A. Penegasan judul
Skripsi ini berjudul, ‘KEPEMIMPINAN MENURUT ISLAM’ (Telaah Pemikiran K.H. Toto Tasmara) Untuk menghindari terjadinya salah pengertian maka perlu dijelaskan istilah-istilah yang ada di dalam judul tersebut, antara lain adalah:
1. Kepemimpinan Menurut Islam
Kepemimpinan secara etimologi (asal
kata) menurut kamus umum bahasa Indonesia, berasal dari kata dasar “pimpin”.
Dengan mendapat awalan me menjadi “memimpin” maka berarti menuntun, membimbing,
menunjukkan jalan.[1]
Dalam bukunya Sukses Menjadi Pemimpin Islami, Thariq Muhammad as Suwaidan dan
Faishal Isma'il Basyarahil mengatakan bahwa pemimpin adalah seseorang yang
menggerakkan orang-orang yang ada di bawah kepemimpinannya untuk menggapai
tujuan tertentu…[2]
H. Hadari Nawawi menyebutkan bahwa kepemimpinan merupakan proses, yang berisi
rangkaian kegiatan yang saling pengaruh-mempengaruhi, berkesinambungan dan
terarah pada suatu tujuan. Rangkaian kegiatan itu berwujud kemampuan
mempengaruhi dan mengarahkan perasaan dan pikiran orang lain, agar bersedia
melakukan sesuatu yang diinginkan pemimpin dan terarah pada tujuan yang telah
disepakati bersama.[3]
Kata ‘Menurut’ dalam kamus baru
bahasa Indonesia berarti mengikuti, tunduk, tidak melawan, atau meniru[4].
Sedangkan, ‘Islam’ adalah sebuah agama yang mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW.
Yang dimaksud Kepemimpinan menurut Islam di sini adalah usaha menggerakkan
manusia untuk mencapai satu tujuan tertentu, baik yang bersifat duniawi maupun
ukhrawi, sesuai nilai dan syari’at Islam.
2. Telaah Pemikiran
Makna ‘telaah’ adalah periksa,
teliti, selidik.[5]
Sedangkan kata ‘pemikiran’ mengandung pengertian: hasil kerja berfikir atau
memikir.[6] Maksud
penulis mengenai makna telaah pemikiran di sini adalah penulis berusaha
meneliti atau menyelidiki konsep pemikiran atau hasil pikir K.H. Toto Tasmara
yang berkaitan dengan Kepemimpinan Islam.
Secara keseluruhan yang dimaksud
penulis berkenaan dengan judul skripsi ini adalah penelitian yang berusaha
mengkaji mengenai Konsep kepemimpinan Islam menurut pemikiran K.H. Toto
Tasmara.
B. LATAR BELAKANG MASALAH
Islam adalah agama samawi yang
diturunkan Allah SWT melalui Rasul-Nya yang terakhir Muhammad SAW. Islam
diturunkan sebagai agama yang paripurna dan sebagai rahmat bagi seluruh umat
manusia di dunia ini, karena ajaran-ajaran yang ada di dalamnya sangat sempurna
dan mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Permasalahan-permasalahan yang
berkaitan dengan keduniaan salah satunya adalah kepemimpinan.
Masalah kepemimpinan, adalah masalah
yang saat ini sangat urgen untuk lebih diperhatikan. Kemerosotan kualitas
kepemimpinan memang telah banyak terjadi di mana-mana. Bagaimana tidak,
kekuasaan kepemimpinan saat ini telah disalah gunakan hanya untuk memenuhi
kepentingan dan hasrat pribadi. Sehingga tujuan dan target kepemimpinan tidak
tercapai secara maksimal.
Patutlah masalah kepemimpinan ini
menjadi objek pemikiran kita bersama. Dalam arti bahwa, masalah kepemimpinan
hendaknya cepat diperhatikan dan diperbaiki demi kemaslahatan bersama.
Di sini muncul problema, bagaimanakah
cara memperbaiki krisis kepemimpinan saat ini? Haruskah ada alternative model
kepemimpinan Islam atau kepemimpinan yang lain sebagai jalan untuk
menyelesaikan permasalahan ini?
Kepemimpinan merupakan ilmu yang
dapat diungkapkan, diutarakan dan dilaksanakan secara ilmiah. Oleh karena itu,
kepemimpinan adalah kemampuan yang dapat dipelajari oleh setiap orang yang
memerlukan. Namun, kepemimpinan juga merupakan seni yang rumit dan unik,
bervariasi dan tidak sama antara pemimpin yang satu dengan pemimpin yang lain.
‘Kepemimpinan merupakan aktivitas manusia yang kompleks, unik dan
variasi. Kondisi seperti ini berarti kepemimpinan merupakan masalah manusia
yang bersifat situasional, sehingga tidak mudah dilaksanakan jika semata-mata
mengandalkan teori dan pengalaman yang bersifat rutin. Kepemimpinan yang
efektif tidak dapat lain dari pada realisasi perpaduan bakat dan pengalaman
kepemimpinan dalam situasi yang berubah-ubah karena berlangsung melalui
interaksi antar sesama manusia.’[7]
Pada dasarnya kepemimpinan mengacu
pada proses untuk menggerakkan sekelompok orang menuju suatu tujuan yang telah
ditetapkan/disepakati bersama dengan mendorong atau memotivasi mereka untuk
bertindak dengan cara yang tidak memaksa.[8] Islam
telah menyatakan bahwa pemimpin sejati dan ideal adalah Rasulullah Muhammad
SAW, beliau adalah sosok yang patut untuk diikuti dan diteladani. Sebagaimana
firman Allah SWT dalam Al-Qur’an sebagai berikut:
“Sesungguh,
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang
banyak mengingat Allah”.[9]
Dari ayat di atas bahwa setiap Muslim
(yang terlahir sebagai pemimpin) sudah semestinya meneladani kepemimpinan
Rasulullah SAW. Sebab beliau adalah utusan Allah yang menerima wahyu (petunjuk)
langsung dari Allah SWT, sehingga sudah barang tentu apa yang dilakukan beliau
adalah berdasarkan petunjuk itu, dan beliau sudah barang tentu terlepas dari
perbuatan dosa (maksum).
Keberhasilan seorang pemimpin dalam
mengarahkan semua orang yang ada di bawahnya sangat dipengaruhi oleh kualitas
diri pemimpin tersebut. Winardi mengemukakan bahwa kepemimpinan merupakan suatu
kemampuan yang melekat pada diri seseorang yang memimpin yang tergantung dari
macam-macam faktor, baik faktor-faktor intern dan ekstern.[10]
Seorang pemimpin yang telah menyadari
dan menjadikan Allah serta Rasul-Nya sebagai basis kepemimpinannya, mempunyai
ciri khusus yang melekat pada dirinya, yaitu keteguhannya berada di jalan
kebenaran dan kegigihannya untuk menyebarkan kebenaran yang diyakininya.
Di Indonesia banyak sekali pemikir dan praktisi kepemimpinan yang
telah banyak menyumbangkan pemikirannya, salah satunya adalah K.H. Toto
Tasmara. Dalam penelitian kali ini penulis tertarik untuk meneliti Pemikiran
K.H. Toto Tasmara yang berkaitan dengan Kepemimpinan Islam karena permasalahan
belum pernah diteliti sebelumnya.
Adapun yang menarik perhatian
penulis sehingga ingin meneliti pemikiran K.H. Toto Tasmara yang berkaitan
dengan kepemimpian Islam adalah:
1.
Setiap orang yang dilahirkan
kedunia ini adalah pemimpin dan sudah sepantasnyalah bagi seorang pemimpin
mengetahui tentang ilmu kepemimpinan.
2.
Konsep kepemimpian yang beliau
tawarkan, yaitu kepemimpinan berbasis spiritual atau transcendental
intelligence, yang pada saat ini belum banyak diteliti oleh berbagai
kalangan.
3.
Konsep kepemimpinan berbasis
spiritual/transcendental intelligence ini telah beliau terapkan di beberapa
perusahaan yang pernah beliau duduki, jadi konsep kepemimpian beliau ini bukan
sekedar konsep dan teori belaka, namun telah ada bukti dan telah menghantarkan
beliau pada puncak kesuksesan.
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat penulis
rumuskan pokok permasalahan yang dapat dipandang relevan untuk dikaji dan
dibahas. Adapun rumusan masalah tersebut adalah: Bagaimana konsep kepemimpinan
Islam menurut K.H. Toto Tasmara dalam bukunya yang berjudul, “Kepemimpinan
Berbasis Spiritual”?
D. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui dan mendeskripsikan konsep kepemimpinan
Islam menurut K.H. Toto Tasmara.
E. KEGUNAAN PENELITIAN
Adapun kegunaan penelitian ini adalah:
1.
Secara teoritis, hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan
keilmuan, khususnya Manajemen dakwah yang berkaitan dengan Kepemimpinan Islam.
2.
Secara praktis, diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai tambahan informasi dalam rangka mengevaluasi, terhadap konsep
kepemimpinan yang di jalani saat ini, maupun konsep kepemimpinan yang akan
datang agar lebih efektif, dan mampu mempersiapkan
calon-calon pemimpin yang berkualitas, berkompeten, berakhlak.
F. TELAAH PUSTAKA
Telaah pustaka merupakan
penelitian-penelitian yang pernah dilakukan pada masa lalu yang berkaitan
dengan tema penelitian penulis. Maka
sebagai telaah pustaka penulis mengunakan beberapa hasil penelitian yang lalu,
namun arah penelitiaannya berbeda, diantaranya yaitu:
1. Karya Nuruddin Tariq, mahasiswa
Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta jurusan BPI, dengan berjudul,
“Kepemimpinan Khalifah Umar RA dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Dakwah
Islam.” Penelitian dalam skripsi ini menekankan pada analisis kepemimpinan
khalifah Umar RA dan pengaruhnya terhadap perkembangan dakwah islam pada masa
kepemimpinannya serta menyimpulkan ciri-ciri kepemimpinan khalifah Umar. Jadi,
meskipun sama mengadakan penelitian tentang kepemimpinan, namun dalam
penelitian skripsi ini berbeda dalam subjek atau tokoh yang diteliti, yaitu
penelitian penulis lebih menekankan pada konsep kepemimpinan K.H. Toto Tasmara.
2. Karya Maziyaturrahmah Maghfiroh,
Mahasiswa Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Jurusan BPI, dengan judul,
“Kaderisasi Kepemimpinan Di Pondok Pesantren Pabelan Mungkit Magelang”. Penelitian
dalam skripsi ini menekankan pada pengkajian konsep kepemimpinan yang ada di
pondok Pesantren Pabelan Mungkid Magelang, dan meneliti kegiatan kaderisasi
kepemimpinan di pondok Pesantren tesebut serta menganalisis faktor-faktor
pendukung dan penghambat dalam kepemimpinan serta proses pengkaderannya. Dalam
penelitian Maziyaturrahmah masih terkait dengan kepemimpinan, pada penelitian
ini perbedaan dengan penelitian penulis
adalah penulis lebih menekankan pada konsep kepemimpinan yang digagas oleh K.H.
Toto Tasmara sedang Maziyaturrahmah menekankan pada konsep kepemimpinan yang
ada di pondok Pesantren Pabelan Mungkid Magelang, dan meneliti kegiatan
kaderisasi kepemimpinan di pondok Pesantren tesebut.
G. KERANGKA TEORITIK
1. Tinjauan Tentang Kepemimpinan
a. Pengertian
Kepemimpinan
Definisi kepemimpinan meliputi proses
mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut
untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya.[11]
Sebagaimana dikutib oleh Tobroni,
Hersey dan Blancharcd dikemukakan bahwa, ‘kepemimpinan merupakan sebagai proses
mempengaruhi aktivitas seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan
dalam situasi tertentu.’[12]
Jadi, kepemimpinan berkaitan dengan
kemampuan seseorang yang mempunyai kedudukan lebih tinggi dalam mempengaruhi
bawahan atau orang yang dipimpinnya untuk melakukan sesuatu yang positif demi
tercapainya tujuan organisasi dengan mengunakan kelebihan dan cara
tertentu.
2. Teori-Teori Kepemimpinan
a. Teori Sifat
Teori sifat adalah teori yang
berusaha mengidentifikasikan karakteristik khas baik yang berkaitan dengan
sifat mental, kepribadian yang dapat mempengaruhi keberhasilan kepemimpinan.
Vaithzal Rivai mengungkapkan tentang teori sifat dengan mengatakan bahwa:
‘Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa beberapa orang
merupakan pemimpin alamiah dan dianugerahi beberapa ciri yang tidak dipunyai
orang lain seperti energi yang tiada habis-habisnya, intuisi yang mendalam,
pandangan masa depan yang luar biasa dan kekuatan persuasive yang tidak
tertahankan. Teori kepemimpinan ini menyatakan bahwa keberhasilan manajerial
disebabkan karena memiliki kemampuan-kemampuan luar biasa dari seorang
pemimpin.’[13]
Menurut G.R. Terry sebagaimana
dikutip oleh Winardi[14]
mengatakan bahwa, ada beberapa sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin
di antaranya adalah:
1) Intelegensi
Yaitu tingkat intelegensi seorang
individu yang memberikan petunjuk tentang kemungkinan-kemungkinan baginya untuk
berhasil dalam kepemimpinannya.
2) Inisiatif
Hal ini terdiri dari dua bagian:
·
Kemampuan untuk bertindak
sendiri dan mengatur tindakan-tindakan.
·
Kemampuan untuk ‘melihat’ arah
tindakan yang tidak ‘terlihat’ oleh pihak lain. Sifat ini sangat diinginkan
oleh setiap calon manajer.
3) Energi atau Rangsangan
Salah satu diantara ciri seorang
pemimpin yang menonjol adalah bahwa ia lebih enerjik dalam usaha mencapai
tujuan dibandingkan dengan seorang bukan pemimpin.
4) Kedewasaan Emosional
Di dalam sifat ini mencakup: dapat
diandalkan (dependability) persistensi (keteguhan, ketegaran, kegigihan (hati)
dan objektifitas. Seorang pemimpin dapat diandalkan janji-janjinya mengenai apa
yang akan dilaksanakannya. Ia bersedia bekerja lama dan menyebar luaskan sikap
‘enthusiasme’ (rasa semangat yang mengelora) diantara pengikutnya. Ia
mengetahui apa yang ingin dicapainya hari ini.
5) Persuasif
Tidak terdapat adanya kepemimpinan
tanpa persetujuan pihak yang akan dipimpin. Untuk memperoleh persetujuan
tersebut, seorang pemimpin biasanya harus mengunakan persuasi (meyakinkan,
lunak, tanpa kekerasan).
6) Skill Komunikatif
Seorang pemimpin pandai berbicara dan
dapat menulis dengan jelas serta tegas. Ia mempunyai kemampuan untuk
mengemukakan secara singkat pendapat-pendapat orang lain dan mengambil
inti-sari dari peryataan pihak lain. Seorang pemimpin mengunakan komunikasi
dengan tepat untuk tujuan-tujuan persuasive, informative serta stimulatif.
7) Kepercayaan Pada Diri Sendiri
Hal tersebut dapat dinyatakan sebagai
kepercayaan dalam skill kepemimpinannya. Seorang pemimpin adalah seorang yang
cukup matang dan ia tidak dapat memiliki sifat-sifat anti-sosial. Ia
berkeyakinan bahwa dapat menghadapi secara berhasil, kebanyakan situasi yang
dihadapinya.
8) Perseptif
Sifat ini berhubungan dengan
kemampuan untuk mendalami ciri-ciri dan kelakuan orang-orang lain, dan terutama
pihak bawahannya. Hal tersebut juga mencakup kemampuan untuk memproyeksi diri
sendiri secara mental dan emosional ke dalam posisi orang lain.
9) Kreativitas
Kapasitas untuk bersifat orisinal,
untuk memikirkan cara-cara baru merintis jalan baru sama sekali, guna memecahkan
sebuah problem merupakan sifat yang sangat didambakan pada seorang pemimpin.
10) Partisipasi Sosial
Seorang pemimpin ‘mengerti’ manusia
dan ia mengetahui pula kekuatan serta kelemahan mereka. Ia menyesuaikan diri
dengan berbagai kelompok dan ia memiliki kemampuan untuk berhadapan dengan
orang-orang dari kalangan manapun juga dan ia pula berkemampuan untuk melakukan
koversasi tentang macam-macam subjek (percakapan, dialog).
b. Teori
Prilaku Pribadi dan Situasi
Teori kepemimpinan tingkah laku ini
mengacu pada tingkah laku tertentu yang membedakan antara pemimpin dan bukan
pemimpin. Berdasarkan teori ini kepemimpinan itu dapat diajarkan, maka untuk
melahirkan pemimpin yang efektif bisa dengan mendesain sebuah program khusus.[15]
Teori ini juga mengakui bahwa pada
dasarnya kepemimpinan merupakan produk dari terkaitnya tiga faktor yaitu,
perangai (sifat-sifat) pribadi dari pemimpin, sifat dari kelompok dan
anggota-anggotanya, kejadian-kejadian (atau masalah-masalah) yang dihadapi
kelompok.
Teori ini dapat disebut juga sebagai
teori hubungan kepribadian dan situasi dimana dikemukakan bahwa kepemimpinan
seseorang ditentukan leh kepribadian dengan menyesuaikannya kepada situasi yang
dihadapi.
Situasi yang dimaksud adalah terdiri
dari tiga hal yaitu:
1)
Tugas, pekerjaan atau masalah
yang dihadapi.
2)
Orang-orang yang dipimpin.
3)
Keadaan yang mempengaruhi
tugas, pekerjaan dan orang-orang tadi.
c. Teori Kharismatik
Perkataan kharisma sendiri dapat
berarti, keadaan atau bakat yang dihubungkan dengan kemampuan yang luar biasa
dalam kepemimpinan seseorang untuk membangkitkan pemujaan dan rasa kagum dari
masyarakat terhadap dirinya, atau atribut kepemimpinan didasarkan atas kualitas
kepribadian individu. Menurut Hadari Nawawi Tipe kemimpinan Kharismatik adalah:
‘Tipe kepemimpinan kharismatik dapat diartikan
kemampuan mengunakan keistimewaan atau kelebihan sifat kepribadian dalam
mempengaruhi pikiran, perasaan dan tingkah laku orang lain, sehingga dalam
suasana batin mengagumi dan mengagumkan pemimpin bersedia berbuat sesuatu yang
dikehendaki pemimpin. Dengan kata lain pemimpin dan kepemimpinannya dipandang
istimewa karena sifat-sifat kepribadian yang mengagumkan dan berwibawa. Dalam
kepribadian itu pemimpin diterima dan dipercaya sebagai orang yang dihormati,
disegani dan dipatuhi/ditaati secara rela dan iklas.’[16]
3. Teori kepemimpinan dalam Islam
Secara khusus dalam Islam, istilah
pemimpin atau kepemimpinan disebut dengan imam atau imamah atau sering juga
disebut khalifah. Imamah menurut bahasa berarti pemimpin. Di dalam al-Qur’an
tidak disebut kata imamah yang ada kata imam (pemimpin) dan a’imah (pemimpin).
Imam dan khalifah mempunyai kesamaan arti sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Abu
Zahroh beliau berkata, Imamah itu disebut juga khalifah, sebab orang yang
menjadi khalifah adalah pengurus tertinggi bagi umat Islam yang menggantikan
Nabi. Khalifah disebut juga imam sebab para khalifah adalah para pemimpin yang
wajib ditaati.[17]
Pada dasarnya seorang imam atau
khalifah adalah pemimpin bagi umat Islam, dia adalah pengganti Nabi dan
merupakan kepemimpinan tertinggi bagi umat Islam. Ia adalah seseorang yang
diperintahkan oleh Allah untuk melanjutkan tuntunan Ilahi setelah masa
nabi-nabi berakhir.[18]
Imamah merupakan kepemimpinan
tertinggi dalam suatu komonitas. Sehingga kata ini bisa didevinisikan sebagai
kepemimpinan tertinggi umat Islam setelah wafatnya Nabi sebagai pengemban
otoritas komprehensif kenabian (wilayat ‘ammah) dan sebagai pemimpin temporal
dan spiritual umat.[19]
Saat Nabi wafat masyarakat Muslim
Madinah terpecah menjadi tiga kelompok, (1) Bani Hasyim, termasuk Ali, diantara
mereka yang menghendaki legitimasi kekhalifahan, (2) Muhajirin, yang dipimpin
oleh Abu Bakr dan Umar, (3) Anshor, dibawah pimpinan Ubadah.[20]
Dalam Sunni, proses pemilihan
seorang khalifah harus dengan jalan musyawarah (disamping syarat lain seperti,
(1) Keturunan Qurasy, (2) Adanya baiat, (3) bersifat adil) yang cukup dilakukan
oleh wakil rakyat. Pemilihan secara musyawarah berdasar firman Allahوسا ورهم فى الامر .[21]
Demikian perintah Allah kepada
Nabi وامرهم شورى نينهم dan bermusyawarahlah
dengan mereka dalam urusan itu, dimana nabi selalu bermusyawarah dalam masalah
yang berkaitan dengan kepentingan kaum muslimin yang dalam masalah itu tidak
ada wahyu yang mengaturnya. Jika prinsip pemerintahan Islam adalah musyawarah, maka
dalam memilih seseorang khalifah tentu harus pula dilakukan musyawarah.[22]
Khawarij, mempunyai teori Imamah
atau kekhalifahan yang sebenarnya sama dengan sunni (kecuali syarat keturunan
quraisy, mereka sepekat dengan sunni). Hanya saja proses pemilihan itu tetap
melalui perwakilan rakyat, akan tetapi harus dari hasil pemilihan bebas umat
Islam tanpa diskriminasi.[23]
Syi’ah, mempunyai teori Imamah atau
kekhalifahan yang bertentangan dengan kedua kelompok di atas. Menurut syi’ah
pemilihan seorang khalifah, atau lebih tepatnya imam, ditetapkan melalui nash
atau wasiat, baik secara implicit maupun eksplisit, bukan melalui pemilihan.
Karena imamah bukanlah perkara umum yang dialkukan dengan pemilihan umum.
Bahkan itu merupakan masalah ushuliyah (mendasar) yang merupakan rukun agama
yang tidak boleh dilalaikan oleh para Rasul dengan menyerahkan dan membiarkan
urusan itu kepada masyarakat umum.
Imamah adalah posisi Ilahiyah bagi
pemimpin spiritual dan temporal bagi kaum muslimin. Inilah kasih sayang Allah
yang dilimpahkan atas hamba-hamba-Nya, yang menjadiakan imamah merupakan
kelanjutan dari kenabian (nubuwwah). Imamah diangkat Allah melalui nabi. Ia
mesti maksum dari dosa besar maupun kesalahan kecil. Pada setiap masa, harus ada
imam yang maksum yang merupakan tanda kekuasaan Allah atas umat manusia.
Kehadirannya menjadi penjaga kepentingan agama, ia harus mumpuni dalam semua
ilmu agama. Pengangkatan imam melalui Allah adalah wujud dari kasih saying
Allah atas hamba-hamba-Nya. Dan kemurahan mengutus nabi serta mengangkat imam
adalah wajib bagi Allah. Imamiah berpendapat bahwa para imam yang maksum adalah
orang-orang terbaik diantara manusia semasanya dalam pelbagai masa dan dalam
segala bidang dalam hal pengetahuan dan kapasitas intelektual. Mereka
mengetahui niat dan maksud hati manusia melalui ilham yang diberikan oleh
Allah.[24]
Persoalan imam merupakan persoalan
yang sangat ushuliyah, maka ada beberapa butir kejelasan tentang imam, ulama
besar syi’ah Thabathaba’I menjelaskan diantara butir tersebut:
1)
Imamah adalah hak prerogratif
Allah
2)
Imam harus terhindar dari dosa
dan khilaf karena pemeliharaan Ilahi
3)
Selama manusia ada di muka
bumi, tidak mungkin tidak ada imam yang sejati
4)
Imam harus didukung oleh Allah
Yang Maha Agung
5)
Perbuatan manusia tidak
terlepas dari oleh penglihatan imam
6)
Imam harus mempunyai
pengetahuan tentang semua yang dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupan
sehari-harinya dan juga persiapan bagi kehiduapan nanti.
7)
Mustahil seseorang melampui
imam dalam kualitas-kualitas sublimnya.[25]
Setiap pemimpin mempunyai fungsi
tersendiri dalam kepemimpinannya, begitupun dalam imamah, ia mempunyai fungsi
yang sangat besar di dalam agama dan urusan dunia diantaranya adalah:
1)
Menjelaskan apa yang telah
diwahyukan Allah melalui Al-Qur’an dan telah diajarkan oleh Nabi Saw, dan
menafsirkan hukum Ilahi, syari’ah,
2)
Menjadi pembimbing spiritual
untuk membawa manusia menuju pemahaman akan makna-makna batin dari segala hal,
dan, karena adanya kualitas kedua ini,
3)
Menjadi pemimpin umat
Muslim bila keadaan pada zamannya memungkinkannya untuk menjalankan hal itu.[26]
4. Fungsi Kepemimpinan
Fungsi sering diartikan dengan
kegunaan sesuatu hal. Sedangkan, fungsi kepemimpinan sangat berhubungan dengan
situasi sosial dalam kelompok atau organisasi dimana seorang pemimpin kelompok
itu berada. Fungsi kepemimpinan merupakan gejala sosial, karena berlangsung
dalam interaksi antar manusia sebagai makhluk sosial. Menurut Hadari Nawawi
fungsi kepemimpinan memiliki dua dimensi interaksi sosial yang harus
diperhatikan[27]:
a.
Dimensi kemampuan pemimpin mengarahkan (direction)
Dimensi ini merupakan aktivitas yang
berisi tindakan-tindakan pemimpin dalam interaksi dengan anggota organisasinya,
yang mengakibatkan semuanya berbuat sesuatu di bidangnya masing-masing yang
tertuju pada tujuan organisasi. Dimensi ini tidak boleh dilihat dari segi
aktivitas pemimpin, tetapi nampak dalam aktivitas anggota organisasinya.
b.
Dimensi tingkat dukungan (support)
dari anggota organisasinya.
Dimensi ini terbentuk keikut-sertaan
(keterlibatan) anggota organisasi dalam kegiatan-kegiatan melaksanakan
tugas-tugas pokoknya.
Hadari Nawawi menjelaskan lebih lanjut bahwa dari kedua
dimensi tersebut, secara operasional dapat dibedakan enam fungsi pokok
kepemimpinan. Keenam fungsi tersebut adalah:
1)
Fungsi Instruktif
Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah, namun harus
komunikatif karena sekurang-kurangnya harus dimengerti oleh anggota organisasi
yang menerima perintah.
2)
Fungsi Konsultatif
Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah, karena
berlangsung dalam bentuk interaksi antara pemimpin dan anggota organisasinya.
Fungsi ini dapat diwujudkan pemimpin dalam menghimpun bahan sebagai masukan (input)
apabila akan menetapkan berbagai keputusan penting dan bersifat strategis.
3)
Fungsi Partisipasi
Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Dalam
menjalankan fungsi ini pemimpin harus berusaha mengaktifkan setiap anggota
organisasinya, sehingga selalu terdorong untuk selalu berkomunikasi, baik
secara horizontal, maupun vertical. Setiap anggota didorong agar aktif dalam
melaksanakan tugas pokoknya, sesuai dengan posisi/jabatan dan wewenangnya
masing-masing. Kondisi partisispasi anggota akan meningkatkan efesiensi
penyelesaian masalah, penetapan keputusan dan penyelesaian tugas pokok yang
terarah pada pencapain tujuan.
4)
Fungsi Delegasi
Fungsi delegasi adalah fungsi pemimpin dalam melimpahkan
sebagian wewenangnya kepada staff pimpinan yang membantunya. Fungsi
pendelegasian pada dasarnya berarti persetujuan atau pemberian izin pada
anggota organisasi dalam posisi tertentu untuk menetapkan keputusan.
5)
Fungsi Pengendalian
Fungsi ini cenderung bersifat komunikasi satu arah,
namun akan lebih efektif jika dilaksanakan melalui komunikasi dua arah. Fungsi ini
dilaksanakan melalui kegiatan control atau pengawasan, bimbingan kerja,
memberikan penjelasan dan contoh dalam kerja, latihan di lingkungan organisasi
lain. Pengawasan yang bersifat pengendalian dilakukan pada saat kegiatan
berlangsung, dengan maksud preventif yakni mencegah terjadinya penyimpangan
atau kekeliruan dalam melaksanakan keputusan atau perintah pimpinan.
6)
Fungsi Keteladanan
Para pemimpin merupakan tokoh utama di lingkungan
masing-masing. Seorang pucuk pimpinan diantara para pemimpin yang membantunya
dan orang-orang yang dipimpinya lainnya, merupakan tokoh sentral yang menjadi
pusat perhatian. Seorang pemimpin harus mampu memberikan teladan yang baik bagi
para bawahannya, dan menghiasi dirinya dengan sifat-sifat terpuji. Karena sikap
dan prilaku pemimpin selalu dapat dirasakan dan diamati orang-orang yang
dipimpinnya, dalam interaksi antar sesamanya setiap hari.[28]
5. Tipe Kepemimpinan
Secara teoritis ada banyak tipe
kepemimpinan yang telah diungkapkan oleh para ahli, diantara tipe-tipe
kepemimpinan itu adalah:
a.
Tipe Pengayom
(Headmanship)
Tipe pengayom ini menunjukkan bahwa
seorang pemimpin selalu bersedia melakukan segala sesuatu untuk kepentingan
organisasinya. Ia menjadi tumpuhan harapan, karena mampu mengayomi anggota
organisasinya. Pemimpin juga selalu berada paling depan dalam melindungi
membela dan memperjuangkan kepentingan anggota, baik secara perseorangan maupun
secara keseluruhan. Pemimpin sebagai orang selalu berpihak pada yang benar dan
memberikan bermanfaat bagi orang-orang berada dibawahnya. Menurut Hadari Nawawi
pemimpin dengan tipe ini adalah:
‘...sebagai orang yang beriman, dalam mengayomi, melindungi,
membela, dan memperjuangkan kepentingan anggota organisasinya, selalu menyakini
bahwa kemampuannya terbatas dan tidak sempurna. Sadar pula bahwa yang sempurna
dalam mewujudkan usaha-usaha itu hanyalah Allah SWT. Oleh karena itulah
usahanya selalu berpihak pada yang benar, sesuai dengan firman Allah SWT.’[29]
b.
Tipe Kepemimpinan Bebas
(Laizzes Faire)
Tipe kepemimpinan ini merupakan
kebalikan dari tipe kepemimpinan otoriter. Pemimpin berkedudukan sebagai
symbol. Kepemimpinan dijalankan dengan memberikan kebebasan penuh pada orang
yang dipimpin dalam mengambil keputusan dan melakukan kegiatan menurut kehendak
dan kepentingan masing-masing, baik secara perorangan maupun kelompok-kelompok
kecil. Pemimpin hanya memfungsikan dirinya sebagai penasehat.
c.
Tipe Kepemimpinan Demokratis
Tipe kepemimpinan ini menempatkan
manusia sebagai faktor utama dan terpenting dalam setiap organisasi. Pemimpin
memandang dan menempatkan orang-orang yang dipimpinnya sebagai subjek yang
memiliki kepribadian dengan berbagai aspeknya, seperti dirinya juga. Kemauan,
kehendak, kemampuan, buah pikiran, pendapat, kreatifitas, inisiatif yang
berbeda-beda dan dihargai disalurkan secara wajar. Tipe pemimpin ini selalu
berusaha untuk memanfatkan setiap orang yang dipimpin.
Kepemimpinan demokratis adalah
kepemimpinan yang aktif, dinamis, dan terarah. Kepemimpinan tipe ini dalam
mengambil keputusan sangat mementingkan musyawarah, yang diwujudkan pada setiap
jenjang dan di dalam unit masing-masing.
Hadari Nawawi mengatakan bahwa
kepemimpinan demokratis selalu berpihak pada anggota, dengan berpegang teguh
pada prinsip mewujudkan kebenaran dan keadilan untuk kepentinganbersama.[30]
6. Pendekatan Kepemimpinan
Pendekatan dalam kepemimpinan
merupakan cara untuk mempermudah dalam memahami kepemimpinan. Dalam pendekatan
kepemimpinan, menurut Vaithzal Rivai, ada beberapa cara yang dapat digunakan,
diantaranya adalah[31] :
a. Pendekatan Pada Sifat Kepemimpinan
Pendekatan sifat pada kepemimpinan
artinya rupa dari keadaan pada suatu benda, tanda lahiriah, ciri khas yang ada
pada suatu untuk membedakan dari yang lain.
Secara umum dapat dirumuskan bahwa
ada beberapa sifat yang mempengaruhi terhadap keberhasilan kepemimpinan
organisasi, yaitu:
1)
Kecerdasan, pada umumnya pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan yang dipimpin.
2)
Kedewasaan, Pemimpin menjadi matang dan mempunyai emosi yang stabil serta
perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas sosial.
3)
Motivasi Diri dan Dorongan
Berprestasi, pemimpin cenderung mempunyai motivasi
yang kuat untuk berprestasi.
4)
Sikap Hubungan Kemanusiaan, Pemimpin yang berhasil mau mengakui harga diri dan kehormatan
bawahan.
Sifat ini merupakan sifat minimal
yang harus ada dalam diri seorang pemimpin. Untuk menentukan pendekatan sifat
ini.
b.
Pendekatan Pada Tingkah
Laku Kepemimpinan
Pendekatan tingkah laku pada
kepemimpinan artinya memperhatikan tingkah laku, perbuatan, kelakuan, perangai
pada diri pemimpin. Melalui pendekatan tingkah laku kita dapat menentukan apa
yang dilakukan oleh pemimpin yang efektif dan mencari jawaban serta menjelaskan
apa yang menyebabkan pemimpin itu efektif, seperti: bagaimana pemimpin
mendelegasikan tugas, bagaimana pemimpin berkomunikasi dengan dan mencoba
memotivasi pengikut dan anak buahnya, bagaimana pemimpin melaksankan tugas, dan
sebagainya.
Allah telah menegaskan bahwa dalam tingkah laku
kepemimpinan, hendaknya setiap Muslim mencontoh tingkah laku/akhlak Rasulullah
SAW, karena dalam diri Rasul tersebut terdapat teladan yang baik.
“Sesungguh,
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang
banyak mengingat Allah”. [32]
c. Pendekatan kontingensi dalam kepemimpinan
Dalam pendekatan ini juga bisa
disebut pendekatan situasional, pemimpin biasanya harus menyesuaikan gaya
kepemimpinan mereka sebagai respon pada keinginan untuk berhasil dalam
pekerjaannya, pengalaman kemampuan dan kemauan dari bawahan mereka yang terus berubah.
Teori ini juga menekankan bahwa pemimpin yang cocok untuk menjadi pemimpin pada
keadaan tertentu, belum tentu cocok untuk menjadi pemimpin pada keadaan yang
lainnya.[33]
d. Pendekatan pada keterlibatan pemimpin secara
dinamis.
Dalam organisasi terdapat dua pihak
yang saling tergantung dan merupakan unsur utama dalam suatu organisasi, yaitu
keberadaan pimpinan sebagai atasan dan bawahan sebagai pegawai. Kedua belah
pihak saling membutuhkan dan tidak dapat dipisahkan keberadaannya. Untuk itulah
perlu ada penilaian terhadap kinerja bawahan dan bawahan mempunyai penilaian
terhadap atasan.
e.
Karakteristik Pribadi
Karakteristik artinya adalah
ciri-ciri khusus, sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dengan lainnya. Gaya kepemimpinan yang disukai oleh
karyawan sebagian akan ditentukan oleh karakteristik pribadi mereka. Individu
yang merasa yakin tingkah laku mereka mempengaruhi lingkungan lebih menyukai
gaya kepemimpinan partisipasif.
7. Dasar Konseptual Kepemimpinan Menurut Islam
Agama Islam menawarkan juga konsep
tentang kepemimpinan yang ideal. Menurut Veitzal Rivai (2003), untuk memahami
dasar konseptual kepemimpinan perspektif Islam paling tidak harus digunakan
tiga pendekatan, yaitu pendekatan normative, histories, dan teoritis.
a. Pendekatan Normatif
Dasar konseptual kepemimpian Islam
secara normative bersumber pada Al-Qur’an dan hadis yang terbagi atas empat
prinsip pokok.
1)
Prinsip Tanggung Jawab dalam
organisasi
Di dalam Islam telah digariskan bahwa setiap diri adalah
pemimpin (minimal untuk dirinya sendiri) dan untuk kepemimpinan itu ia dituntut
untuk bertanggung jawab. Untuk memahami makna tanggung jawab adalah subtansi
utama yang harus dipahami terlebih dahulu oleh seseorang calon pemimpin agar
amanah yang diserahkan kepadanya tidak disia-siakan.
2)
Prinsip Etika Tauhid
Kepemimpinan Islam dikembangkan di atas prinsip-prinsip
etika tauhid. Persyaratan utama seorang pemimpin yang telah digariskan oleh
Allah Subhanawata’ala pada firman-Nya dalam surat Ali Imran (3) ayat 118:
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu
menjadikan teman orang-orang yang diluar kalanganmu (seagama) sebagai teman
kepercayaanmu, (karena) mereka tidak henti-hentinya menyusahkan kamu. Mereka
mengharapkan kehancuranmu. Sungguh, telah nyata kebencian dari mulut mereka,
dan apa yang tersembunyi di hati mereka lebih jahat. Sungguh, telah Kami
terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu mengerti.” [34]
3)
Prinsip Keadilan
Untuk menjaga kepentingan, maka asas keadilan harus
benar-benar dijaga agar tidak muncul stigma-stigma ketidakadilan seperti
kelompok marjinal dan lain-lain. Firman Allah Subhanawata’ala dalam Al-Qura’an
Surat shad (38) ayat 26:
(Allah berFirman), “Wahai Daud! Sesungguhnya engkau
Kami jadikan kamu khalifah (penguasa) di
bumi, maka berilah keputusan (perkara) diantara manusia dengan adil dan
janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari
jalan Allah. Sungguh orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab
yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” [35]
4)
Prinsip Kesederhanaan
Seorang pemimpin adalah orang yang zuhud, sederhana, dan
memperhatikan hari akhirat yaitu orang yang tidak terlena dengan dunia, dan
jika ia mempunyai kekayaan harta dunia yang lebih maka ia akan gunakan untuk
kemaslahatan bersama guna menuju Allah SWT
b. Pendekatan Historis
Al Qur’an begitu kaya dengan
kisah-kisah umat masa lalu sebagai pelajaran dan bahan perenungan bagi umat
yang akan datang. Dengan pendekatan historis ini diharapkan akan lahir pemimpin-pemimpin
Islam yang memiliki sifat sidik, amanah, fathonah, dan lain-lain sebagainya
syarat keberhasilan dalam memimpin.
Kisah-kisah dalam Al Qur’an, hadis,
sirah nabawiyah, sirah shahabah telah memuat pesan-pesan moral yang tak ternilai
harganya. Dan sejarah yang objektif akan bertutur dengan jujur tentang betapa
rawannya hamba Allah yang bernama manusia ini untuk tergelincir ke dalam lautan
dosa, tidak terkecuali seorang nabi sekalipun tetap bisa tergelincir karena
khilaf.
c. Pendekatan Teoritis
Idiologi Islam adalah idiologi yang
terbuka. Hal ini mengandung arti walaupun dasar-dasar konseptual yang ada di
dalam bangungan idiologi Islam sendiri sudah sempurna, namun, Islam tidak
menutup kesempatan mengkomunikasikan ide-ide dan pemikiran-pemikiran dari luar
Islam selama pemikiran tersebut tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan Sunah
Rasulullah Saw.
8. Kepemimpinan
Berbasis Spiritual
Kepemimpinan berbasis spiritual
merupakan teori kepemimpinan yang relative masih baru yang banyak diungkap oleh
para tokoh cendekiawan atau ulama Islam maupun para tokoh intelektual barat
belakngan ini. Di dalam Islam Kepemimpinan Berbasis Spiritual ini dibangun
berdasarkan paradigma Qur’ani. Artinya, pemikiran ini mempunyai akar
keilmuannya dari interpretasi dan pemaknaan dari intisari ‘tauhid’ (la ilaha illallah).
Thobroni mengatakan bahwa,
‘Kepemimpinan Berbasis Spiritual adalah kepemimpinan yang berbasis pada etika
religius dan kepemimpinan dalam nama Tuhan, yaitu kepemimpinan yang diilhami
oleh prilaku etis Tuhan dalam memimpin makhluk-makhluk-Nya.[36]
Artinya, kepemimpinan ini merupakan
kepemimpinan yang penuh dengan nilai etis/Akhlak Allah SWT (akhlaqullah) dan sifat-sifat-Nya. Maka,
kepemimpinan berbasis spiritual merupakan kepemimpinan yang mengunakan seluruh
kecerdasan atau puncak kecerdasan. Dalam kepemimpinan ini merupakan
kepemimpinan yang sangat menjaga nilai-nilai etis dan menjunjung tinggi
nilai-nilai spiritual.
Hendricks dan Ludemen, sebagaimana
dikutip oleh Thobroni mengatakan bahwa,
‘Kepemimpinan Berbasis Spiritual adalah kepemimpinan
yang mampu mengilhami, membangkitkan, mempengaruhi dan menggerakkan melalui
keteladanan, pelayanan, kasih sayang dan implementasi nilai dan sifat-sifat
ketuhanan lainnya dalam tujuan proses, budaya dan prilaku kepemimpinan.’[37]
Pada dasarnya Kepemimpinan Berbasis
Spiritual adalah model kepemimpinan yang tidak banyak dipengaruhi oleh factor
eksternal namun lebih banyak dipengaruhi oleh factor internal diri pemimpin
yaitu spiritual.
Kepemimpinan berbasis spiritual ini
bukan merupakan kepemimpinan yang tidak rasional atau irasional, tetapi
kepemimpinan yang lebih banyak mengandalkan kecerdasan spiritual (ruhani, soul,
ruh hati nurani) dalam kegiatan kepemimpinan. ‘Ini adalah bentuk kepemimpinan
yang komprehensif yang menggabungkan berbagai pendekatan dan sekaligus kekuatan
penggerak kepemimpinan seperti kekuatan intelektual, moral, emosinal, dan
spiritual.’[38]
Dengan mengambil berbagai sumber,
Tobroni dengan mengambil berbagai sumber mengemukakan pokok-pokok karakteristik
Kepemimpinan Berbasis Spiritual yang berbasis etika,[39]
diantaranya adalah:
a.
Kejujuran sejati
Rahasia sukses para pemimpin besar dalam mengembangkan
misinya adalah memegang teguh kejujuran. Orang yang jujur adalah orang yang
memiliki integritas dan kepribadian yang utuh sehingga dapat mengeluarkan
kemampuan terbaiknya dalam situasi apa pun.
b.
Adil (Fairness)
Pemimpin berbasis spiritual mengembangkan misi sosial menegakkan keadilan
dimuka bumi, baik adil terhadap diri sendiri, keluarga dan orang lain. Bagi
pemimpin berbasis spiritual menegakkan keadilan bukan sekedar kewajiban moral
religius dan tujuan akhir dari sebuah tatanan sosial yang adil, melainkan
sekaligus dalam proses dan prosedurnya (strategi) keberhasilan kepemimpinannya.
c.
Semangat Amal Sholeh
Seorang pemimpin berbasis spiritual selalu memberikan
kontribusi, dharma atau amal sholeh bagi lembaga dan orang-orang yang
dipimpinnya. Kepemimpinan Berbasis Spiritual
adalah kepemimpinan yang berjiwa altruistic, yaitu kemauan membantu
orang lain, mau mengorbankan kepentingan diri sendiri demi orang lain tanpa
mengharapkan imbalan/atau ketulus-iklasan membantu orang lain, tanpa preferensi
apa-apa.
d.
Membenci Formalitas dan
Organized Religion
Bagi seorang pemimpin yang berbasis spiritual,
formalitas tanpa isi bagaikan pepesan kosong. Organized Religion biasanya hanya mengedepankan dogma, peraturan,
prilaku dan hubungan sosial yang terstruktur yang berpotensi memecah belah.
Tindakan formalitas perlu dilakukan untuk memperkokoh makna dari subtansi
tindakan itu.
e.
Sedikit Bicara Banyak Kerja dan
Santai
Seorang pemimpin berbasis spiritual adalah pemimpin yang
sedikit bicara banyak kerja. Dia paham betul dengan pepatah Arab yang
mengatakan qawl hal afshah min lisan al
maqal (keteladanan lebih menghujam dari pada perkataan), serta hadist: man kana yu’minu bi il-lah wa al yaw
mil-akhir fal ya qul khayran auw liyasmut’ (Barang siapa yang beriman
kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia berkata baik atau diam). Dalam hadist
lain ditambahkan, “Barang siapa beriman
kepada Allah dan hari akhir hendaklah meninggalkan apa-apa yang tiada berguna.”
Dengan prinsip ini dia dapat bekerja secara efisien dan efektif.
f.
Membangkitkan Yang Terbaik bagi
diri sendiri dan orang lain
Pemimpin berbasis spiritual berupaya menggali jati
dirinya dengan sebaik-baiknya. Upaya menggali jati diri itu juga dilakukan
terhadap orang lain terutama para kolegial, relasi dan orang-orang yang
dipimpinnya. Jati diri itu meliputi potensi lahiriah seperti kecakapan dan
profesionalitas, hobi, kondisi kesehatan, dan potensi batin seperti watak dan
karakternya.
g.
Keterbukaan Menerima Perubahan
Pemimpin berbasis spiritual berbeda dengan pemimpin pada umumnya. Ia
tidak elergi dengan perubahan dan juga bukan penikmat kemapanan. Pemimpin
berbasis spiritual memilki rasa hormat bahkan rasa senang dengan perubahan yang
menyentuh diri mereka yang paling dalam sekalipun. Ia sadar bahwa perubahan
adalah hukum alam (sunnatullah).
h.
Pemimpin Yang Dicintai
Cinta yang dimaksud adalah sikap menginginkan yang lebih untuk
orang-orang lain dibandingkan untuk dirinya sendiri. Cinta kasih bagi pemimpin
berbasis spiritual bukanlah dalam
pengertian yang sempit yang dapat mempengaruhi objektivitas dalam pengambilan
keputusan dan memperdayakan kinerja lembaga, tetapi cinta kasih yang
memberdayakan, cinta kasih yang tidak semata-mata bersifat perorangan, tetapi
cinta.
i.
Visioner Tetapi Fokus Pada Persoalan Di Depan
Mata
Pemimpin berbasis spiritual memiliki visi jauh kedepan
dengan focus perhatian kekinian dan kedisinian. Ia jauh dengan para pengikutnya
dalam hal visinya tetapi sangat dekat dalam memahami persoalan organisasi dan
dalam hubungannya dengan pengikutnya.
j.
Doing The Right Thing
Kepemimpinan Berbasis Spiritual adalah kepemimpinan
etis. Ia bukan sekedar mempengaruhi, mengerakkan, mencapai tujuan, tetapi cara
mempengaruhi dan menggerakkan serta untuk mencapai tujuan-tujuan yang etis
(benar). Keberadaan seorang pemimpin bukan sebagai alat bagi pemilik modal,
melainkan mengemban visi dan misi kebenaran dan kemanusiaa: kasih, memenangkan
jiwa, mencerahkan, melayani, memberi dan membersihkan hati.
k.
Disiplin Tetapi Fleksibel dan
Tetap Cerdas dan Penuh Gairah
Kedisiplinan pemimpin berbasis spiritual tidak didasarkan pada system kerja
otoritarian yang menimbulkan kekakuan dan ketakutan, melainkan didasarkan pada
komitmen dan kesadaran yaitu kesadaran spiritual yang oleh persy dianggap
sebagai bentuk komitmen yang paling tinggi setelah komitmen politik, komitmen
intelektual, dan komitmen emosional
l.
Kehendahan Hati
Seorang pemimpin berbasis spiritual menyadari sepenuhnya
bahwa semua kedudukan, prestasi, sanjungan dan kehormatan itu bukan karena dia
dan bukan untuk dia, melainkan karena dan untuk Dzat Yang Maha Terpuji Allah
SWT.
H. METODE PENELITIAN
Kata “metode” berasal dari bahasa
Yunani “methodos” yang berarti jalan atau cara. Dalam kaitanya dengan
penelitian, maka penelitian adalah cara kerja yang berdasarkan disiplin ilmiah
untuk mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasikan fakta-fakta.[40] Dalam
penulisan skripsi ini penulis mengunakan metode penelitian kualitatif. Mc.
Cracken sebagaimana dikutip oleh Bernnen Julia mengatakan bahwa penelitian
kualitatif tidak meneliti suatu lahan kosong akan tetapi menggalinya.[41] Jadi
dalam penelitian ini akan menggali bagaimana Konsep Kepemimpinan Islam menurut
K.H. Toto Tasmara.
a. Jenis Penelitian
Penelitian ini bila dilihat dari
jenisnya adalah termasuk dalam katagori penelitian kepustakaan (library
research)[42]
yaitu suatu penelitian yang lebih menitik beratkan pada pembahasan yang
bersifat literer.
b.
Sifat Penelitian
Penelitian ini bila dilihat dari
sifatnya, termasuk bersifat deskriptif-analitik, yaitu dengan berusaha
memaparkan data-data tentang suatu hal atau masalah dengan analisa dan
interpretasi yang tepat.[43]
c.
Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini ada
dua yaitu: sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer yang
penulis gunakan adalah buku karya K.H. Toto Tasmara yang berjudul, Spiritual
Centered Leadership: Kepemimpinan Berbasis Spiritual. Sedangkan data
sekundernya adalah buku-buku karya beliau yang lain seperti, Membudayakan
Etos Kerja Islami, Kecerdasan Ruhaniah, Menuju Muslim Kaffah: Menggali
Potensi Diri, dan juga buku-buku beliau yang lain yang mendukung penelitian
ini.
d.
Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini adalah konsep
kepemimpinan Islam menurut K.H. Toto Tasmara dalam bukunya Spiritual Centered
Leadership: Kepemimpinan berbasis Spiritual.
e.
Pendekatan penelitian
Adapun pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan tekstual.[44] Yaitu
pendekatan dengan cara meneliti tulisan-tulisan yang berkaitan dan relevan
dengan skripsi ini.
1.
Metode Pengumpulan Data
Adapun metode yang digunakan untuk
memperoleh data dalam penelitian ini adalah tehnik penelusuran naskah,[45] Yakni
naskah yang berkaitan dan relevan dengan kajian skripsi ini.
1.
Metode Analisis Data
Setelah data terkumpul baik dari
sumber primer dan sekunder, maka langkah selanjutnya adalah menganalisa data
dengan menggunakan metode analisis isi (content analisis).[46] Menurut
Klaus Krippendorf, analisis isi adalah teknik penelitian yang dimanfaatkan
untuk menarik kesimpulan yang replekatif dan shahih dari data atas konteksnya.[47]
Menganalisis data merupakan proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang
lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan dengan cara data dikumpulkan dan
diklasifikasikan.
Penelitian ini yang menjadi titik
berat analisanya adalah pada elemen isi materi, yaitu pada bentuk kepemimpinan
Islam menurut K.H. Toto Tasmara. Analisis isi disamakan dengan analisis wacana
atau analisis teks media karena yang menjadi obyek penelitiannya adalah isi
dari teks media, yaitu buku.
J. SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam skprisi ini terdiri dari beberapa bagian
yang tersusun secara sistematis, bagian-bagian tersebut adalah:
Bagian Pertama : Mendeskripsikan secara global tentang
alasan pengangkatan judul, ruang lingkup yang hendak menjadi pembahasan, dan
hal-hal yang hendak dicapai dalam penelitian ini.
Bagian Kedua : Mengungkapkan biografi K.H. Toto Tasmara, dan hal-hal
yang relevan dan berkaitan dengan beliau.
Bagian Ketiga : Mendeskripsikan
pemikiran K.H. Toto Tasmara yang berkaitan dengan Kepemimpinan Islam.
Bagian Keempat : Penutup dan
saran-saran.
[1] J.S.Badudu dan Sultan
Muhammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1994), hlm.1062
[2] Thariq Muhammad as
Suwaidan dan Faishal Ismail Basyarahil,
Sukses Menjadi Pemimpin Islam, (Jakarta:
Maghfirah Pustaka, 2005), hlm. 43
[3] Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, (Yogyakarta:
UGM Press, 2001), hlm. 29
[4] Yulius S, Kamus Baru
Bahasa Indonesia, (Surabaya: Usaha Nasional, 1984), hlm 281
[5] J.S.Badudu dan Sultan
Muhammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, hlm.1456
[6] ibid, hlm.1060
[7] Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, hlm.40-41
[8] Veithzal Ravai, Kiat
Memimpin dalam Abad Ke-21, (Jakarta, Rajagrafindo Persada, 2004), hlm.64
[9] Al-Ahzab
(33): 21
[10] Winardi, Kepemimpinan
Dalam Manajemen, (Jakarta: Reneka Cipta, 2000), hlm.47
[11] Veithzal Rivai, Kepemimpinan
dan Perilaku Organisasi, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003), hlm.2
[12] Tobroni, The Spiritual
Leadership: Pengefektifan Organisasi Noble Industry Melalui Prinsip-Prinsip
Spiritual Etis, (Malang, UMM, 2005), hlm.19
[13] Veithzal Rivai, Kepemimpinan
dan Perilaku Organisasi,hlm.11
[14] Winardi, Kepemimpinan
Dalam Manajemen, hlm.66-68
[15] Veithzal Rivai, Kepemimpinan
dan Perilaku Organisasi,hlm.10
[16] Hadari Nawawi,
Kepemimpinan Menurut Islam, hlm.174-175
[17] Ali Al-Salus, Imamah
dan Khilafah, (Jakarta: GIP, 1997), hlm.15-16
[18] Seyyed Hossen Nasr, Ensiklopedi
Tematis Spiritualitas Islam, (Bandung: Mizan, 2002), hlm.219-120
[19] John L. Esposito, Ensiklopedi
Oxpord Dunia Islam Modern, terj Eva Y.N. Etal, (Bandung: Mizan, 2001),
hlm.293
[20] Nourouzzaman Shiddiqi,
Syi’ah dan Khawarij dalam Perspektif Sejarah, Cet.I (Yogyakarta, Bidang
Penerbitan LPMM, 1985), hlm.9
[21] Ali Al-Salus, Imamah
dan Khilafah, hlm.22
[22] Ibid, hlm.94
[23] Ibid, hlm.32
[24] Seyyed Hossen Nasr dan
Oliver Leamen (edd), Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, (Bandung:
Mizan, 2003), hlm.174
[25] Ibid, hlm.175
[26] Seyyed Hossen Nasr, Ensiklopedi
Tematis Spiritualitas Islam, hlm.221
[27] Ibid hlm.142
[28] ibid. hlm.143-150
[29] Ibid, hlm.177-178
[30] Ibid, hlm.171
[31] Vaithzal Rivai, Kepemimpinan
dan Perilaku Organisasi,hlm.116-131
[32] Al-Ahzab
(33): 21.
[33] Thariq Muhammad as
Suwaidan dan Faishal Umar Basyarahil, Sukses Menjadi Pemimpin Islami, hlm.125
[34] Ali Imran (3): 118.
[35] Sad (38): 26.
[36] Tobroni, The Spiritual
Leadership, (Malang, UMM, 2005), hlm.25
[37] Ibid, hlm.6
[38] Ibid. hlm.23
[39] Ibid, hlm.28-36
[40] Koenjoroningrat, Metode-Metode Penelitian Masyrakat, Cet.
IV. (Jakarta, PT.Gramedia, 1981), hlm.16.
[41] Julia, Barnnen, Memadu
Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, (Yogyakarta: Fakultas
Tarbiyah IAIN Antasari Samarinda Kerjasa Dengan Pustaka Pelajar, 2004),
hlm.13
[42] Winarno Surakhmad, Pengantar
Penelitian Ilmiah, (Bandung: Tarsito, 1994), hlm.251-253
[43] Ibid, hlm.139
[44] J. Vredenbregt, Metode
dan Tekhik Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1978), hlm.36
[45] Zamakhsari Dhafir, Kumpulan
Istilah Terpilih untuk PenelitianAgama dan Keagamaan, (Jakarta:
Balitbang Agama Depag Ri, 1982), hlm.7
[46] Cik Hasan Basri, Penuntun
Susunan Rencana Penelitian dan Penulisan Skripsi Bidang Ilmu Agama Islam,
(Jakarta: Logos, 1998), hlm.56
[47] Klaus Krippendorf, Analisis
Isi Pengantar Teori dan Metodelogi: Terj, Farid Wadjidi, (Jakarta:
Rajawali, 1995), hlm. 1.
No comments:
Post a Comment