan untuk melakukan koversasi tentang macam-macam subjek (percakapan, dialog).
 b. Teori Prilaku Pribadi dan Situasi
Teori kepemimpinan tingkah laku ini mengacu pada tingkah laku tertentu yang membedakan antara pemimpin dan bukan pemimpin. Berdasarkan teori ini kepemimpinan itu dapat diajarkan, maka untuk melahirkan pemimpin yang efektif bisa dengan mendesain sebuah program khusus.[15] 
Teori ini juga mengakui bahwa pada dasarnya kepemimpinan merupakan produk dari terkaitnya tiga faktor yaitu, perangai (sifat-sifat) pribadi dari pemimpin, sifat dari kelompok dan anggota-anggotanya, kejadian-kejadian (atau masalah-masalah) yang dihadapi kelompok.
Teori ini dapat disebut juga sebagai teori hubungan kepribadian dan situasi dimana dikemukakan bahwa kepemimpinan seseorang ditentukan leh kepribadian dengan menyesuaikannya kepada situasi yang dihadapi.
Situasi yang dimaksud adalah terdiri dari tiga hal yaitu:
1)      Tugas, pekerjaan atau masalah yang dihadapi.
2)      Orang-orang yang dipimpin.
3)      Keadaan yang mempengaruhi tugas, pekerjaan dan orang-orang tadi.
c. Teori Kharismatik
Perkataan kharisma sendiri dapat berarti, keadaan atau bakat yang dihubungkan dengan kemampuan yang luar biasa dalam kepemimpinan seseorang untuk membangkitkan pemujaan dan rasa kagum dari masyarakat terhadap dirinya, atau atribut kepemimpinan didasarkan atas kualitas kepribadian individu. Menurut Hadari Nawawi Tipe kemimpinan Kharismatik adalah:
‘Tipe kepemimpinan kharismatik dapat diartikan kemampuan mengunakan keistimewaan atau kelebihan sifat kepribadian dalam mempengaruhi pikiran, perasaan dan tingkah laku orang lain, sehingga dalam suasana batin mengagumi dan mengagumkan pemimpin bersedia berbuat sesuatu yang dikehendaki pemimpin. Dengan kata lain pemimpin dan kepemimpinannya dipandang istimewa karena sifat-sifat kepribadian yang mengagumkan dan berwibawa. Dalam kepribadian itu pemimpin diterima dan dipercaya sebagai orang yang dihormati, disegani dan dipatuhi/ditaati secara rela dan iklas.’[16] 

3. Teori kepemimpinan dalam Islam
Secara khusus dalam Islam, istilah pemimpin atau kepemimpinan disebut dengan imam atau imamah atau sering juga disebut khalifah. Imamah menurut bahasa berarti pemimpin. Di dalam al-Qur’an tidak disebut kata imamah yang ada kata imam (pemimpin) dan a’imah (pemimpin). Imam dan khalifah mempunyai kesamaan arti sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Abu Zahroh beliau berkata, Imamah itu disebut juga khalifah, sebab orang yang menjadi khalifah adalah pengurus tertinggi bagi umat Islam yang menggantikan Nabi. Khalifah disebut juga imam sebab para khalifah adalah para pemimpin yang wajib ditaati.[17] 
Pada dasarnya seorang imam atau khalifah adalah pemimpin bagi umat Islam, dia adalah pengganti Nabi dan merupakan kepemimpinan tertinggi bagi umat Islam. Ia adalah seseorang yang diperintahkan oleh Allah untuk melanjutkan tuntunan Ilahi setelah masa nabi-nabi berakhir.[18]
Imamah merupakan kepemimpinan tertinggi dalam suatu komonitas. Sehingga kata ini bisa didevinisikan sebagai kepemimpinan tertinggi umat Islam setelah wafatnya Nabi sebagai pengemban otoritas komprehensif kenabian (wilayat ‘ammah) dan sebagai pemimpin temporal dan spiritual umat.[19] 
Saat Nabi wafat masyarakat Muslim Madinah terpecah menjadi tiga kelompok, (1) Bani Hasyim, termasuk Ali, diantara mereka yang menghendaki legitimasi kekhalifahan, (2) Muhajirin, yang dipimpin oleh Abu Bakr dan Umar, (3) Anshor, dibawah pimpinan Ubadah.[20]  
Dalam Sunni, proses pemilihan seorang khalifah harus dengan jalan musyawarah (disamping syarat lain seperti, (1) Keturunan Qurasy, (2) Adanya baiat, (3) bersifat adil) yang cukup dilakukan oleh wakil rakyat. Pemilihan secara musyawarah berdasar firman Allahوسا ورهم فى الامر .[21]
Demikian perintah Allah kepada Nabi  وامرهم شورى نينهم  dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, dimana nabi selalu bermusyawarah dalam masalah yang berkaitan dengan kepentingan kaum muslimin yang dalam masalah itu tidak ada wahyu yang mengaturnya. Jika prinsip pemerintahan Islam adalah musyawarah, maka dalam memilih seseorang khalifah tentu harus pula dilakukan musyawarah.[22]
Khawarij, mempunyai teori Imamah atau kekhalifahan yang sebenarnya sama dengan sunni (kecuali syarat keturunan quraisy, mereka sepekat dengan sunni). Hanya saja proses pemilihan itu tetap melalui perwakilan rakyat, akan tetapi harus dari hasil pemilihan bebas umat Islam tanpa diskriminasi.[23]  
Syi’ah, mempunyai teori Imamah atau kekhalifahan yang bertentangan dengan kedua kelompok di atas. Menurut syi’ah pemilihan seorang khalifah, atau lebih tepatnya imam, ditetapkan melalui nash atau wasiat, baik secara implicit maupun eksplisit, bukan melalui pemilihan. Karena imamah bukanlah perkara umum yang dialkukan dengan pemilihan umum. Bahkan itu merupakan masalah ushuliyah (mendasar) yang merupakan rukun agama yang tidak boleh dilalaikan oleh para Rasul dengan menyerahkan dan membiarkan urusan itu kepada masyarakat umum.
Imamah adalah posisi Ilahiyah bagi pemimpin spiritual dan temporal bagi kaum muslimin. Inilah kasih sayang Allah yang dilimpahkan atas hamba-hamba-Nya, yang menjadiakan imamah merupakan kelanjutan dari kenabian (nubuwwah). Imamah diangkat Allah melalui nabi. Ia mesti maksum dari dosa besar maupun kesalahan kecil. Pada setiap masa, harus ada imam yang maksum yang merupakan tanda kekuasaan Allah atas umat manusia. Kehadirannya menjadi penjaga kepentingan agama, ia harus mumpuni dalam semua ilmu agama. Pengangkatan imam melalui Allah adalah wujud dari kasih saying Allah atas hamba-hamba-Nya. Dan kemurahan mengutus nabi serta mengangkat imam adalah wajib bagi Allah. Imamiah berpendapat bahwa para imam yang maksum adalah orang-orang terbaik diantara manusia semasanya dalam pelbagai masa dan dalam segala bidang dalam hal pengetahuan dan kapasitas intelektual. Mereka mengetahui niat dan maksud hati manusia melalui ilham yang diberikan oleh Allah.[24] 
Persoalan imam merupakan persoalan yang sangat ushuliyah, maka ada beberapa butir kejelasan tentang imam, ulama besar syi’ah Thabathaba’I menjelaskan diantara butir tersebut:
1)      Imamah adalah hak prerogratif Allah
2)      Imam harus terhindar dari dosa dan khilaf karena pemeliharaan Ilahi
3)      Selama manusia ada di muka bumi, tidak mungkin tidak ada imam yang sejati
4)      Imam harus didukung oleh Allah Yang Maha Agung
5)      Perbuatan manusia tidak terlepas dari oleh penglihatan imam
6)      Imam harus mempunyai pengetahuan tentang semua yang dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupan sehari-harinya dan juga persiapan bagi kehiduapan nanti.
7)      Mustahil seseorang melampui imam dalam kualitas-kualitas sublimnya.[25] 
Setiap pemimpin mempunyai fungsi tersendiri dalam kepemimpinannya, begitupun dalam imamah, ia mempunyai fungsi yang sangat besar di dalam agama dan urusan dunia diantaranya adalah:
1)      Menjelaskan apa yang telah diwahyukan Allah melalui Al-Qur’an dan telah diajarkan oleh Nabi Saw, dan menafsirkan hukum Ilahi, syari’ah,
2)      Menjadi pembimbing spiritual untuk membawa manusia menuju pemahaman akan makna-makna batin dari segala hal, dan, karena adanya kualitas kedua ini,
3)      Menjadi pemimpin umat Muslim bila keadaan pada zamannya memungkinkannya untuk menjalankan hal itu.[26]
4. Fungsi Kepemimpinan
Fungsi sering diartikan dengan kegunaan sesuatu hal. Sedangkan, fungsi kepemimpinan sangat berhubungan dengan situasi sosial dalam kelompok atau organisasi dimana seorang pemimpin kelompok itu berada. Fungsi kepemimpinan merupakan gejala sosial, karena berlangsung dalam interaksi antar manusia sebagai makhluk sosial. Menurut Hadari Nawawi fungsi kepemimpinan memiliki dua dimensi interaksi sosial yang harus diperhatikan[27]:
a.        Dimensi kemampuan pemimpin mengarahkan (direction)
Dimensi ini merupakan aktivitas yang berisi tindakan-tindakan pemimpin dalam interaksi dengan anggota organisasinya, yang mengakibatkan semuanya berbuat sesuatu di bidangnya masing-masing yang tertuju pada tujuan organisasi. Dimensi ini tidak boleh dilihat dari segi aktivitas pemimpin, tetapi nampak dalam aktivitas anggota organisasinya. 
b.      Dimensi tingkat dukungan (support) dari anggota organisasinya.
Dimensi ini terbentuk keikut-sertaan (keterlibatan) anggota organisasi dalam kegiatan-kegiatan melaksanakan tugas-tugas pokoknya.
Hadari Nawawi menjelaskan lebih lanjut bahwa dari kedua dimensi tersebut, secara operasional dapat dibedakan enam fungsi pokok kepemimpinan. Keenam fungsi tersebut adalah:
1)      Fungsi Instruktif
Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah, namun harus komunikatif karena sekurang-kurangnya harus dimengerti oleh anggota organisasi yang menerima perintah. 
2)      Fungsi Konsultatif
Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah, karena berlangsung dalam bentuk interaksi antara pemimpin dan anggota organisasinya. Fungsi ini dapat diwujudkan pemimpin dalam menghimpun bahan sebagai masukan (input) apabila akan menetapkan berbagai keputusan penting dan bersifat strategis.
3)      Fungsi Partisipasi
Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Dalam menjalankan fungsi ini pemimpin harus berusaha mengaktifkan setiap anggota organisasinya, sehingga selalu terdorong untuk selalu berkomunikasi, baik secara horizontal, maupun vertical. Setiap anggota didorong agar aktif dalam melaksanakan tugas pokoknya, sesuai dengan posisi/jabatan dan wewenangnya masing-masing. Kondisi partisispasi anggota akan meningkatkan efesiensi penyelesaian masalah, penetapan keputusan dan penyelesaian tugas pokok yang terarah pada pencapain tujuan.
4)      Fungsi Delegasi
Fungsi delegasi adalah fungsi pemimpin dalam melimpahkan sebagian wewenangnya kepada staff pimpinan yang membantunya. Fungsi pendelegasian pada dasarnya berarti persetujuan atau pemberian izin pada anggota organisasi dalam posisi tertentu untuk menetapkan keputusan.
5)      Fungsi Pengendalian
Fungsi ini cenderung bersifat komunikasi satu arah, namun akan lebih efektif jika dilaksanakan melalui komunikasi dua arah. Fungsi ini dilaksanakan melalui kegiatan control atau pengawasan, bimbingan kerja, memberikan penjelasan dan contoh dalam kerja, latihan di lingkungan organisasi lain. Pengawasan yang bersifat pengendalian dilakukan pada saat kegiatan berlangsung, dengan maksud preventif yakni mencegah terjadinya penyimpangan atau kekeliruan dalam melaksanakan keputusan atau perintah pimpinan.  
6)      Fungsi Keteladanan
Para pemimpin merupakan tokoh utama di lingkungan masing-masing. Seorang pucuk pimpinan diantara para pemimpin yang membantunya dan orang-orang yang dipimpinya lainnya, merupakan tokoh sentral yang menjadi pusat perhatian. Seorang pemimpin harus mampu memberikan teladan yang baik bagi para bawahannya, dan menghiasi dirinya dengan sifat-sifat terpuji. Karena sikap dan prilaku pemimpin selalu dapat dirasakan dan diamati orang-orang yang dipimpinnya, dalam interaksi antar sesamanya setiap hari.[28]
5. Tipe Kepemimpinan
Secara teoritis ada banyak tipe kepemimpinan yang telah diungkapkan oleh para ahli, diantara tipe-tipe kepemimpinan itu adalah:
a.      Tipe Pengayom (Headmanship)
Tipe pengayom ini menunjukkan bahwa seorang pemimpin selalu bersedia melakukan segala sesuatu untuk kepentingan organisasinya. Ia menjadi tumpuhan harapan, karena mampu mengayomi anggota organisasinya. Pemimpin juga selalu berada paling depan dalam melindungi membela dan memperjuangkan kepentingan anggota, baik secara perseorangan maupun secara keseluruhan. Pemimpin sebagai orang selalu berpihak pada yang benar dan memberikan bermanfaat bagi orang-orang berada dibawahnya. Menurut Hadari Nawawi pemimpin dengan tipe ini adalah:
‘...sebagai orang yang beriman, dalam mengayomi, melindungi, membela, dan memperjuangkan kepentingan anggota organisasinya, selalu menyakini bahwa kemampuannya terbatas dan tidak sempurna. Sadar pula bahwa yang sempurna dalam mewujudkan usaha-usaha itu hanyalah Allah SWT. Oleh karena itulah usahanya selalu berpihak pada yang benar, sesuai dengan firman Allah SWT.’[29]

b.      Tipe Kepemimpinan Bebas (Laizzes Faire)
Tipe kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari tipe kepemimpinan otoriter. Pemimpin berkedudukan sebagai symbol. Kepemimpinan dijalankan dengan memberikan kebebasan penuh pada orang yang dipimpin dalam mengambil keputusan dan melakukan kegiatan menurut kehendak dan kepentingan masing-masing, baik secara perorangan maupun kelompok-kelompok kecil. Pemimpin hanya memfungsikan dirinya sebagai penasehat. 
c.        Tipe Kepemimpinan Demokratis 
Tipe kepemimpinan ini menempatkan manusia sebagai faktor utama dan terpenting dalam setiap organisasi. Pemimpin memandang dan menempatkan orang-orang yang dipimpinnya sebagai subjek yang memiliki kepribadian dengan berbagai aspeknya, seperti dirinya juga. Kemauan, kehendak, kemampuan, buah pikiran, pendapat, kreatifitas, inisiatif yang berbeda-beda dan dihargai disalurkan secara wajar. Tipe pemimpin ini selalu berusaha untuk memanfatkan setiap orang yang dipimpin.
Kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan yang aktif, dinamis, dan terarah. Kepemimpinan tipe ini dalam mengambil keputusan sangat mementingkan musyawarah, yang diwujudkan pada setiap jenjang dan di dalam unit masing-masing.
Hadari Nawawi mengatakan bahwa kepemimpinan demokratis selalu berpihak pada anggota, dengan berpegang teguh pada prinsip mewujudkan kebenaran dan keadilan untuk kepentinganbersama.[30] 
6. Pendekatan Kepemimpinan
Pendekatan dalam kepemimpinan merupakan cara untuk mempermudah dalam memahami kepemimpinan. Dalam pendekatan kepemimpinan, menurut Vaithzal Rivai, ada beberapa cara yang dapat digunakan, diantaranya adalah[31] :
a. Pendekatan Pada Sifat Kepemimpinan
Pendekatan sifat pada kepemimpinan artinya rupa dari keadaan pada suatu benda, tanda lahiriah, ciri khas yang ada pada suatu untuk membedakan dari yang lain.
Secara umum dapat dirumuskan bahwa ada beberapa sifat yang mempengaruhi terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, yaitu:
1)      Kecerdasan, pada umumnya pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipimpin.
2)      Kedewasaan, Pemimpin menjadi matang dan mempunyai emosi yang stabil serta perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas sosial.
3)      Motivasi Diri dan Dorongan Berprestasi, pemimpin cenderung mempunyai motivasi yang kuat untuk berprestasi.
4)      Sikap Hubungan Kemanusiaan, Pemimpin yang berhasil mau mengakui harga diri dan kehormatan bawahan.
Sifat ini merupakan sifat minimal yang harus ada dalam diri seorang pemimpin. Untuk menentukan pendekatan sifat ini.
b.      Pendekatan Pada Tingkah Laku Kepemimpinan
Pendekatan tingkah laku pada kepemimpinan artinya memperhatikan tingkah laku, perbuatan, kelakuan, perangai pada diri pemimpin. Melalui pendekatan tingkah laku kita dapat menentukan apa yang dilakukan oleh pemimpin yang efektif dan mencari jawaban serta menjelaskan apa yang menyebabkan pemimpin itu efektif, seperti: bagaimana pemimpin mendelegasikan tugas, bagaimana pemimpin berkomunikasi dengan dan mencoba memotivasi pengikut dan anak buahnya, bagaimana pemimpin melaksankan tugas, dan sebagainya.
Allah telah menegaskan bahwa dalam tingkah laku kepemimpinan, hendaknya setiap Muslim mencontoh tingkah laku/akhlak Rasulullah SAW, karena dalam diri Rasul tersebut terdapat teladan yang baik.

“Sesungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah”. [32]

c. Pendekatan kontingensi dalam kepemimpinan
Dalam pendekatan ini juga bisa disebut pendekatan situasional, pemimpin biasanya harus menyesuaikan gaya kepemimpinan mereka sebagai respon pada keinginan untuk berhasil dalam pekerjaannya, pengalaman kemampuan dan kemauan dari bawahan mereka yang terus berubah. Teori ini juga menekankan bahwa pemimpin yang cocok untuk menjadi pemimpin pada keadaan tertentu, belum tentu cocok untuk menjadi pemimpin pada keadaan yang lainnya.[33]
d. Pendekatan pada keterlibatan pemimpin secara dinamis.
Dalam organisasi terdapat dua pihak yang saling tergantung dan merupakan unsur utama dalam suatu organisasi, yaitu keberadaan pimpinan sebagai atasan dan bawahan sebagai pegawai. Kedua belah pihak saling membutuhkan dan tidak dapat dipisahkan keberadaannya. Untuk itulah perlu ada penilaian terhadap kinerja bawahan dan bawahan mempunyai penilaian terhadap atasan.
e.        Karakteristik Pribadi
Karakteristik artinya adalah ciri-ciri khusus, sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan lainnya. Gaya kepemimpinan yang disukai oleh karyawan sebagian akan ditentukan oleh karakteristik pribadi mereka. Individu yang merasa yakin tingkah laku mereka mempengaruhi lingkungan lebih menyukai gaya kepemimpinan partisipasif.  
7. Dasar Konseptual Kepemimpinan Menurut Islam
Agama Islam menawarkan juga konsep tentang kepemimpinan yang ideal. Menurut Veitzal Rivai (2003), untuk memahami dasar konseptual kepemimpinan perspektif Islam paling tidak harus digunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan normative, histories, dan teoritis.
a. Pendekatan Normatif
Dasar konseptual kepemimpian Islam secara normative bersumber pada Al-Qur’an dan hadis yang terbagi atas empat prinsip pokok.
1)      Prinsip Tanggung Jawab dalam organisasi
Di dalam Islam telah digariskan bahwa setiap diri adalah pemimpin (minimal untuk dirinya sendiri) dan untuk kepemimpinan itu ia dituntut untuk bertanggung jawab. Untuk memahami makna tanggung jawab adalah subtansi utama yang harus dipahami terlebih dahulu oleh seseorang calon pemimpin agar amanah yang diserahkan kepadanya tidak disia-siakan.
2)      Prinsip Etika Tauhid
Kepemimpinan Islam dikembangkan di atas prinsip-prinsip etika tauhid. Persyaratan utama seorang pemimpin yang telah digariskan oleh Allah Subhanawata’ala pada firman-Nya dalam surat Ali Imran (3) ayat 118:

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan teman orang-orang yang diluar kalanganmu (seagama) sebagai teman kepercayaanmu, (karena) mereka tidak henti-hentinya menyusahkan kamu. Mereka mengharapkan kehancuranmu. Sungguh, telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang tersembunyi di hati mereka lebih jahat. Sungguh, telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu mengerti.” [34]        
3)      Prinsip Keadilan
Untuk menjaga kepentingan, maka asas keadilan harus benar-benar dijaga agar tidak muncul stigma-stigma ketidakadilan seperti kelompok marjinal dan lain-lain. Firman Allah Subhanawata’ala dalam Al-Qura’an Surat shad (38) ayat 26:

(Allah berFirman), “Wahai Daud! Sesungguhnya engkau Kami jadikan kamu khalifah (penguasa) di  bumi, maka berilah keputusan (perkara) diantara manusia dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sungguh orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” [35] 

4)      Prinsip Kesederhanaan
Seorang pemimpin adalah orang yang zuhud, sederhana, dan memperhatikan hari akhirat yaitu orang yang tidak terlena dengan dunia, dan jika ia mempunyai kekayaan harta dunia yang lebih maka ia akan gunakan untuk kemaslahatan bersama guna menuju Allah SWT 
b. Pendekatan Historis
Al Qur’an begitu kaya dengan kisah-kisah umat masa lalu sebagai pelajaran dan bahan perenungan bagi umat yang akan datang. Dengan pendekatan historis ini diharapkan akan lahir pemimpin-pemimpin Islam yang memiliki sifat sidik, amanah, fathonah, dan lain-lain sebagainya syarat keberhasilan dalam memimpin.
Kisah-kisah dalam Al Qur’an, hadis, sirah nabawiyah, sirah shahabah telah memuat pesan-pesan moral yang tak ternilai harganya. Dan sejarah yang objektif akan bertutur dengan jujur tentang betapa rawannya hamba Allah yang bernama manusia ini untuk tergelincir ke dalam lautan dosa, tidak terkecuali seorang nabi sekalipun tetap bisa tergelincir karena khilaf.
c. Pendekatan Teoritis
Idiologi Islam adalah idiologi yang terbuka. Hal ini mengandung arti walaupun dasar-dasar konseptual yang ada di dalam bangungan idiologi Islam sendiri sudah sempurna, namun, Islam tidak menutup kesempatan mengkomunikasikan ide-ide dan pemikiran-pemikiran dari luar Islam selama pemikiran tersebut tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan Sunah Rasulullah Saw.
8. Kepemimpinan Berbasis Spiritual
Kepemimpinan berbasis spiritual merupakan teori kepemimpinan yang relative masih baru yang banyak diungkap oleh para tokoh cendekiawan atau ulama Islam maupun para tokoh intelektual barat belakngan ini. Di dalam Islam Kepemimpinan Berbasis Spiritual ini dibangun berdasarkan paradigma Qur’ani. Artinya, pemikiran ini mempunyai akar keilmuannya dari interpretasi dan pemaknaan dari intisari ‘tauhid’ (la ilaha illallah).
Thobroni mengatakan bahwa, ‘Kepemimpinan Berbasis Spiritual adalah kepemimpinan yang berbasis pada etika religius dan kepemimpinan dalam nama Tuhan, yaitu kepemimpinan yang diilhami oleh prilaku etis Tuhan dalam memimpin makhluk-makhluk-Nya.[36]
 Artinya, kepemimpinan ini merupakan kepemimpinan yang penuh dengan nilai etis/Akhlak Allah SWT (akhlaqullah) dan sifat-sifat-Nya. Maka, kepemimpinan berbasis spiritual merupakan kepemimpinan yang mengunakan seluruh kecerdasan atau puncak kecerdasan. Dalam kepemimpinan ini merupakan kepemimpinan yang sangat menjaga nilai-nilai etis dan menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual. 
Hendricks dan Ludemen, sebagaimana dikutip oleh Thobroni mengatakan bahwa,
‘Kepemimpinan Berbasis Spiritual adalah kepemimpinan yang mampu mengilhami, membangkitkan, mempengaruhi dan menggerakkan melalui keteladanan, pelayanan, kasih sayang dan implementasi nilai dan sifat-sifat ketuhanan lainnya dalam tujuan proses, budaya dan prilaku kepemimpinan.’[37]

Pada dasarnya Kepemimpinan Berbasis Spiritual adalah model kepemimpinan yang tidak banyak dipengaruhi oleh factor eksternal namun lebih banyak dipengaruhi oleh factor internal diri pemimpin yaitu spiritual.
Kepemimpinan berbasis spiritual ini bukan merupakan kepemimpinan yang tidak rasional atau irasional, tetapi kepemimpinan yang lebih banyak mengandalkan kecerdasan spiritual (ruhani, soul, ruh hati nurani) dalam kegiatan kepemimpinan. ‘Ini adalah bentuk kepemimpinan yang komprehensif yang menggabungkan berbagai pendekatan dan sekaligus kekuatan penggerak kepemimpinan seperti kekuatan intelektual, moral, emosinal, dan spiritual.’[38] 
Dengan mengambil berbagai sumber, Tobroni dengan mengambil berbagai sumber mengemukakan pokok-pokok karakteristik Kepemimpinan Berbasis Spiritual yang berbasis etika,[39] diantaranya adalah:

a.       Kejujuran sejati
Rahasia sukses para pemimpin besar dalam mengembangkan misinya adalah memegang teguh kejujuran. Orang yang jujur adalah orang yang memiliki integritas dan kepribadian yang utuh sehingga dapat mengeluarkan kemampuan terbaiknya dalam situasi apa pun.
b.      Adil (Fairness)
Pemimpin berbasis spiritual  mengembangkan misi sosial menegakkan keadilan dimuka bumi, baik adil terhadap diri sendiri, keluarga dan orang lain. Bagi pemimpin berbasis spiritual menegakkan keadilan bukan sekedar kewajiban moral religius dan tujuan akhir dari sebuah tatanan sosial yang adil, melainkan sekaligus dalam proses dan prosedurnya (strategi) keberhasilan kepemimpinannya.
c.       Semangat Amal Sholeh
Seorang pemimpin berbasis spiritual selalu memberikan kontribusi, dharma atau amal sholeh bagi lembaga dan orang-orang yang dipimpinnya. Kepemimpinan Berbasis Spiritual  adalah kepemimpinan yang berjiwa altruistic, yaitu kemauan membantu orang lain, mau mengorbankan kepentingan diri sendiri demi orang lain tanpa mengharapkan imbalan/atau ketulus-iklasan membantu orang lain, tanpa preferensi apa-apa.
d.      Membenci Formalitas dan Organized Religion
Bagi seorang pemimpin yang berbasis spiritual, formalitas tanpa isi bagaikan pepesan kosong. Organized Religion biasanya hanya mengedepankan dogma, peraturan, prilaku dan hubungan sosial yang terstruktur yang berpotensi memecah belah. Tindakan formalitas perlu dilakukan untuk memperkokoh makna dari subtansi tindakan itu.
e.       Sedikit Bicara Banyak Kerja dan Santai
Seorang pemimpin berbasis spiritual adalah pemimpin yang sedikit bicara banyak kerja. Dia paham betul dengan pepatah Arab yang mengatakan qawl hal afshah min lisan al maqal (keteladanan lebih menghujam dari pada perkataan), serta hadist: man kana yu’minu bi il-lah wa al yaw mil-akhir fal ya qul khayran auw liyasmut’ (Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia berkata baik atau diam). Dalam hadist lain ditambahkan, “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah meninggalkan apa-apa yang tiada berguna.” Dengan prinsip ini dia dapat bekerja secara efisien dan efektif.
f.       Membangkitkan Yang Terbaik bagi diri sendiri dan orang lain
Pemimpin berbasis spiritual berupaya menggali jati dirinya dengan sebaik-baiknya. Upaya menggali jati diri itu juga dilakukan terhadap orang lain terutama para kolegial, relasi dan orang-orang yang dipimpinnya. Jati diri itu meliputi potensi lahiriah seperti kecakapan dan profesionalitas, hobi, kondisi kesehatan, dan potensi batin seperti watak dan karakternya.
g.      Keterbukaan Menerima Perubahan
Pemimpin berbasis spiritual berbeda dengan pemimpin pada umumnya. Ia tidak elergi dengan perubahan dan juga bukan penikmat kemapanan. Pemimpin berbasis spiritual memilki rasa hormat bahkan rasa senang dengan perubahan yang menyentuh diri mereka yang paling dalam sekalipun. Ia sadar bahwa perubahan adalah hukum alam (sunnatullah). 
h.      Pemimpin Yang Dicintai
Cinta yang dimaksud adalah sikap menginginkan yang lebih untuk orang-orang lain dibandingkan untuk dirinya sendiri. Cinta kasih bagi pemimpin berbasis spiritual  bukanlah dalam pengertian yang sempit yang dapat mempengaruhi objektivitas dalam pengambilan keputusan dan memperdayakan kinerja lembaga, tetapi cinta kasih yang memberdayakan, cinta kasih yang tidak semata-mata bersifat perorangan, tetapi cinta.
i.        Visioner Tetapi Fokus Pada Persoalan Di Depan Mata
Pemimpin berbasis spiritual memiliki visi jauh kedepan dengan focus perhatian kekinian dan kedisinian. Ia jauh dengan para pengikutnya dalam hal visinya tetapi sangat dekat dalam memahami persoalan organisasi dan dalam hubungannya dengan pengikutnya.
j.        Doing The Right Thing
Kepemimpinan Berbasis Spiritual adalah kepemimpinan etis. Ia bukan sekedar mempengaruhi, mengerakkan, mencapai tujuan, tetapi cara mempengaruhi dan menggerakkan serta untuk mencapai tujuan-tujuan yang etis (benar). Keberadaan seorang pemimpin bukan sebagai alat bagi pemilik modal, melainkan mengemban visi dan misi kebenaran dan kemanusiaa: kasih, memenangkan jiwa, mencerahkan, melayani, memberi dan membersihkan hati.
k.      Disiplin Tetapi Fleksibel dan Tetap Cerdas dan Penuh Gairah
Kedisiplinan pemimpin berbasis spiritual  tidak didasarkan pada system kerja otoritarian yang menimbulkan kekakuan dan ketakutan, melainkan didasarkan pada komitmen dan kesadaran yaitu kesadaran spiritual yang oleh persy dianggap sebagai bentuk komitmen yang paling tinggi setelah komitmen politik, komitmen intelektual, dan komitmen emosional
l.    Kehendahan Hati
Seorang pemimpin berbasis spiritual menyadari sepenuhnya bahwa semua kedudukan, prestasi, sanjungan dan kehormatan itu bukan karena dia dan bukan untuk dia, melainkan karena dan untuk Dzat Yang Maha Terpuji Allah SWT.

H. METODE PENELITIAN

Kata “metode” berasal dari bahasa Yunani “methodos” yang berarti jalan atau cara. Dalam kaitanya dengan penelitian, maka penelitian adalah cara kerja yang berdasarkan disiplin ilmiah untuk mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasikan fakta-fakta.[40] Dalam penulisan skripsi ini penulis mengunakan metode penelitian kualitatif. Mc. Cracken sebagaimana dikutip oleh Bernnen Julia mengatakan bahwa penelitian kualitatif tidak meneliti suatu lahan kosong akan tetapi menggalinya.[41] Jadi dalam penelitian ini akan menggali bagaimana Konsep Kepemimpinan Islam menurut K.H. Toto Tasmara.
a.       Jenis Penelitian
Penelitian ini bila dilihat dari jenisnya adalah termasuk dalam katagori penelitian kepustakaan (library research)[42] yaitu suatu penelitian yang lebih menitik beratkan pada pembahasan yang bersifat literer.
b.      Sifat Penelitian
Penelitian ini bila dilihat dari sifatnya, termasuk bersifat deskriptif-analitik, yaitu dengan berusaha memaparkan data-data tentang suatu hal atau masalah dengan analisa dan interpretasi yang tepat.[43]
c.       Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini ada dua yaitu: sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer yang penulis gunakan adalah buku karya K.H. Toto Tasmara yang berjudul, Spiritual Centered Leadership: Kepemimpinan Berbasis Spiritual. Sedangkan data sekundernya adalah buku-buku karya beliau yang lain seperti, Membudayakan Etos Kerja Islami, Kecerdasan Ruhaniah, Menuju Muslim Kaffah: Menggali Potensi Diri, dan juga buku-buku beliau yang lain yang mendukung penelitian ini.
d.      Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini adalah konsep kepemimpinan Islam menurut K.H. Toto Tasmara dalam bukunya Spiritual Centered Leadership: Kepemimpinan berbasis Spiritual.
e.       Pendekatan penelitian
Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan tekstual.[44] Yaitu pendekatan dengan cara meneliti tulisan-tulisan yang berkaitan dan relevan dengan skripsi ini. 
1.      Metode Pengumpulan Data
Adapun metode yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah tehnik penelusuran naskah,[45] Yakni naskah yang berkaitan dan relevan dengan kajian skripsi ini. 
1.      Metode Analisis Data
Setelah data terkumpul baik dari sumber primer dan sekunder, maka langkah selanjutnya adalah menganalisa data dengan menggunakan metode analisis isi (content analisis).[46] Menurut Klaus Krippendorf, analisis isi adalah teknik penelitian yang dimanfaatkan untuk menarik kesimpulan yang replekatif dan shahih dari data atas konteksnya.[47] Menganalisis data merupakan proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan dengan cara data dikumpulkan dan diklasifikasikan.
Penelitian ini yang menjadi titik berat analisanya adalah pada elemen isi materi, yaitu pada bentuk kepemimpinan Islam menurut K.H. Toto Tasmara. Analisis isi disamakan dengan analisis wacana atau analisis teks media karena yang menjadi obyek penelitiannya adalah isi dari teks media, yaitu buku.

J. SISTEMATIKA PENULISAN
 Dalam skprisi ini terdiri dari beberapa bagian yang tersusun secara sistematis, bagian-bagian tersebut adalah:
Bagian Pertama        : Mendeskripsikan secara global tentang alasan pengangkatan judul, ruang lingkup yang hendak menjadi pembahasan, dan hal-hal yang hendak dicapai dalam penelitian ini.
Bagian Kedua          : Mengungkapkan biografi K.H. Toto Tasmara, dan hal-hal yang relevan dan berkaitan dengan beliau.
Bagian Ketiga          :   Mendeskripsikan pemikiran K.H. Toto Tasmara yang berkaitan dengan Kepemimpinan Islam.
Bagian Keempat   : Penutup dan saran-saran.                         



                  


[1]       J.S.Badudu dan Sultan Muhammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994), hlm.1062  
[2]       Thariq Muhammad as Suwaidan dan Faishal Ismail Basyarahil, Sukses Menjadi Pemimpin Islam, (Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2005), hlm. 43
[3]       Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, (Yogyakarta: UGM Press, 2001), hlm. 29
[4]       Yulius S, Kamus Baru Bahasa Indonesia, (Surabaya: Usaha Nasional, 1984), hlm 281 
[5]       J.S.Badudu dan Sultan Muhammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, hlm.1456
[6]       ibid, hlm.1060
[7]       Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, hlm.40-41
[8]       Veithzal Ravai, Kiat Memimpin dalam Abad Ke-21, (Jakarta, Rajagrafindo Persada, 2004), hlm.64
[9]       Al-Ahzab (33): 21
[10]     Winardi, Kepemimpinan Dalam Manajemen, (Jakarta: Reneka Cipta, 2000), hlm.47 
[11]     Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003), hlm.2
[12]     Tobroni, The Spiritual Leadership: Pengefektifan Organisasi Noble Industry Melalui Prinsip-Prinsip Spiritual Etis, (Malang, UMM, 2005), hlm.19
[13]     Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi,hlm.11
[14]     Winardi, Kepemimpinan Dalam Manajemen, hlm.66-68
[15]     Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi,hlm.10
[16]     Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, hlm.174-175
[17]     Ali Al-Salus, Imamah dan Khilafah, (Jakarta: GIP, 1997), hlm.15-16
[18]     Seyyed Hossen Nasr, Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam, (Bandung: Mizan, 2002), hlm.219-120
[19]     John L. Esposito, Ensiklopedi Oxpord Dunia Islam Modern, terj Eva Y.N. Etal, (Bandung: Mizan, 2001), hlm.293
[20]     Nourouzzaman Shiddiqi, Syi’ah dan Khawarij dalam Perspektif Sejarah, Cet.I (Yogyakarta, Bidang Penerbitan LPMM, 1985), hlm.9
[21]      Ali Al-Salus, Imamah dan Khilafah, hlm.22
[22]      Ibid, hlm.94
[23]     Ibid, hlm.32
[24]     Seyyed Hossen Nasr dan Oliver Leamen (edd), Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, (Bandung: Mizan, 2003), hlm.174
[25]     Ibid, hlm.175
[26]     Seyyed Hossen Nasr, Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam, hlm.221
[27]     Ibid hlm.142
[28]     ibid. hlm.143-150
[29]     Ibid, hlm.177-178
[30]     Ibid, hlm.171
[31]     Vaithzal Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi,hlm.116-131
[32]     Al-Ahzab (33): 21.
[33]     Thariq Muhammad as Suwaidan dan Faishal Umar Basyarahil, Sukses Menjadi Pemimpin Islami, hlm.125
[34]     Ali Imran (3): 118.
[35]     Sad (38): 26.

[36]     Tobroni, The Spiritual Leadership, (Malang, UMM, 2005), hlm.25
[37]     Ibid, hlm.6
[38]     Ibid. hlm.23
[39]     Ibid, hlm.28-36
[40]     Koenjoroningrat, Metode-Metode Penelitian Masyrakat, Cet. IV. (Jakarta, PT.Gramedia, 1981), hlm.16.
[41]     Julia, Barnnen, Memadu Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari Samarinda Kerjasa Dengan Pustaka Pelajar, 2004), hlm.13 
[42]     Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Tarsito, 1994), hlm.251-253
[43]     Ibid, hlm.139
[44]     J. Vredenbregt, Metode dan Tekhik Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1978), hlm.36
[45]     Zamakhsari Dhafir, Kumpulan Istilah Terpilih untuk PenelitianAgama dan Keagamaan, (Jakarta: Balitbang Agama Depag Ri, 1982), hlm.7
[46]     Cik Hasan Basri, Penuntun Susunan Rencana Penelitian dan Penulisan Skripsi Bidang Ilmu Agama Islam, (Jakarta: Logos, 1998), hlm.56
[47]     Klaus Krippendorf, Analisis Isi Pengantar Teori dan Metodelogi: Terj, Farid Wadjidi, (Jakarta: Rajawali, 1995), hlm. 1.

No comments:

Post a Comment

7 KERANCUAN DALAM BERPIKIR

Menurut Jalaluddin Rakhmat (200 5 ) ada 7 kerancuan dalam berpikir : Fallacy of dramatic instance (kecenderungan untuk melak...